Pekanbaru, Riau (ANTARA GORONTALO) - Apa kepentingan lagu-lagu Koes Plus
untuk pertahanan negara? Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo,
memiliki argumen tentang itu, saat memberi kuliah umum, di Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim II, di Kota Pekanbaru, Rabu.
"Kalau tidak waspada, kita bisa diusir dari negeri ini. Seperti Indian di Amerika dan Aborigin di Australia," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
Lagu yang dia maksud itu adalah Nusantara I, yang dia katakan menjelaskan ancaman besar bagi Indonesia
Nurmantyo memutar cuplikan video grup band legendaris itu lengkap dengan liriknya.
Ia
menjelaskan, pada lirik lagu yang dirilis Koes Plus pada dasawarsa
'70-an itu bisa diambil pelajaran, kekayaan sumber daya alam Indonesia
bisa menjadi anugerah sekaligus memicu ancaman dari bangsa lain.
"Dalam lagu itu disebutkan berharap tidak ada yang cemburu, hutan kita luar biasa lebat, lautan luas dan alamnya ramah. Tapi negara lain sudah cemburu, dan ini adalah peringatan bagi anak muda kita agar jangan terlena," kata Nurmantyo.
Presiden Soekarno, kata dia, juga pernah menyatakan kekayaan alam nusantara membuat iri bangsa lain.
Nurmantyo meminta rakyat Indonesia --khususnya generasi muda-- memahami ancaman terhadap bangsa Indonesia, yang kini sudah memanfaatkan segala cara untuk memecah-belah Indonesia.
"Dalam lagu itu disebutkan berharap tidak ada yang cemburu, hutan kita luar biasa lebat, lautan luas dan alamnya ramah. Tapi negara lain sudah cemburu, dan ini adalah peringatan bagi anak muda kita agar jangan terlena," kata Nurmantyo.
Presiden Soekarno, kata dia, juga pernah menyatakan kekayaan alam nusantara membuat iri bangsa lain.
Nurmantyo meminta rakyat Indonesia --khususnya generasi muda-- memahami ancaman terhadap bangsa Indonesia, yang kini sudah memanfaatkan segala cara untuk memecah-belah Indonesia.
Ancaman
itu bisa nyata, berupa upaya China memperluas teritori negaranya di
Laut Cina Selatan, hingga ancaman laten dari infiltrasi lewat film,
mode, bahasa, budaya, gerakan radikalisme, teknologi, media sosial,
serta narkoba yang telah mematikan 15.000 orang Indonesia tiap tahun.
"Semua itu terjadi karena kita sedang dalam kompetisi global. Yang kalah adalah negara miskin dengan penduduk besar, terjadi kesenjangan ekonomi berujung depresi ekonomi, kejahatan dan konflik yang meningkat, sehingga terjadi imigran meninggalkan negaranya yang miskin," katanya.
Dia menyampaikan teori, penyebab konflik dan perang kini bergeser bukan lagi akibat perbedaan agama, suku dan bahasa, melainkan untuk memperebutkan energi dari suatu negara oleh negara lain.
"Semua itu terjadi karena kita sedang dalam kompetisi global. Yang kalah adalah negara miskin dengan penduduk besar, terjadi kesenjangan ekonomi berujung depresi ekonomi, kejahatan dan konflik yang meningkat, sehingga terjadi imigran meninggalkan negaranya yang miskin," katanya.
Dia menyampaikan teori, penyebab konflik dan perang kini bergeser bukan lagi akibat perbedaan agama, suku dan bahasa, melainkan untuk memperebutkan energi dari suatu negara oleh negara lain.
Menurut
dia, negara-negara ekuator yang menjadi ancaman konflik berlokasi di
Asia Tenggara, Afrika Tengah dan Amerika Latin. Indonesia tidak luput
menjadi sasaran karena kekayaan alam dan jumlah populasi penduduknya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017