Bonn, Jerman (ANTARA GORONTALO) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(LHK) Siti Nurbaya mengatakan perlu kesepakatan secara global dalam
kaitan dengan berbagi pengalaman dan pendanaan untuk tata kelola gambut.
"Di Indonesia luasan gambut mencapai lebih dari 20 juta hektare (ha), di Republik Demokratik Kongo luasan gambut 14 juta ha. Sehingga dunia memang menganggap tata kelola gambut secara global menjadi sangat penting," kata Siti di Paviliun Indonesia area Konferensi Perubahan Iklim PBB (Conference of Parties/COP) 23 di Bonn, Jerman.
Menurut dia, di dunia gambut mempunyai pengaruh besar karena mampu mengurangi emisi jika dikelola dengan baik. Sehingga secara global, pertama, dirasa perlu ada kesepakatan untuk membuat tata kelola gambut, tetapi dalam arti berbagi pengetahuan, mengangkat pengertian tentang nilai-nilai gambut secara global.
Kedua, saling mempelajari tekanan terhadap gambut di masing-masing negara dan cara-cara untuk menyelesaikannya, bagaimana kelembagaannya dibentuk dan sebagainya. Ketiga, bersama melakukan pengembangan internasional dalam arti teknologi dan transfer pengetahuan.
"Kalau soal kedaulatan manajemen saya selalu tekankan semua bergantung pada Indonesia sendiri, untuk apa kalau kita apa-apa bergantung pada negara lain," tegasnya.
Terakhir, ia mengatakan kerja sama global untuk gambut harapannya bisa mengarahkan dukungan finansial untuk tata kelola gambut juga pengetahuan teknis.
Menurut Siti, pengalaman terhadap gambut Indonesia sangat baik dan patut dipelajari. Karena di dunia gambut ini punya pengaruh besar, mampu mengurangi emisi jika dikelola dengan baik, maka sepatutnya kerja sama internasional itu ada.
"Ini jadi saya rasa sama waktu pertama kali membentuk BRG, di mana sudah kita perkiraan harusnya dalam perspektif internasional. Kalau kita ingat ilmuwan Malaysia tidak kurang pengaruhi ruang publik kita bahwa gambut tidak apa-apa diintervensi dan bisa jadi sumber energi, tapi tiap negara pasti ada pengalaman beda termasuk gambut kita yang berbeda," ujar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
"Di Indonesia luasan gambut mencapai lebih dari 20 juta hektare (ha), di Republik Demokratik Kongo luasan gambut 14 juta ha. Sehingga dunia memang menganggap tata kelola gambut secara global menjadi sangat penting," kata Siti di Paviliun Indonesia area Konferensi Perubahan Iklim PBB (Conference of Parties/COP) 23 di Bonn, Jerman.
Menurut dia, di dunia gambut mempunyai pengaruh besar karena mampu mengurangi emisi jika dikelola dengan baik. Sehingga secara global, pertama, dirasa perlu ada kesepakatan untuk membuat tata kelola gambut, tetapi dalam arti berbagi pengetahuan, mengangkat pengertian tentang nilai-nilai gambut secara global.
Kedua, saling mempelajari tekanan terhadap gambut di masing-masing negara dan cara-cara untuk menyelesaikannya, bagaimana kelembagaannya dibentuk dan sebagainya. Ketiga, bersama melakukan pengembangan internasional dalam arti teknologi dan transfer pengetahuan.
"Kalau soal kedaulatan manajemen saya selalu tekankan semua bergantung pada Indonesia sendiri, untuk apa kalau kita apa-apa bergantung pada negara lain," tegasnya.
Terakhir, ia mengatakan kerja sama global untuk gambut harapannya bisa mengarahkan dukungan finansial untuk tata kelola gambut juga pengetahuan teknis.
Menurut Siti, pengalaman terhadap gambut Indonesia sangat baik dan patut dipelajari. Karena di dunia gambut ini punya pengaruh besar, mampu mengurangi emisi jika dikelola dengan baik, maka sepatutnya kerja sama internasional itu ada.
"Ini jadi saya rasa sama waktu pertama kali membentuk BRG, di mana sudah kita perkiraan harusnya dalam perspektif internasional. Kalau kita ingat ilmuwan Malaysia tidak kurang pengaruhi ruang publik kita bahwa gambut tidak apa-apa diintervensi dan bisa jadi sumber energi, tapi tiap negara pasti ada pengalaman beda termasuk gambut kita yang berbeda," ujar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017