Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menduga ada dua faktor yang membuat bakal pasangan calon melanggar protokol kesehatan, salah satunya menimbulkan kerumunan massa dalam melaksanakan kegiatan tahapan Pilkada 2020.
Tito, dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Selasa, mengatakan masih adanya bakal pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan dengan menimbulkan kerumunan massa, karena dilandasi dua faktor, yakni ingin menunjukkan kekuatan atau belum tersosialisasi.
"Jadi kemungkinan kontestan, partai politik sudah tahu aturan, tapi sengaja mau show off force, unjuk kekuatan, sehingga aturan COVID-19 yang diatur PKPU dilanggar. Kedua, kemungkinan ada kontestan yang sosialisasinya belum sampai ke mereka, sehingga berpikir cara lama," jelas Tito.
Tito mengatakan pada dasarnya KPU sudah menyusun PKPU yang memuat protokol COVID-19, mulai pendaftaran, kampanye pemungutan, penghitungan suara dan lainnya.
"Semuanya sebenarnya sudah well design, sudah antisipatif pencegahan COVID-19," ujar Tito.
Menyikapi hal tersebut Kemendagri telah memberikan efek deteran atau penggetar dengan menegur para kontestan yang berstatus aparatur sipil negara, seperti kepala daerah petahana yang melanggar protokol kesehatan dalam tahapan pilkada.
"Hari ini sudah 53 kepala daerah petahana yang ikut kontestasi yang melakukan kegiatan menimbulkan kerumunan sosial. Kami beri teguran kepada mereka," tegas Tito.
Sementara bagi kontestan non-ASN yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan, Bawaslu juga sudah memberikan teguran.
Tito mengatakan teguran perlu dilakukan agar para kontestan tahu pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukannya bermasalah.
"Jangan sampai mereka anggap tidak ada masalah. Mereka harus tahu ini bermasalah. Mereka melanggar. Tahu atau tidak tahu, dalam hukum kita kenal azas ketika diundangkan semua orang dianggap tahu," jelasnya.
Lebih jauh Tito juga menyampaikan bagi siapapun kontestan yang tiga kali melanggar protokol kesehatan COVID-19 sebagaimana diatur PKPU, maka jika kontestan itu terpilih, Presiden dapat memerintahkan Mendagri untuk menunda pelantikan yang bersangkutan selama enam bulan.
Selama enam bulan itu, kontestan terpilih yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan berkali-kali selama tahapan pilkada, akan disekolahkan dalam jaringan IPDN guna menjadi kepala daerah yang baik.
Sanksi tersebut, menurut Tito, tertuang dalam sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020