Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Eropa dan Amerika Serikat (AS) baru-baru ini dihebohkan serangan program jahat komputer yang menyandera dokumen korban dengan algoritma enkripsi khusus (ransomware) jenis baru bernama Petya.
Laman
The Guardian menyebutkan ransomware tersebut tersebar ke perusahaan
besar, termasuk produsen makanan Mondelez, firma hukum DLA Piper dan
jasa angkutan kapal Denmark Maesk.
Serangan itu menginfeksi data di komputer, membuatnya terkunci sehingga perlu ditebus dengan sejumlah uang.
Sebelumnya,
jagad internet global juga diserang ransomware Wannacry beberapa bulan
lalu, yang menginfeksi sekitar 230.000 komputer di lebih dari 150
negara.
Bagaimana Petya bekerja?
Ransomware adalah salah satu tipe malware yang memblokir akses ke data atau komputer dan meminta tebusan untuk memperbaikinya.
Bila
perangkat komputer terinfeksi, maka dokumen penting terenkripsi dan
pengguna harus membayar, biasanya dalam Bitcoin, untuk mendapatkan kunci
digital pembuka berkas.
Begitu terkena Petya,
penyerang meminta 300 dolar Amerika Serikat (AS) dibayar dalam Bitcoin.
Virus ini cepat menyebar dalam sebuah orginasis jika ada satu komputer
yang terinfeksi, hacker memanfaatkan kelemahan di Microsoft Windows.
“Mekanisme penyebarannya lebih bagus dari WannaCry,†kata Ryan Kalember dari perusahaan keamanan siber Proofpoint.
Mengapa bernama Petya?
Malware
tersebut berbagi kode tertentu dari ransomware lama bernama Petya.
Beberapa jam setelah wabah, ahli keamanan siber melihat “kemiripanna
hanya di permukaanâ€.
Kasperksy Lab Rusia
menyebutnya NotPetya. Malware itu diduga menyebar melalui pembaruan
software yang dikerjakan oleh perusahaan, untuk digunakan Pemerintah
Ukraina.
Siapa dalangnya?
Belum diketahui siapa individu atau kelompok di balik ransomware Petya.
Ahli
keamanan siber Nicholas Weaver menyebut Petya sebagai "serangan
terencana, jahat dan menghancurkan atau juga tes yang disamarkan sebagai
ransomware".
Pakar anonim yang dipanggil Grugq
menyebut Petya adalah perusahaan kriminal untuk mencari uang, tapi,
versi terbaru ini tidak dirancang untuk menghasilkan uang.
“Ini dirancang untuk menyebar cepat dan membuat kerusakan, dengan samaran yang masuk akal ransomware,†katanya.
Pakar
siber menilai metode pembayaran serangan ini terlalu amatir untuk
seorang pelaku kriminal karena alamat pembayaran Bitcoin selalu sama.
Kebanyakan ransomware membuat alamat berbeda untuk setiap korban.
Alasan
kedua, malware itu juga meminta korban untuk berkomunikasi dengan
penyerang melalui satu alamat emial, yang sudah ditangguhkan begitu
ketahuan digunakan untuk aksi kejahatan.
Artinya, bila korban membayar, mereka pun tidak bisa berkomunikasi dengan penyerang untuk meminta kunci dekripsi pembuka berkas.
Editor : Hence Paat
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017