Gorontalo,  (ANTARA GORONTALO) - Menanam kopi, merawatnya, hingga berjalan kaki belasan jam demi menjual kopi adalah pekerjaan yang dilakoni Ningsih Maramis (37).

Dia seorang perempuan yang bermukim di wilayah terisolasi yakni di Kecamatan Pinogu, Kabupaten Bone Bolango.

Tinggal di wilayah pedalaman yang sulit diakses, membuat Ningsih harus memilih pekerjaan mana yang memungkinkannya untuk bertahan hidup.

Setiap hari, ibu tiga anak ini merawat sendiri kebun kopi seluas 1,5 hektar miliknya. Lahan kopi tersebut merupakan warisan kedua orang tuanya, yang juga petani kopi.

"Saya hidup dari kopi ini. Mulai dari makan sehari-hari hingga menyekolahkan anak, diambil dari hasil menjual kopi," ungkapnya.

Menurutnya, menanam hingga memanen kopi adalah hal yang mudah. Yang tersulit adalah memasarkannya ke wilayah lain di Bone Bolango maupun Kota Gorontalo.

Wilayah terdekat dengan Pinogu adalah Kecamatan Suwawa Timur, yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama delapan sampai 13 jam.

"Saya membawa hasil panen dengan jalan kaki ke Suwawa, untuk menghemat biaya operasional. Kalau naik ojek khusus Pinogu, biayanya mahal. Habis 500 ribu pergi pulang," tambahnya.

Namun dengan pengorbanannya itu, Ningsih bisa menyekolahkan ketiga anaknya yang duduk di bangku SMK, SMP dan Taman Kanak-Kanak itu.

Dia pun bercerita bagaimana perjuangan seorang perempuan Pinogu mulai dari menikah, hamil hingga melahirkan.

Saat hendak menikah, ia wajib mengurus surat-surat di KUA Suwawa Timur karena Pinogu tak memiliki fasilitas tersebut.

"Yang paling sulit adalah jika perempuan mengalami kehamilan beresiko, sehingga harus dirujuk ke rumah sakit saat akan melahirkan. Kami terpaksa berjalan kaki atau naik tandu, agar bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Di Pinogu hanya ada puskesmas," urainya.

Beberapa diantara perempuan hamil itu, akhirnya meninggal saat sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit.

Pewarta: Debby Hariyanti Mano

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015