Malang (ANTARA GORONTALO) - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza
Mahendra meminta semua pihak untuk bersikap objektif dan tidak terjebak
pada fakta yang dibangun dari opini terkait kasus yang sedang dihadapi
Ketua DPR Setya Novanto.
"Semua pihak harus bersikap objektif dengan mengumpulkan
bukti-bukti hukum dan jangan sampai terjebak pada fakta yang dibangun
dari opini. Pengadilan bagi Setya Novanto pun juga dalam konteks hukum
kode etik di Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI," kata Yusri kepada
wartawan sebelum membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PBB di
Malang, Jawa Timur, Rabu malam.
Jika MKD punya cukup bukti, lanjutnya, silahkan Ketua DPR RI itu
diadili, namun kalau tidak punya bukti, katakan tidak. Sebab, fakta
hukum harus didalami dari bukti-bukti hukum yang ada dan sah, bukan
hasil bentukan opini, apalagi dari media.
Ia mengaku PBB tidak mengambil sikap dalam hal ini, namun berharap
agar kasus ini diselesaikan secara objektif. "Karena kami tidak memiliki
wakil di parlemen, jadi kami hanya berharap kepada MKD agar masalah itu
diselesaikan secara adil," katanya.
Sebagai lembaga yang fokus pada kode etik, MKD juga diimbau agar
fokus penyelesaian masalah ini dengan kacamata pelanggaran etika. Namun,
ketika ada permasalahan hukum harus diserahkan kepada yang berwajib,
sebab MKD bukan seperti KY yang bisa mengadili etika sekaligus memberi
rekomendasi soal sanksi.
"Jika yang dilakukan Setya Novanto ada bukti, silahkan diadili
secara etik dan kami (PBB) tidak akan memberi justifikasi apakah benar
atau salah," ucapnya.
Menyinggung polemik mengenai perpanjangan kontrak karya PT Freeport
di Papua, Yusril menyarankan kepada pemerintah agar memperhatikan tiga
hal pokok jika akan meneruskan kerja sama dengan perusahaan asal Amerika
itu.
Pertama, katanya, pemerintah harus tegas agar negara lebih
diuntungkan dengan kontrak itu, baik secara ekonomis, sosiologis maupun
politis. Kedua, pemerintah juga harus berkomitmen kepada AS agar
kedaulatan NKRI bisa tetap terjaga dengan menjadikan Papua bagian dari
negara ini dan ketiga, membuka kesempatan kerja dalam negeri yang luas,
khususnya bagi warga masyarakat Papua agar dari aspek sosial ekonomi,
masyarakat sekitar bisa terpenuhi.
Yusril menegaskan PBB sendiri tidak pernah anti terhadap perusahaan
asing yang akan berinvestasi, namun harus tetap berpedoman pada tiga
hal prinsip itu. Pemerintah harus betul-betul mempertimbangkan untung
ruginya dalam masalah Freeport ini.
Yusril mengingatkan ketika Presiden Soekarno membuka konsesi dengan
PT Freeport di Indonesia, tujuannya untuk mengusir Belanda dari Tanah
Air dan hal itu tidak pernah diungkap secara tertulis, namun bisa
dimaknai secara kontekstual. "Inilah yang harus ditangkap Presiden kita
saat ini," ujarnya.
Yusril: jangan terjebak fakta dari opini
Rabu, 25 November 2015 23:33 WIB