Jakarta, (Antara) - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai usulan penambahan enam kursi pimpinan MPR dalam revisi Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak rasional.

"Bagaimana bisa MPR yang tugasnya hanya bersidang sekali setahun, pimpinannya harus sampai sebelas," ujar Koordinator Formappi Sebastian Salang, di Jakarta, Senin.

"Ini kan tidak masuk akal," katanya pula.

Sebastian menilai wacana yang muncul dalam pembahasan revisi undang-undang kewenangan anggota dewan itu merupakan gambaran dari kerakusan para elit politik terhadap kekuasaan, sehingga menghilangkan cara berpikir rasional mereka.

"Semakin jelas, elit politik kita di parlemen sibuk memikirkan kepentingan dirinya daripada kepentingan masyarakat dan rakyat yang mereka wakili. Proses penyusunan undang-undang yang seperti ini berbahaya," ujar dia lagi.

Terkait dengan hal tersebut, Sebastian kemudian menyarankan para anggota dewan agar lebih fokus memperbaiki dan menghasilkan produk hukum yang mengangkat isu-isu populis, dibandingkan mengusung kebijakan yang bersifat elitis.

"Tidak ada pilihan lain, politik itu memang mesti dikembalikan kepada orang-orang yang lebih berpikir tentang bangsa serta bagaimana organisasi didorong bekerja secara efisien dan efektif dengan menghemat anggaran negara, bukan menjadikan lembaga sebagai tempat memenuhi hasrat kekuasaan saja," kata Sebastian.

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan mayoritas fraksi di DPR, dalam pembahasan Revisi Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3), setuju adanya penambahan jumlah kursi pimpinan dewan sebanyak dua di DPR, enam di MPR, dan dua di DPD.

Dengan demikian, jumlah pimpinan DPR diwacanakan menjadi tujuh kursi, pimpinan MPR menjadi 11 kursi, dan pimpinan DPD menjadi lima kursi.

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017