Ismailiyah, Mesir (ANTARA GORONTALO) - "Semuanya berawal dengan granat yang
dilemparkan dari jendela, lalu gerilyawan bertopeng bergegas memasuki
masjid, menghujani kami dengan peluru, sehingga orang yang meninggal
bergeletakan di mana-mana," kata Mohamed Ali.
Ia menggambarkan serangan yang terjadi pada Jumat (24/11) terhadap
satu masjid sehingga menewaskan lebih dari 300 orang di Provinsi Sinai
Utara di Mesir.
Itu adalah kejadian yang sangat mengerikan, kaa lelaki yang berusia
38 tahun tersebut --yang kakinya diterjang dua peluru. Ia sekarang
menjalani perawatan medis untuk pemulihan di Provinsi Ismailiyah di
dekat Terusan Suez di sebelah barat-daya Sinai Utara, yang dilanda
teror.
Ali, ayah empat anak yang bekerja sebagai pramuniaga di satu toko
kelomtong di Desa Ar-Rawda, tempat serangan terjadi, mengatakan kepada
Xinhua ia masih tak percaya bahwa ia selamat dari "pembantaian keji
tersebut".
Sejumlah orang menyerang masjid itu beberapa menit setelah khotib
memulai khutbahnya, kata Ali, dengan suara rendah saat ia berjuang
melawan rasa sakitnya.
Tudingan terarah kepada kelompok gerilyawan yang berpusat di Sinai
dan setia kepada ISIS, yang telah mengaku bertanggung jawab atas banyak
operasi teror di Mesir selama beberapa tahun belakangan. Kelompok yang
setia kepada ISIS saat ini menghadapi penindasan luas di Suriah dan
Irak.
Itu adalah untuk pertama kali masjid dijadikan sasaran serangan oleh
gerilyawan di Mesir. Namun, puluhan pemeluk agama selain Islam telah
tewas dalam serangan serupa di seluruh Mesir.
Provinsi Sinai Utara, yang kebanyakan adalah daerah gurun dan
berbatasan dengan Israel serta Wilayah Palestina, Jalur Gaza, telah
mengalami gelombang serangan anti-keamanan yang menewaskan ratusan
polisi dan prajurit militer sejak militer menggulingkan presiden Mohamed
Moursi dari kubu Islam pada 2013, sebagai reaksi atas protes massal
terhadap kekuasaannya.
"Pelaku teror melemparkan bom dari jendela dan pintu masjid, dan
mengepung kami di dalam serta mulai melepaskan tembakan secara
membabi-buta," kata Ali, sebagaimana dikutip Xinhua. Ia menambahkan,
"Mayat dan orang yang beribadah dan cedera tergeletak tak bergerak,
sementara darah berceceran di seluruh masjid."
Ali mengatakan ia mengunakan kursi di barisan depan dan sedang
shalat di dekat ruang imam, lalu kursi itu ia gunakan sebagai tameng
dari hujan peluru para penyerang.
"Mimbar tak mencegah saya cedera karena terkena dua peluru, tapi setidaknya itu menyelamatkan nyawa saya," kata Ali.
Ketika sebagian orang yang beribadah berusaha keluar masjid, ia
menambahkan, beberapa orang bertopeng mengakhiri hidup mereka dengan
berondongan peluru dari senapan mesin mereka.
"Suasananya mengerikan dan kacau ... mereka tak memperlihatkan belas
kasihan, itu adalah pembantaian manusia," kata Ali, sementara air mata
mengalir di pipinya, yang pucat. "Tiga saudara dari permukiman saya
meninggal dalam perbuatan berdarah dingin."
Pada Sabtu (25/11), jaksa agung Mesir mengumumkan jumlah jiwa akibat
serangan di masjid di Sinai naik jadi 305, termasuk 27 anak kecil, dan
128 orang lagi cedera.
Dalam kesempatan lain, juru bicara militer Mesir mengatakan jet
Angkatan Udara menghantam sejumlah kendaraan yang berisi pelaku teror
yang terlibat dalam serangan mematikan tersebut.
Selain itu, Angkatan Udara Mesir menyerang sejumlah tempat
persembunyian yang berisi senjata dan amunisi milik gerilyawan fanatik,
tambah juru bicara tersebut.
Serangan udara itu dilancarkan beberapa jam setelah Presiden Mesir
Abdel-Fattah As-Sisi berikrar akan membalas dengan keras pelaku teror
yang melakukan serangan tersebut.
Penyintas kenang kejadian mengerikan dalam serangan di Sinai, Mesir
Selasa, 28 November 2017 11:56 WIB