Gorontalo, (ANTARA GORONTALO) - Tim peneliti dari Wetland International Indonesia Program, menemukan adanya lahan gambut yang terletak di Cagar Alam Tanjung Panjang, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo.
Lahan gambut yang berperan penting dalam perubahan iklim itu terletak di hutan mangrove yang terdapat di kawasan Teluk Tomini.
"Mengingat mangrove yang tumbuh di lahan gambut seperti di Tanjung Panjang ini sangat jarang dijumpai, maka ekosistemnya tergolong sangat unik, sehingga sangat penting untuk dilindungi dan di restorasi," kata salah seorang peneliti, Iwan Tri Yoyok Wibisono kepada ANTARA, Jumat.
Peneliti berhasil mengambil beberapa titik koordinat dan mengukur ketebalan gambut secara sederhana.
Dari observasi dan pengukuran tersebut, tim menduga bahwa gambut berada di dua sungai yang kedalaman di bagian tengahnya lebih dari satu meter.
"Namun demikian, hal ini masih menjadi analisis awal kami karena hanya berdasarkan pengukuran terbatas dan observasi singkat," imbuhnya.
Untuk mengetahui sebaran dan luas gambut di Tanjung Panjang, tim masih akan melakukan kajian khusus, di mana pengukuran ketebalan gambut harus dilakukan di banyak titik.
Ia menjelaskan bahwa gambut memiliki stok karbon yang jauh lebih besar dari tanah kering.
Semakin tebal gambut, kata dia, maka cadangan karbonnya akan semakin tinggi.
"Bila kondisi gambut bagus, ini akan berfungsi untuk menimbun karbon. Namun bila airnya dikuras atau terbakar maka karbon yang akan tersimpan dalam gambut akan terlepas ke udara sebagai emisi Gasa Rumah Kaca (CO2)," lanjutnya.
Menurutnya, gambut yang ada di Tanjung Panjang telah mengalami pengurasan air dengan adanya kanal-kanal yang dibuat masyarakat setempat.
Kanal tersebut akan mengakibatkan air di lahan gambut akan turun sehingga lapisan gambut (terutama di bagian atas) akan kering.
Kondisi tersebut yang menyebabkan lahan gambut menjadi rawan terbakar.
Kalaupun tidak terbakar maka lapisan gambut yang atas tersebut akan melepaskan emisi gas rumah kaca, karena bahan organik terekspos secara langsung oleh oksigen.
"Dari kunjungan lapangan, kita juga melihat adanya aktifitas penebangan liar yang dilakukan di areal yang masih berhutan. Ini tentunya menjadi kendala dan tantangan tersendiri yang dihadapi," tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2014
Lahan gambut yang berperan penting dalam perubahan iklim itu terletak di hutan mangrove yang terdapat di kawasan Teluk Tomini.
"Mengingat mangrove yang tumbuh di lahan gambut seperti di Tanjung Panjang ini sangat jarang dijumpai, maka ekosistemnya tergolong sangat unik, sehingga sangat penting untuk dilindungi dan di restorasi," kata salah seorang peneliti, Iwan Tri Yoyok Wibisono kepada ANTARA, Jumat.
Peneliti berhasil mengambil beberapa titik koordinat dan mengukur ketebalan gambut secara sederhana.
Dari observasi dan pengukuran tersebut, tim menduga bahwa gambut berada di dua sungai yang kedalaman di bagian tengahnya lebih dari satu meter.
"Namun demikian, hal ini masih menjadi analisis awal kami karena hanya berdasarkan pengukuran terbatas dan observasi singkat," imbuhnya.
Untuk mengetahui sebaran dan luas gambut di Tanjung Panjang, tim masih akan melakukan kajian khusus, di mana pengukuran ketebalan gambut harus dilakukan di banyak titik.
Ia menjelaskan bahwa gambut memiliki stok karbon yang jauh lebih besar dari tanah kering.
Semakin tebal gambut, kata dia, maka cadangan karbonnya akan semakin tinggi.
"Bila kondisi gambut bagus, ini akan berfungsi untuk menimbun karbon. Namun bila airnya dikuras atau terbakar maka karbon yang akan tersimpan dalam gambut akan terlepas ke udara sebagai emisi Gasa Rumah Kaca (CO2)," lanjutnya.
Menurutnya, gambut yang ada di Tanjung Panjang telah mengalami pengurasan air dengan adanya kanal-kanal yang dibuat masyarakat setempat.
Kanal tersebut akan mengakibatkan air di lahan gambut akan turun sehingga lapisan gambut (terutama di bagian atas) akan kering.
Kondisi tersebut yang menyebabkan lahan gambut menjadi rawan terbakar.
Kalaupun tidak terbakar maka lapisan gambut yang atas tersebut akan melepaskan emisi gas rumah kaca, karena bahan organik terekspos secara langsung oleh oksigen.
"Dari kunjungan lapangan, kita juga melihat adanya aktifitas penebangan liar yang dilakukan di areal yang masih berhutan. Ini tentunya menjadi kendala dan tantangan tersendiri yang dihadapi," tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2014