Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Komis VIII DPR akhirnya sepakat mengajukan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang
perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dibahas dalam sidang paripurna.
Kendati begitu, menyoal
aturan turunan Perppu semisal eksekutor kebiri, pemerintah perlu segera
mencari jalan keluarnya sembari tetap berkoordinasi dengan DPR. Hal ini
mengingat penolakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjadi eksekutor
kebiri.
"Secara umum, substansinya, pokok-pokoknya sudah memenuhi
aspek legalitas meski dalam pembahasannya, anggota dewan memberi
pandangan agar peraturan turunan sesuai hirarki perundang-undangan
sesuai aspek sosiobiologis historis," ujar Ketua Komisi VIII DPR, Ali
Taher Parasong, seusai Rapat Koordinasi dengan pihak Pemerintah di
Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa.
"Misalnya kebiri, IDI kan menyatakan tidak akan menjadi eksekutor. Tetapi negara perlu kepastian karena harus ada eksekutor.
Setelah diundangkan, kita harap koordinasi di pemerintah akan membicarakan aspek turunan," imbuh dia.
Ali
mengatakan, melalui rapat di Badan Musyawarah akan diputuskan Perppu
Perlindungan Anak akan diajukan di pada masa sidang paripurna saat ini
atau mendatang.
"Setelah rapat pengesahan ini, kita akan rapat di
Badan Musyawarah (Bamus) untuk mengagendakan kapan penetapan apakah di
sidang paripurna sekarang atau di paripurna masa sidang yang akan
datang," kata Ali.
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang
Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan
seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun
penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Di dalamnya juga mengatur
tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas pelaku
ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Eksekutor kebiri belum ditentukan
Selasa, 26 Juli 2016 17:40 WIB