Jakarta, (ANTARA GORONTALO) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menegaskan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum akan dijemput paksa jika kembali mangkir dalam pemanggilan ketiga mendatang.

"Kami akan memanggil ulang. Di dalam KUHAP, dimungkinkan kami memanggil orang secara patut. Kalau pada saat panggilan secara patut tiga kali tidak datang, maka mohon maaf saya (KPK) akan jemput paksa, siapa pun orang dibelakangnya," kata Abraham usai menghadiri rapat pimpinan Kementerian Pertahanan di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa.

Abraham menjelaskan pemanggilan paksa dilakukan sesuai aturan berlaku dan prinsip equality before the law (kesetaraan dalam hukum).

Abraham mengungkapkan pihaknya belum mengetahui kapan penyidik akan kembali melakukan panggilan. Namun dirinya mengingatkan Ketua Umum Pergerakan Pemuda Indonesia (PPI) tersebut untuk memenuhi panggilan KPK pada saatnya nanti.

"Pemanggilan belum tahu kapan, tapi pasti akan dipanggil. Saya ingatkan, Anas kalau kamu mangkir lagi saya perintahkan penyidik buat jemput paksa kamu," tegas Ketua KPK.

    
                        Tidak Penuhi Panggilan
Sebelumnya dilaporkan, Anas Urbaningrum tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pemanggilan keduanya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain.

"Mas Anas hari ini tidak bisa menghadiri pemanggilan dari KPK. Paling tidak, Mas Anas sampai saat ini belum paham kenapa dipanggil sebagai tersangka," kata Juru Bicara Mamun Murod Al-Barbasy, organisasi Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) di gedung KPK Jakarta bersama dengan loyalis Anas lainnya, mantan ketua DPC Cilacap Tri Dianto.

Artinya Anas sudah dua kali tidak memenuhi panggilan KPK karena pada pemanggilan perdana pada 31 Desember 2013 lalu, Anas juga tidak memenuhi panggilan.

"Jadi persoalan dari kita, di PPI secara politis itu terkait proyek-proyek lainnya itu. Ini tidak lazim dalam sebuah sprindik (surat perintah penyidikan), kita tanyakan kepada KPK, proyek-proyek lainnya itu apa? Ini hak Anas memperoleh penjelasan itu, kalau kemudian Anas tidak juga memperoleh penjelasan dari proyek-proyek lainnya itu, akan jadi pertimbangan dari Anas untuk tidak mendatangi pemanggilan-pemanggilan berikutnya," tambah Mamun.

Mamun menegaskan keyakinan PPI bahwa Anas dilibatkan dalam perang kotor. "Ini perang kotor, di dalam proses penegakan hukum. KPK kemarin memanggil Suaidi Marasabessy sebagai saksi untuk Anas, padahal saat kongres, beliau masih menjadi pengurus Hanura sehingga tidak ada kaitannya dengan kongres Partai Demokrat, saya yakin orang seperti Suaidi, termasuk TB Silalahi tidak tahu soal kongres tapi dipaksakan menjadi saksi," ungkap Mamun.

Ia pun meminta Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhi Baskoro Yudhoyono selaku Steering Committee (SC) dalam Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung tersebut diperiksa KPK.

"Sedangkan yang jelas-jelas orang yang tahu persis tentang kongres Demokrat, sebut saja ketua SC, mas Ibas sendiri, sampai saat ini belum disentuh KPK dan info yang kita terima dan sahih, kemarin mas BW (Bambang Widjojanto) juga datang ke Cikeas jam dua siang didampingi Wamenkumham, Denny Indrayana, saya tidak tahu apa terkait dengan pemanggilan Anas atau tidak," tambah Mamun.

Mamun menjelaskan bahwa Anas saat ini tidak pergi keluar Jakarta, tapi berada di rumahnya di kawasan Duren Sawit dan membuka kemungkinan KPK melakukan upaya jemput paksa.

"Mas Anas punya hak untuk tidak datang dan itu dijamin oleh UU dan konstitusi, asal penjemputan paksanya jelas dan ada aturannya dan tidak melanggar hukum, KPK harus menjelaskan hal ini, karena supaya publik juga tahu," jelas Mamun.

Pada hari ini KPK juga memeriksa sejumlah petinggi Partai Demokrat yaitu anggota Komisi I sekaligus mantan anggota Badan Anggaran DPR Mirwan Amir, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Jhony Allen Marbun dan anggota Komisi IX Gede Pasek Suardika sebagai saksi untuk Anas, ketiga telah tiba di gedung KPK.

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2014