Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan kasus korupsi yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto tidak akan mengganggu kinerja dewan dan soliditas pimpinan lembaga tersebut.

"Status tersangka dan penahanan Setya Novanto tidak akan mengganggu kinerja dan soliditas pimpinan DPR RI," kata Fahri Hamzah dalam siaran pers yang disampaikan kepada wartawan di Jakarta, Kamis pagi.

Fahri, yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Brunei Darusalam, menegaskan bahwa pemimpin DPR akan tetap kompak bekerja secara kolektif dan kolegial dalam menjalankan tugas konstitusional.

Mengenai kabar bahwa KPK telah mengeluarkan surat penahanan terhadap Ketua DPR yang namanya sering disebut terkait perkara korupsi dalam pengadaan KTP-elektronik itu, Fahri mengatakan bahwa pemimpin DPR tetap akan mengacu pada hak-hak konstitusional pimpinan dan anggota DPR sesuai ketentuan yang diatur di dalam perundang-undangan yang berlaku.

"Perlu ditegaskan di sini bahwa status tersangka dan penahanan tidak memiliki konsekuensi hukum apa pun terhadap status dan jabatan seorang pimpinan DPR RI," katanya.

Menurut Pasal 87 Ayat 5 Undang-Undang No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Ia menjelaskan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan akan melakukan kajian mendalam atas status hukum terdakwa tersebut dan akan memberhentikan sementara pemimpin yang bersangkutan setelah memverifikasi statusnya sebagai terdakwa.

"UU MD3 sangat menjaga marwah dan kehormatan seorang manusia di hadapan hukum sebagaimana ketentuan di dalam konstitusi Republik Indonesia. Untuk itu pemberhentian sementara pun terkait status terdakwa seorang pimpinan akan dilakukan dengan verifikasi yang sangat ketat oleh Mahkamah Kehormatan Dewan," kata Fahri.

Kalau Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan memberhentikan sementara yang bersangkutan, ia melanjutkan, maka keputusan itu harus dilaporkan ke paripurna untuk mendapatkan penetapan melalui mekanisme pengambilan keputusan.

Namun, kalau Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan tidak memberhentikan sementara yang bersangkutan maka Pimpinan DPR yang berstatus sebagai terdakwa tetap pada tugas dan jabatannya dengan segala hak dan kewenangannya meski menjadi seorang terdakwa.

"Dalam hal seorang pimpinan DPR RI yang berstatus terdakwa diberhentikan sementara setelah adanya keputusan dari Mahkamah kehormatan Dewan dan mendapatkan penetapan dari sidang paripurna dalam putusan akhir pengadilannya dinyatakan tidak bersalah, maka status dan jabatannya sebagai pimpinan DPR RI akan dipulihkan dan dikembalikan," katanya.

Mekanisme terkait status terdakwa seorang pimpinan DPR RI juga diatur dalam Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib, yang antara lain menjelaskan tata cara pemberhentian sementara pimpinan DPR RI yang berstatus terdakwa.

Pemberhentian sementara itu dilakukan setelah pimpinan DPR RI mengirimkan surat untuk meminta keterangan mengenai status seorang pimpinan DPR yang menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana kepada pejabat berwenang.

Surat keterangan mengenai status terdakwa itu kemudian diteruskan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan, yang selanjutnya akan melakukan verifikasi status hukum pimpinan DPR yang dimaksud dan memutuskan apakah akan menetapkan pemberhentian sementara yang bersangkutan.

"Keputusan paripurna disampaikan kepada fraksi yang bersangkutan," katanya..

Dalam hal jika rapat paripurna menetapkan seorang pimpinan DPR berstatus terdakwa diberhentikan sementara maka dilakukan rapat pimpinan DPR RI untuk menetapkan salah seorang pimpinan yang tersisa sebagai pelaksana tugas sampai ditetapkannya pemimpin definitif.

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017