Jakarta, (Antara News) - Debat calon presiden-calon wakil presiden pertama dalam rangkaian Pemilihan Umum 2019 akan digelar di Hotel Bidakara, Jakarta, pada Kamis (17/1).
Di ajang inilah pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin akan beradu gagasan dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Debat capres-cawapres diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu. Pada Pasal 23 ayat 1 disebutkan bahwa debat merupakan salah satu dari sembilan metode kampanye yang disediakan oleh KPU. Jadi, KPU menggelar debat capres sebagai bagian dari tugasnya memfasilitasi kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Bahkan, agar debat calon pemimpin negara ini bisa disaksikan masyarakat luas, dalam Peraturan KPU juga diatur bahwa debat disiarkan langsung secara nasional oleh media elektronik melalui lembaga penyiaran publik atau lembaga penyiaran swasta. Debat pertama ini akan disiarkan secara langsung oleh stasiun TVRI, RRI, Kompas TV, dan RTV. Debat pertama dari lima debat yang disiapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan dibahas materi yang berkaitan dengan hukum, hak asasi manusia, korupsi, dan terorisme.
Sesuai rencana, wartawan senior Ira Koesno dan Imam Priyono akan memandu debat ini dengan tim panelis mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, guru besar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, pakar hukum tata negara dari LIPI Bivitri Susanti, dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis.
Belakangan, atas kesepakatan pimpinan KPK, Ketua KPK Agus Rahardjo tidak akan tampil sebagai panelis untuk menjaga independensi lembaga antirasuah itu. Namun, KPK siap berkontribusi dalam penyiapan materi debat termasuk merekomendasikan materi penting terkait dengan isu korupsi.
Bocoran soal pada prinsipnya semua pihak senang ada debat capres. Melalui forum itu publik ingin mengetahui visi dan misi sekaligus kepiawaian capres-cawapres dalam menyampaikan sekaligus mempertahankan argumentasinya.
Namun, kemudian muncul keterbelahan sikap ketika KPU selaku penyelenggara debat memutuskan untuk memberi bocoran soal debat kepada masing-masing kandidat.
Kelompok yang pro menilai dengan diberikannya bocoran soal maka pasangan capres-cawapres bisa melakukan persiapan lebih baik, terutama dalam menyiapkan bahan berbentuk data statistik. Dengan demikian, menurut pendapat kelompok ini, data-data yang disampaikan dalam debat betul-betul akurat, bukan data asal-asalan.
Sementara pihak yang kontra menilai pembocoran soal sebelum debat sebagai hal konyol yang dapat mengurangi kualitas debat. Secara ekstrem kelompok ini membandingkan debat capres dengan ujian sekolah tingkat sekolah dasar (SD) yang soal-soal ujiannya tidak dibocorkan sama sekali.
Bahkan sempat ada yang "menggoreng" isu bahwa pembocoran soal debat atas permintaan salah satu pasangan capres-cawapres karena tidak siap dan takut kalah. Pro kontra pembocoran soal debat menjadi perbincangan hangat di publik bahkan cenderung panas di media sosial. KPU akhirnya mengklarifikasi bahwa pembocoran soal debat merupakan kesepakatan bersama antara KPU dan kedua tim capres-cawapres.
Komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowy mengatakan KPU dan kedua tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sepakat mengenai kisi-kisi soal untuk kandidat seminggu sebelum debat.
Menurut Pramono dengan diberikan soal sebelumnya, diharapkan gagasan yang disampaikan oleh pasangan calon bisa lebih diuraikan dengan jelas dan utuh, tidak terpotong-potong.
"Debat kandidat bukanlah acara kuis atau reality show yang penuh tebak-tebakan. Karena bukan itu substansinya. Toh, yang lebih dibutuhkan pemilih adalah gagasannya, visi-misinya. Bukan show-nya," kata Pramono.
Pertanyaan dalam debat calon presiden dan wakil presiden akan memiliki dua model yaitu tertutup dan terbuka sehingga tetap terbuka peluang terjadi adu gagasan sekaligus mempertahankan gagasannya.
Ketua KPU Arief Budiman pun menjamin debat capres akan berlangsung seru dan bermutu meski mekanisme debat kali ini berbeda dengan debat pada pemilu sebelumnya. "Akan lebih terasa alur debatnya," kata Arief.
Ia menuturkan bahwa debat dibagi dalam enam segmen. Debat akan dirasakan pada segmen dua hingga lima. Segmen pertama pemaparan visi misi, sedangkan segmen terakhir untuk pernyataan penutup.
Masalah baru
Klarifikasi KPU atas pembocoran soal debat memang bisa meredakan pro kontra terutama "perang kata-kata" di antara pendukung capres-cawapres. Namun, persoalan baru muncul dan kembali menghangatkan suasana. Persoalan baru itu adalah pembatasan pertanyaan pada kasus tertentu saat sesi debat terbuka.
Pembatasan pertanyaan itu pun merupakan kesepakatan antara KPU dan timses kedua pasangan calon, terutama terkait kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kasus korupsi.
Pakar Hukum dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) FH Universitas Andalas Feri Amsari, menilai kesepakatan membatasi pertanyaan untuk kasus spesifik dalam segmen terbuka hanya akan menimbulkan kecurigaan publik.
"Masyarakat malah akan curiga, jangan-jangan kasus itu memang melibatkan atau kegagalan pasangan calon dalam mengatasi kasus-kasus tersebut," kata Feri.
Aktivis HAM Usman Hamid bahkan menyebut kesepakatan untuk membatasi pembahasan kasus hak asasi manusia (HAM) dalam debat capres menjadikan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 tidak lagi relevan.
"Melalui kesepakatan ini kedua pasangan calon memperlihatkan ketidaksiapan dalam memecahkan masalah bangsa ini terutama HAM," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia itu.
Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferry Mursyidan Baldan juga lebih senang tidak ada pembatasan pertanyaan sepanjang masih dalam koridor tema yang diangkat. Menurut dia, dengan tidak dibatasi maka debat akan mengalir dan jelas terlihat kualitas masing-masing calon.
"Calon pemimpin negara tidak boleh takut dengan pertanyaan, tugas presiden jauh lebih besar dari itu," katanya.
Lantas, dengan pembocoran soal dan pembatasan pertanyaan, akankah debat capres masih menarik?
Mari kita lihat definisi debat. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan debat sebagai pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Mengacu pada definisi itu, penekanan debat adalah pada pertukaran pendapat dan bagaimana mempertahankan pendapat.
Dalam debat capres ini pendapat dimaksud termasuk visi misi calon. Apalagi, oleh KPU debat capres ini dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengampanyekan program masing-masing capres-cawapres. Artinya, debat capres merupakan kesempatan bagi capres-cawapres untuk memaparkan programnya dan meyakinkan publik bahwa programnya itu teruji.
Untuk itu, seperti dikatakan pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Yusa Djuyandi, kedua pasangan capres-cawapres hendaknya menyampaikan hal-hal yang konkret, mempelajari masalah bangsa yang sampai saat ini belum terselesaikan dan menyampaikan solusi konkret yang ditawarkan.
"Masyarakat harus tahu seperti apa kemampuan mengenali masalah dan solusinya dari setiap pasangan calon," ujar Yusa.
Pada akhirnya, debat capres bukan reality show, bukan pertunjukan yang mengejar rating, bukan pula ajang mempermalukan calon pemimpin negara ini, melainkan ajang untuk mencerdaskan rakyat.
Debat capres akan tetap menarik karena yang terlibat adalah para calon presiden dan wakil presiden, putra-putra terbaik bangsa ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
Di ajang inilah pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin akan beradu gagasan dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Debat capres-cawapres diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu. Pada Pasal 23 ayat 1 disebutkan bahwa debat merupakan salah satu dari sembilan metode kampanye yang disediakan oleh KPU. Jadi, KPU menggelar debat capres sebagai bagian dari tugasnya memfasilitasi kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Bahkan, agar debat calon pemimpin negara ini bisa disaksikan masyarakat luas, dalam Peraturan KPU juga diatur bahwa debat disiarkan langsung secara nasional oleh media elektronik melalui lembaga penyiaran publik atau lembaga penyiaran swasta. Debat pertama ini akan disiarkan secara langsung oleh stasiun TVRI, RRI, Kompas TV, dan RTV. Debat pertama dari lima debat yang disiapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan dibahas materi yang berkaitan dengan hukum, hak asasi manusia, korupsi, dan terorisme.
Sesuai rencana, wartawan senior Ira Koesno dan Imam Priyono akan memandu debat ini dengan tim panelis mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, guru besar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, pakar hukum tata negara dari LIPI Bivitri Susanti, dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis.
Belakangan, atas kesepakatan pimpinan KPK, Ketua KPK Agus Rahardjo tidak akan tampil sebagai panelis untuk menjaga independensi lembaga antirasuah itu. Namun, KPK siap berkontribusi dalam penyiapan materi debat termasuk merekomendasikan materi penting terkait dengan isu korupsi.
Bocoran soal pada prinsipnya semua pihak senang ada debat capres. Melalui forum itu publik ingin mengetahui visi dan misi sekaligus kepiawaian capres-cawapres dalam menyampaikan sekaligus mempertahankan argumentasinya.
Namun, kemudian muncul keterbelahan sikap ketika KPU selaku penyelenggara debat memutuskan untuk memberi bocoran soal debat kepada masing-masing kandidat.
Kelompok yang pro menilai dengan diberikannya bocoran soal maka pasangan capres-cawapres bisa melakukan persiapan lebih baik, terutama dalam menyiapkan bahan berbentuk data statistik. Dengan demikian, menurut pendapat kelompok ini, data-data yang disampaikan dalam debat betul-betul akurat, bukan data asal-asalan.
Sementara pihak yang kontra menilai pembocoran soal sebelum debat sebagai hal konyol yang dapat mengurangi kualitas debat. Secara ekstrem kelompok ini membandingkan debat capres dengan ujian sekolah tingkat sekolah dasar (SD) yang soal-soal ujiannya tidak dibocorkan sama sekali.
Bahkan sempat ada yang "menggoreng" isu bahwa pembocoran soal debat atas permintaan salah satu pasangan capres-cawapres karena tidak siap dan takut kalah. Pro kontra pembocoran soal debat menjadi perbincangan hangat di publik bahkan cenderung panas di media sosial. KPU akhirnya mengklarifikasi bahwa pembocoran soal debat merupakan kesepakatan bersama antara KPU dan kedua tim capres-cawapres.
Komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowy mengatakan KPU dan kedua tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sepakat mengenai kisi-kisi soal untuk kandidat seminggu sebelum debat.
Menurut Pramono dengan diberikan soal sebelumnya, diharapkan gagasan yang disampaikan oleh pasangan calon bisa lebih diuraikan dengan jelas dan utuh, tidak terpotong-potong.
"Debat kandidat bukanlah acara kuis atau reality show yang penuh tebak-tebakan. Karena bukan itu substansinya. Toh, yang lebih dibutuhkan pemilih adalah gagasannya, visi-misinya. Bukan show-nya," kata Pramono.
Pertanyaan dalam debat calon presiden dan wakil presiden akan memiliki dua model yaitu tertutup dan terbuka sehingga tetap terbuka peluang terjadi adu gagasan sekaligus mempertahankan gagasannya.
Ketua KPU Arief Budiman pun menjamin debat capres akan berlangsung seru dan bermutu meski mekanisme debat kali ini berbeda dengan debat pada pemilu sebelumnya. "Akan lebih terasa alur debatnya," kata Arief.
Ia menuturkan bahwa debat dibagi dalam enam segmen. Debat akan dirasakan pada segmen dua hingga lima. Segmen pertama pemaparan visi misi, sedangkan segmen terakhir untuk pernyataan penutup.
Masalah baru
Klarifikasi KPU atas pembocoran soal debat memang bisa meredakan pro kontra terutama "perang kata-kata" di antara pendukung capres-cawapres. Namun, persoalan baru muncul dan kembali menghangatkan suasana. Persoalan baru itu adalah pembatasan pertanyaan pada kasus tertentu saat sesi debat terbuka.
Pembatasan pertanyaan itu pun merupakan kesepakatan antara KPU dan timses kedua pasangan calon, terutama terkait kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kasus korupsi.
Pakar Hukum dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) FH Universitas Andalas Feri Amsari, menilai kesepakatan membatasi pertanyaan untuk kasus spesifik dalam segmen terbuka hanya akan menimbulkan kecurigaan publik.
"Masyarakat malah akan curiga, jangan-jangan kasus itu memang melibatkan atau kegagalan pasangan calon dalam mengatasi kasus-kasus tersebut," kata Feri.
Aktivis HAM Usman Hamid bahkan menyebut kesepakatan untuk membatasi pembahasan kasus hak asasi manusia (HAM) dalam debat capres menjadikan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 tidak lagi relevan.
"Melalui kesepakatan ini kedua pasangan calon memperlihatkan ketidaksiapan dalam memecahkan masalah bangsa ini terutama HAM," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia itu.
Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferry Mursyidan Baldan juga lebih senang tidak ada pembatasan pertanyaan sepanjang masih dalam koridor tema yang diangkat. Menurut dia, dengan tidak dibatasi maka debat akan mengalir dan jelas terlihat kualitas masing-masing calon.
"Calon pemimpin negara tidak boleh takut dengan pertanyaan, tugas presiden jauh lebih besar dari itu," katanya.
Lantas, dengan pembocoran soal dan pembatasan pertanyaan, akankah debat capres masih menarik?
Mari kita lihat definisi debat. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan debat sebagai pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Mengacu pada definisi itu, penekanan debat adalah pada pertukaran pendapat dan bagaimana mempertahankan pendapat.
Dalam debat capres ini pendapat dimaksud termasuk visi misi calon. Apalagi, oleh KPU debat capres ini dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengampanyekan program masing-masing capres-cawapres. Artinya, debat capres merupakan kesempatan bagi capres-cawapres untuk memaparkan programnya dan meyakinkan publik bahwa programnya itu teruji.
Untuk itu, seperti dikatakan pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Yusa Djuyandi, kedua pasangan capres-cawapres hendaknya menyampaikan hal-hal yang konkret, mempelajari masalah bangsa yang sampai saat ini belum terselesaikan dan menyampaikan solusi konkret yang ditawarkan.
"Masyarakat harus tahu seperti apa kemampuan mengenali masalah dan solusinya dari setiap pasangan calon," ujar Yusa.
Pada akhirnya, debat capres bukan reality show, bukan pertunjukan yang mengejar rating, bukan pula ajang mempermalukan calon pemimpin negara ini, melainkan ajang untuk mencerdaskan rakyat.
Debat capres akan tetap menarik karena yang terlibat adalah para calon presiden dan wakil presiden, putra-putra terbaik bangsa ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019