Jakarta, (Antara News) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Pusat Dwikorita Karnawati mengingatkan pentingnya masyarakat menerapkan konstruksi bangunan yang tahan gempa karena wilayah Indonesia rentan gempa bumi.

"Kesiapan terhadap bencana alam yang harus terus dibudayakan melalui sosialisasi dan edukasi publik secara terus menerus, selain kewajiban untuk memperketat penerapan "building code" bangunan tahan gempa di lokasi rentan," kata dia di Jakarta, Selasa.

Dalam keterangannya, ia menjelaskan dari hasil survei yang dilakukan di Lombok, NTB yang diguncang gempa bumi berkekuatan 6,4 SR pada Minggu (29/7) pagi, masih banyak ditemukan struktur bangunan yang tidak atau kurang tepat, terutama pada bangunan yang runtuh saat gempa tersebut.

Dwikorita melakukan pemantauan gempa-gempa susulan dan survei lapangan di daerah sekitar episenter sejak hari kejadian gempa.

Dari hasil survei tersebut dapat terpantau langsung bahwa kekuatan dan frekuensi (kerapatan waktu) antarkejadian gempa susulan cenderung makin melemah.    
    
Selain itu, dilakukan "fact finding" untuk memvalidasi hasil analisis posisi episenter  dan prediksi sebaran tingkat guncangan gempa, serta  korelasinya terhadap tingkat kerusakan bangunan.

Hasil survei itu, katanya, diperlukan untuk memandu penanganan lanjut terhadap  kerusakan bangunan dan  proses rekonstruksi serta rehabilitasinya, terutama untuk menetapkan desain dan lokasi bangunan yang lebih tepat dan aman di kawasan rentan gempa bumi.

Dwikorita menekankan pentingnya survei dan pengukuran-pengukuran magnitudo dan percepatan tanah akibat gempa-gempa susulan tersebut agar ke depannya dapat membangun rumah, gedung, atau infrastruktur dengan sktruktur bangunan yang tepat dan lebih kokoh di daerah rentan gempa, yang akhirnya dapat mengurangi risiko kerusakan bangunan dan korban jiwa.

Selain disebabkan kekuatan (magnitudo) gempa itu sendiri, kedalaman dan jarak dari pusat gempa, juga penting untuk memperhatikan bagaimana konstruksi bangunannya.

Kondisi batuan atau geologi setempat, katanya, juga harus menjadi perhatian mengingat wilayah Indonesia rentan gempa bumi, yang dikontrol oleh tumbukan tiga lempeng tektonik aktif, yaitu lempeng Samudera Indo-Australia dari arah selatan menunjam ke Lempeng Benua Eurasia, serta tumbukan oleh Lempeng Samudera Pasifik dari arah timur ke Benua Eurasia.

Selain itu, kehadiran sesar-sesar aktif (pergeseran blok atau busur batuan penyusun kulit bumi) juga berperan memicu terjadinya gempa bumi.

"Seluruh upaya mitigasi tersebut tentunya perlu dilakukan bersama oleh berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat hingga  daerah, bahkan sampai tingkat desa, dengan melibatkan pihak swasta, akademisi, peneliti, masyarakat, dan media," katanya.

Pewarta: Desi Purnamawati

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018