Padang, (Antara) - Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang, Sumatera Barat Syamsuar Syam-Misliza merupakan pasangan suami istri yang mendaftar Pilkada Padang 2018 melalui jalur perseorangan.

Pasangan suami istri tersebut telah mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Padang pada Rabu (10/1) pukul 22.30 WIB atau 1,5 jam sebelum batas pendaftaran pilkada berakhir.

Pasangan yang juga merupakan suami istri itu datang ke KPU Kota Padang ditemani lima orang pendamping.  
Bahkan, istri kedua Syamsuar, Yuli Farida juga hadir sebagai  pendamping.

"Kalau yang lain datang siang, kami sengaja memilih datang malam," ujar Syamsuar, saat melakukan registrasi pendaftaran.

Ketua KPU Padang Muhammad Sawati mengatakan kandidat dari jalur perseorangan ini merupakan pasangan ketiga mendaftar ke KPU Padang, sejak pendaftaran dibuka pada Senin 8 Januari 2018.

"Pendaftaran sudah ditutup, jadi yang mendaftar mengikuti Pilkada Padang 2018 hanya tiga pasangan calon," kata dia lagi.

Sebelumnya, KPU Padang menyatakan satu pasangan Syamsuar Syam-Misliza harus menambah syarat dukungan sebanyak 29.060 KTP lagi, setelah verifikasi dari 45.318 dukungan yang dikumpulkan, namun hanya 26.586 KTP yang memenuhi syarat.

"Namun mereka tetap bisa mendaftar, KPU memberikan waktu hingga 18 Januari untuk melengkapi persyaratan itu," ujar Sawati.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan dukungan yang dikumpulkan tidak memenuhi syarat, di antaranya KTP yang dikumpulkan orangnya tidak dapat ditemui dan tidak bisa dihadirkan kepada petugas verifikasi, kemudian adanya pendukung yang berstatus sebagai PNS.

Syarat minimal dukungan untuk pasangan calon perseorangan yang maju pada pemilihan wali kota dan wakil wali kota Padang adalah 41.116 dukungan yang tersebar lebih dari 50 persen kecamatan se-Kota Padang, atau 7,5 persen berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada pemilihan serentak 2015 lalu.

Pengamat politik dari Universitas Negeri Padang (UNP) Sumatera Barat Dr Eka Vidya menilai KPU Pusat perlu membuat aturan mengenai pasangan suami istri yang mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Jika terpilih dan menjabat, maka praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) terbuka lebar," katanya pula.

Memang tidak ada aturan yang melarang hal tersebut, ujarnya lagi. baik dari undang-undang maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU), namun jika menjabat akan ada banyak permasalahan yang muncul, salah satunya KKN itu.

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018