Jakarta (Antaranews Gorontalo) - Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyebut kebijakan bagasi berbayar maskapai berbiaya murah (low cost carrier/LCC) di Tanah Air sangat berpotensi menurunkan kinerja sektor pariwisata.
"Sudah pasti akan menurunkan pariwisata, jadi simpel itu, 'price elasticity', jadi harga naik demand turun sudah pasti itu," kata Arief Yahya di Jakarta, Rabu.
Ia mengaku sedih dengan kebijakan pencabutan bagasi gratis sejumlah maskapai penerbangan berbiaya rendah itu.
Pariwisata menjadi sektor yang terkena dampak langsung dari kebijakan tersebut. "Apakah kita mau enggak menanggung itu, kalau mau menanggung teruskan," katanya.
Permasalahan ini perlu menjadi perhatian sebab penurunan penggunaan layanan pesawat relatif drastis dalam beberapa waktu terakhir sejak rencana kebijakan tersebut bergulir.
"Karena penurunannya relatif drastis ada problem kemarin, misalnya dari Riau turun 40 persen seperti itu. Jadi harusnya ini dimengerti," katanya.
Arief mengusulkan kebijakan pencabutan bagasi gratis LCC tersebut tidak dilakukan secara tergesa-gesa atau mendadak.
"Usulan saya kalau mau naik atau berbayar pun tidak tergesa-gesa, tidak ujug-ujug naik sekian persen, karena elasticity," katanya.
Penurunan pengguna layanan pesawat, sebetulnya juga akan berdampak langsung pada maskapai.
"Itu risikonya di dia (maskapai) juga pasti demandnya akan turun," katanya.
Namun apapun bentuknya, kebijakan tersebut akan memukul sektor pariwisata karena sampai saat ini tercatat tingkat pengeluaran seseorang paling besar saat berwisata adalah dari unsur transportasi udara.
Tercatat spending atau pengeluaran wisatawan untuk belanja transportasi sekitar 30-40 persen dari total pengeluarannya dalam bebergian.
"Unsur spending orang 30-40 persen ada di transportasi jadi kalau itu naik 100 persen, kalau dari 100 yang semula bisa hanya 80 persen maka batallah orang itu," katanya.
Meski begitu, Menpar mengaku tidak akan mengoreksi target kunjungan wisatawan tahun ini karena kebijakan tersebut.
"Apa berani saya koreksi target," katanya.
Tercatat ketentuan layanan bagasi sebelumnya telah tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 185 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Dalam Pasal 22 butir C, maskapai dengan pelayanan no frilss (standar minimum) atau LCC bisa mengenakan biaya untuk pengakutan bagasi tercatat.
Misalnya saja maskapai Citilink mengumumkan pengenaan tarif pada bagasi tercatat mulai 8 Februari 2019 yang tarifnya diterapkan secara bervariasi mulai dari Rp9 ribu hingga Rp35 ribu perkilogram.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
"Sudah pasti akan menurunkan pariwisata, jadi simpel itu, 'price elasticity', jadi harga naik demand turun sudah pasti itu," kata Arief Yahya di Jakarta, Rabu.
Ia mengaku sedih dengan kebijakan pencabutan bagasi gratis sejumlah maskapai penerbangan berbiaya rendah itu.
Pariwisata menjadi sektor yang terkena dampak langsung dari kebijakan tersebut. "Apakah kita mau enggak menanggung itu, kalau mau menanggung teruskan," katanya.
Permasalahan ini perlu menjadi perhatian sebab penurunan penggunaan layanan pesawat relatif drastis dalam beberapa waktu terakhir sejak rencana kebijakan tersebut bergulir.
"Karena penurunannya relatif drastis ada problem kemarin, misalnya dari Riau turun 40 persen seperti itu. Jadi harusnya ini dimengerti," katanya.
Arief mengusulkan kebijakan pencabutan bagasi gratis LCC tersebut tidak dilakukan secara tergesa-gesa atau mendadak.
"Usulan saya kalau mau naik atau berbayar pun tidak tergesa-gesa, tidak ujug-ujug naik sekian persen, karena elasticity," katanya.
Penurunan pengguna layanan pesawat, sebetulnya juga akan berdampak langsung pada maskapai.
"Itu risikonya di dia (maskapai) juga pasti demandnya akan turun," katanya.
Namun apapun bentuknya, kebijakan tersebut akan memukul sektor pariwisata karena sampai saat ini tercatat tingkat pengeluaran seseorang paling besar saat berwisata adalah dari unsur transportasi udara.
Tercatat spending atau pengeluaran wisatawan untuk belanja transportasi sekitar 30-40 persen dari total pengeluarannya dalam bebergian.
"Unsur spending orang 30-40 persen ada di transportasi jadi kalau itu naik 100 persen, kalau dari 100 yang semula bisa hanya 80 persen maka batallah orang itu," katanya.
Meski begitu, Menpar mengaku tidak akan mengoreksi target kunjungan wisatawan tahun ini karena kebijakan tersebut.
"Apa berani saya koreksi target," katanya.
Tercatat ketentuan layanan bagasi sebelumnya telah tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 185 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Dalam Pasal 22 butir C, maskapai dengan pelayanan no frilss (standar minimum) atau LCC bisa mengenakan biaya untuk pengakutan bagasi tercatat.
Misalnya saja maskapai Citilink mengumumkan pengenaan tarif pada bagasi tercatat mulai 8 Februari 2019 yang tarifnya diterapkan secara bervariasi mulai dari Rp9 ribu hingga Rp35 ribu perkilogram.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019