Gorontalo, (ANTARA GORONTALO) - Bencana banjir yang terjadi di tiga kabupaten dan satu kota se-Provinsi Gorontalo, 14-15 Mei 2013, meninggalkan keprihatinan mendalam. Berbagai fasilitas publik dan rumah penduduk rusak akibat bencana alam tersebut.
Daerah-daerah yang mengalami musibah tersebut di antaranya Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Gorontalo Utara dan Kota Gorontalo.
Siapa yang bisa disalahkan dengan persoalan ini? Sebagian besar manusia tetap melampiaskan musibah ini ke alam, akibat tingginya intensitas hujan di daerah itu.
Tetapi tidak sedikit pula yang menyalahkan manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab, akibat aksi dan tindakan mereka merusak lingkungan. Kegiatan membabat hutan, penambangan liar hingga tidak adanya kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya, menjadi bahan persoalan di saat banjir tersebut telah terjadi.
Tanggal 14 dan 15 Mei 2013, memang tidak bisa dilupakan masyarakat di daerah itu. Di saat warga yang masih terlelap tidur, tiba-tiba sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) besar di daerah itu, seperti Sungai Bulango, Sungai Bone dan Sungai Tapa, mendadak meluap.
Ketidakmampuan lagi sejumlah tanggul untuk membendung kuatnya deras air sungai di wilayah itu, membuat beberapa di antaranya jebol sehingga air masuk ke permukiman warga.
Dari data yang diterima dari pemerintah daerah setempat, kerugian terbesar adalah rusaknya sejumlah permukiman warga karena diterjang banjir.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bone Bolango harus mengungsikan sebanyak 331 warga Desa Buata dan Tanah Putih Kecamatan Bulango, saat banjir bandang menerjang wilayah itu.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bone Bolango, Hasan Limonu, mengatakan, curah hujan yang terus mengguyur seluruh wilayah di Provinsi Gorontalo, mengakibatkan dua sungai besar, yakni Sungai Bone dan Sungai Bulango meluap.
Akibat banjir bandang, di Desa Buata tercatat empat rumah rusak berat dan 28 lainnya mengalami rusak ringan, dan 32 kepala keluarga atau 169 jiwa diungsikan.
Di Desa Tanah Putih banjir yang disertai material sungai menyebabkan dua rumah rusak, 40 rumah rusak ringan dan 42 kepala keluarga atau 162 jiwa diungsikan.
Pemkab Bone Bolango mencatat kerugian sementara akibat banjir di daerah itu sekitar Rp1,4 miliar.
Limonu mengatakan, taksiran kerugian tersebut berdasarkan kalkulasi dari enam rumah rusak berat akibat banjir bandang, 581 rumah dan perkebunan seluas 53 hektare terendam, serta 451 ekor ternak hanyut.
Sementara itu, Bupati Bone Bolango Hamim Pou mengatakan banjir yang terjadi kali ini cukup parah jika dibandingkan dengan beberapa waktu sebelumnya.
"Sementara anggaran kita untuk penanggulangan bencana sangat terbatas, sehingga harus segera melapor ke pemerintah pusat terhadap persoalan ini," katanya.
Ia mengatakan, meski dengan anggaran terbatas, sejak banjir terjadi Pemkab Bone Bolango langsung fokus pada penanggulangan akibat bencana alam itu.
Fasilitas publik rusak
Tidak ketinggalan juga, sejumlah fasilitas pelayanan publik di Limboto, Kabupaten Gorontalo, terendam banjir mencapai ketinggian 30 cm hingga satu meter. Di antaranya, sarana puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) MM. Dunda Limboto, serta kawasan pertokoan dan ruas jalan utama di daerah itu. Seperti di Kelurahan Tenilo Kecamatan Limboto Barat yang ketinggian airnya mencapai satu meter.
Direktur RSUD MM.Dunda, Nuryana Alinti, mengatakan, air mulai menggenangi kawasan rumah sakit tersebut sejak Selasa sore.
Pihaknya pun berupaya mengeluarkan air dan mengamankan beberapa fasilitas penting, di antaranya ruang rawat inap yang paling banyak terendam banjir.
Sejauh ini kata Nuryana, pihak RS belum melakukan evakuasi terhadap para pasien, namun tindakan antisipatif terus dilakukan agar air tidak semakin tinggi.
Kondisi tersebut diakuinya tidak berpengaruh pada pelayanan rawat inap, meskipun para tenaga medis harus rela memberikan pelayanan dengan kaki yang terendam air.
"Kami akan terus berupaya mengeluarkan air, agar pelayanan kesehatan tetap optimal," ujar Nuryana.
Fasilitas lainnya yang digenangi air yakni Lembaga Pemasyarakatan kelas II Provinsi Gorontalo, menyebabkan beberapa ruangan penting termasuk blok tahanan ikut terendam banjir.
Hanya saja sejauh ini belum ada laporan resmi korban jiwa dari pemerintah daerah maupun masyarakat. Karena upaya mitigasi masyarakat akan ancaman bencana cukup tinggi, dengan cepat melakukan pengungsian di tempat-tempat aman.
Aktivitas warga di Kota Gorontalo juga sempat "lumpuh" akibat banjir yang menerjang daerah itu.
Sejumlah warga urung melaksanakan tugas kesehariannya sebagai PNS, pegawai BUMN, karyawan swasta dan sebagainya selama dua hari, karena harus menjaga rumah yang telah digenangi air.
"Saya tidak bisa masuk kantor lagi, karena tidak bisa meninggalkan rumah yang sudah digenangi air setinggi 30 cm," kata Adi, salah satu PNS di Kota Gorontalo.
Menurut dia, air tiba-tiba masuk ke wilayah permukimannya di Kelurahan Molosipat W, Kota Gorontalo, akibat meluapnya Sungai Bulango sejak Selasa.
"Sungai Bulango sudah tidak bisa menampung lagi arus air yang sangat deras, sehingga beberapa tanggul jebol dan masuk ke wilayah kami," ujarnya.
Sementara Arifin, salah satu karyawan swasta di pusat mall Gorontalo, juga tidak bisa melanjutkan kerja dengan kondisi bencana seperti itu.
Penggulangan yang lemah
Jaring Pengelola Sumber Daya Alam (Japesda), LSM yang bergerak di bidang lingkungan, menilai upaya dan komitmen pemerintah dalam penanggulangan banjir masih rendah.
"Bencana banjir terus berkelanjutan, namun belum ada upaya yang strategis untuk mengatasi persoalan ini," kata Dewan Pengawas Japesda, Verrianto Madjowa.
Menurut dia, banjir di Provinsi Gorontalo jangan hanya dipandang sebagai dampak dari curah hujan yang tinggi atau di atas normal.
Banjir berkelanjutan menunjukkan hilangnya kawasan hutan sebagai penyerap air, serta drainase yang buruk di permukiman dan perkotaan.
"Untuk mengurangi dampak banjir yang makin meluas ini, diperlukan pendekatan bioregion atau ekosistem," katanya.
Pendekatan bioregion ini tidak hanya ditangani pemerintah di satu wilayah, tapi lintas kabupaten dan kota yang dikoordinir oleh Pemerintah Provinsi.
Bioregion mempertimbangkan kombinasi kriteria biologis, sosial, geografis dan bukan pada geopolitis. Kawasan ini, katanya, memiliki sistem atau ekosistem yang saling berhubungan.
"Hujan di kawasan hutan di Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo akan berpengaruh di Kota Gorontalo. Aliran air Sungai Bolango bermuara di Kota Gorontalo. Begitu pula dengan Danau Limboto bila meluap, buangan air bertemu dengan Sungai Bolango terus ke muara di Pelabuhan Gorontalo," ujarnya.
Lebih lanjut ia menilai, majunya suatu peradaban bukan dilihat dari pembangunan jalan yang bagus dan kompleks pertokoan seperti mall, melainkan adanya upaya mengurangi dampak bencana.
Ia meminta pemerintah dan para pemimpin di daerah, jangan hanya menghabiskan energi untuk urusan politik, tapi harus konsentrasi untuk menciptakan daerah yang bebas dari ancaman bencana banjir berkelanjutan.
Hingga saat ini, warga masih banyak yang bertahan di tempat-tempat pengungsian dan berharap pemerintah daerah memberikan perhatian serius terhadap kondisi mereka, baik untuk kebutuhan pangan, kesehatan dan sebagainya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2013
Daerah-daerah yang mengalami musibah tersebut di antaranya Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Gorontalo Utara dan Kota Gorontalo.
Siapa yang bisa disalahkan dengan persoalan ini? Sebagian besar manusia tetap melampiaskan musibah ini ke alam, akibat tingginya intensitas hujan di daerah itu.
Tetapi tidak sedikit pula yang menyalahkan manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab, akibat aksi dan tindakan mereka merusak lingkungan. Kegiatan membabat hutan, penambangan liar hingga tidak adanya kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya, menjadi bahan persoalan di saat banjir tersebut telah terjadi.
Tanggal 14 dan 15 Mei 2013, memang tidak bisa dilupakan masyarakat di daerah itu. Di saat warga yang masih terlelap tidur, tiba-tiba sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) besar di daerah itu, seperti Sungai Bulango, Sungai Bone dan Sungai Tapa, mendadak meluap.
Ketidakmampuan lagi sejumlah tanggul untuk membendung kuatnya deras air sungai di wilayah itu, membuat beberapa di antaranya jebol sehingga air masuk ke permukiman warga.
Dari data yang diterima dari pemerintah daerah setempat, kerugian terbesar adalah rusaknya sejumlah permukiman warga karena diterjang banjir.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bone Bolango harus mengungsikan sebanyak 331 warga Desa Buata dan Tanah Putih Kecamatan Bulango, saat banjir bandang menerjang wilayah itu.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bone Bolango, Hasan Limonu, mengatakan, curah hujan yang terus mengguyur seluruh wilayah di Provinsi Gorontalo, mengakibatkan dua sungai besar, yakni Sungai Bone dan Sungai Bulango meluap.
Akibat banjir bandang, di Desa Buata tercatat empat rumah rusak berat dan 28 lainnya mengalami rusak ringan, dan 32 kepala keluarga atau 169 jiwa diungsikan.
Di Desa Tanah Putih banjir yang disertai material sungai menyebabkan dua rumah rusak, 40 rumah rusak ringan dan 42 kepala keluarga atau 162 jiwa diungsikan.
Pemkab Bone Bolango mencatat kerugian sementara akibat banjir di daerah itu sekitar Rp1,4 miliar.
Limonu mengatakan, taksiran kerugian tersebut berdasarkan kalkulasi dari enam rumah rusak berat akibat banjir bandang, 581 rumah dan perkebunan seluas 53 hektare terendam, serta 451 ekor ternak hanyut.
Sementara itu, Bupati Bone Bolango Hamim Pou mengatakan banjir yang terjadi kali ini cukup parah jika dibandingkan dengan beberapa waktu sebelumnya.
"Sementara anggaran kita untuk penanggulangan bencana sangat terbatas, sehingga harus segera melapor ke pemerintah pusat terhadap persoalan ini," katanya.
Ia mengatakan, meski dengan anggaran terbatas, sejak banjir terjadi Pemkab Bone Bolango langsung fokus pada penanggulangan akibat bencana alam itu.
Fasilitas publik rusak
Tidak ketinggalan juga, sejumlah fasilitas pelayanan publik di Limboto, Kabupaten Gorontalo, terendam banjir mencapai ketinggian 30 cm hingga satu meter. Di antaranya, sarana puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) MM. Dunda Limboto, serta kawasan pertokoan dan ruas jalan utama di daerah itu. Seperti di Kelurahan Tenilo Kecamatan Limboto Barat yang ketinggian airnya mencapai satu meter.
Direktur RSUD MM.Dunda, Nuryana Alinti, mengatakan, air mulai menggenangi kawasan rumah sakit tersebut sejak Selasa sore.
Pihaknya pun berupaya mengeluarkan air dan mengamankan beberapa fasilitas penting, di antaranya ruang rawat inap yang paling banyak terendam banjir.
Sejauh ini kata Nuryana, pihak RS belum melakukan evakuasi terhadap para pasien, namun tindakan antisipatif terus dilakukan agar air tidak semakin tinggi.
Kondisi tersebut diakuinya tidak berpengaruh pada pelayanan rawat inap, meskipun para tenaga medis harus rela memberikan pelayanan dengan kaki yang terendam air.
"Kami akan terus berupaya mengeluarkan air, agar pelayanan kesehatan tetap optimal," ujar Nuryana.
Fasilitas lainnya yang digenangi air yakni Lembaga Pemasyarakatan kelas II Provinsi Gorontalo, menyebabkan beberapa ruangan penting termasuk blok tahanan ikut terendam banjir.
Hanya saja sejauh ini belum ada laporan resmi korban jiwa dari pemerintah daerah maupun masyarakat. Karena upaya mitigasi masyarakat akan ancaman bencana cukup tinggi, dengan cepat melakukan pengungsian di tempat-tempat aman.
Aktivitas warga di Kota Gorontalo juga sempat "lumpuh" akibat banjir yang menerjang daerah itu.
Sejumlah warga urung melaksanakan tugas kesehariannya sebagai PNS, pegawai BUMN, karyawan swasta dan sebagainya selama dua hari, karena harus menjaga rumah yang telah digenangi air.
"Saya tidak bisa masuk kantor lagi, karena tidak bisa meninggalkan rumah yang sudah digenangi air setinggi 30 cm," kata Adi, salah satu PNS di Kota Gorontalo.
Menurut dia, air tiba-tiba masuk ke wilayah permukimannya di Kelurahan Molosipat W, Kota Gorontalo, akibat meluapnya Sungai Bulango sejak Selasa.
"Sungai Bulango sudah tidak bisa menampung lagi arus air yang sangat deras, sehingga beberapa tanggul jebol dan masuk ke wilayah kami," ujarnya.
Sementara Arifin, salah satu karyawan swasta di pusat mall Gorontalo, juga tidak bisa melanjutkan kerja dengan kondisi bencana seperti itu.
Penggulangan yang lemah
Jaring Pengelola Sumber Daya Alam (Japesda), LSM yang bergerak di bidang lingkungan, menilai upaya dan komitmen pemerintah dalam penanggulangan banjir masih rendah.
"Bencana banjir terus berkelanjutan, namun belum ada upaya yang strategis untuk mengatasi persoalan ini," kata Dewan Pengawas Japesda, Verrianto Madjowa.
Menurut dia, banjir di Provinsi Gorontalo jangan hanya dipandang sebagai dampak dari curah hujan yang tinggi atau di atas normal.
Banjir berkelanjutan menunjukkan hilangnya kawasan hutan sebagai penyerap air, serta drainase yang buruk di permukiman dan perkotaan.
"Untuk mengurangi dampak banjir yang makin meluas ini, diperlukan pendekatan bioregion atau ekosistem," katanya.
Pendekatan bioregion ini tidak hanya ditangani pemerintah di satu wilayah, tapi lintas kabupaten dan kota yang dikoordinir oleh Pemerintah Provinsi.
Bioregion mempertimbangkan kombinasi kriteria biologis, sosial, geografis dan bukan pada geopolitis. Kawasan ini, katanya, memiliki sistem atau ekosistem yang saling berhubungan.
"Hujan di kawasan hutan di Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo akan berpengaruh di Kota Gorontalo. Aliran air Sungai Bolango bermuara di Kota Gorontalo. Begitu pula dengan Danau Limboto bila meluap, buangan air bertemu dengan Sungai Bolango terus ke muara di Pelabuhan Gorontalo," ujarnya.
Lebih lanjut ia menilai, majunya suatu peradaban bukan dilihat dari pembangunan jalan yang bagus dan kompleks pertokoan seperti mall, melainkan adanya upaya mengurangi dampak bencana.
Ia meminta pemerintah dan para pemimpin di daerah, jangan hanya menghabiskan energi untuk urusan politik, tapi harus konsentrasi untuk menciptakan daerah yang bebas dari ancaman bencana banjir berkelanjutan.
Hingga saat ini, warga masih banyak yang bertahan di tempat-tempat pengungsian dan berharap pemerintah daerah memberikan perhatian serius terhadap kondisi mereka, baik untuk kebutuhan pangan, kesehatan dan sebagainya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2013