Berlin (ANTARA GORONTALO) - Seorang petugas medis PBB yang terjangkit virus
Ebola saat bekerja di Liberia dilaporkan meninggal di rumah sakit Jerman
tempat ia dirawat, menurut keterangan dari klinik di Leipzig, Selasa.
"Pasien tersebut menderita demam Ebola yang kemudian meninggal saat di rawat di Klinik St. Georg Klinik di Leipzig.
Meskipun pasien tersebut telah menjalani tindakan medis secara intensif dan upaya maksimal oleh tim medis, petugas medik PBB yang berusia 56 tahun itu akhirnya meninggal karena penyakit menular mematikan tersebut," tambah keterangan tersebut.
Petugas medis, yang namanya masih belum bisa didapatkan, tiba minggu lalu dan dinyatakan sebagai pasien Ebola ketiga yang dirawat di Jerman.
Menurut data PBB yang disiarkan pada 8 Oktober, lebih dari 8.000 orang diduga telah terinfeksi, dan lebih dari 3.300 orang telah meninggal sejak wabah Ebola dikonfirmasi pada Maret 2014.
Penyakit tersebut pertama kali muncul di Afrika Barat, lalu beberapa kasus juga dikonfirmasi di Amerika Serikat.
Virus itu ditularkan melalui kontak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi. Sejauh ini, tak ada obat atau vaksin yang disetujui untuk penyakit tersebut.
Tanda awal penyakit mematikan tersebut meliputi demam, sakit kepala, muntah, dan diare, demikian Reuters melaporkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2014
"Pasien tersebut menderita demam Ebola yang kemudian meninggal saat di rawat di Klinik St. Georg Klinik di Leipzig.
Meskipun pasien tersebut telah menjalani tindakan medis secara intensif dan upaya maksimal oleh tim medis, petugas medik PBB yang berusia 56 tahun itu akhirnya meninggal karena penyakit menular mematikan tersebut," tambah keterangan tersebut.
Petugas medis, yang namanya masih belum bisa didapatkan, tiba minggu lalu dan dinyatakan sebagai pasien Ebola ketiga yang dirawat di Jerman.
Menurut data PBB yang disiarkan pada 8 Oktober, lebih dari 8.000 orang diduga telah terinfeksi, dan lebih dari 3.300 orang telah meninggal sejak wabah Ebola dikonfirmasi pada Maret 2014.
Penyakit tersebut pertama kali muncul di Afrika Barat, lalu beberapa kasus juga dikonfirmasi di Amerika Serikat.
Virus itu ditularkan melalui kontak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi. Sejauh ini, tak ada obat atau vaksin yang disetujui untuk penyakit tersebut.
Tanda awal penyakit mematikan tersebut meliputi demam, sakit kepala, muntah, dan diare, demikian Reuters melaporkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2014