Staf Ahli Menteri Bidang Transformasi Digital, Kreativitas, dan SDM Kemenko Perekonomian Mira Tayyiba menyebut transaksi e-commerce sepanjang Januari-Juni 2020 tercatat naik dua kali lipat dibandingkan periode yang sama pada 2019.
"Tapi nilai pembelian lebih kecil. Jadi pembeliannya lebih receh. Ini disebabkan karena adanya penurunan daya beli masyarakat," katanya dalam diskusi daring, Senin.
Mira menuturkan pemerintah telah melakukan sejumlah upaya untuk mendorong Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk bisa bertahan di masa pandemi, termasuk mendorong mereka melakukan digitalisasi. Salah satu program yang mendukung digitalisasi UMKM yakni Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) yang pada September lalu telah berhasil mendorong 2 juta UMKM masuk ekosistem digital.
Sayangnya, di sisi lain masalah daya beli tidak bisa dielakkan di tengah kondisi pandemi. Oleh karena itu, pemerintah tengah menyusun program guna meningkatkan daya beli masyarakat agar bisa mendorong transaksi yang lebih tinggi di e-commerce.
"Kasihan teman-teman UMKM, sudah menyediakan suplainya, atau barangnya, tapi kalau tidak diserap masyarakat ya tidak terjadi transaksi," ujarnya.
Mira menjelaskan inisiatif mendorong digitalisasi UMKM dilakukan karena kontribusi sektor tersebut bagi perekonomian nasional. Digitalisasi UMKM juga dinilai perlu dilakukan karena sektor itu termasuk sektor yang cukup terdampak pandemi COVID-19.
UMKM online memang secara tidak langsung kerap berhubungan dengan sektor e-commerce. Dalam catatan Kemenko Perekonomian, nilai transaksi e-commerce terus menanjak, mulai dari naik sekitar 152 persen pada 2018 serta sekitar 88 persen pada 2019.
Variasi produk yang dibeli pun terus mengalami perubahan karena pandemi yakni dari barang seperti fesyen, elektronik, kosmetik, hingga aksesoris, menjadi kebutuhan sehari-hari termasuk sembako.
Demikian pula opsi pembayaran di mana meski transfer bank masih jadi pilihan yang digemari, ada kenaikan penggunaan e-money atau uang elektronik hingga tiga kali lipat pada 2018-2019.
"Untuk logistik, kita lihat pada 2018 jumlah paket yang dikirim 300an juta, pada 2019 naik menjadi 567 juta," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
"Tapi nilai pembelian lebih kecil. Jadi pembeliannya lebih receh. Ini disebabkan karena adanya penurunan daya beli masyarakat," katanya dalam diskusi daring, Senin.
Mira menuturkan pemerintah telah melakukan sejumlah upaya untuk mendorong Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk bisa bertahan di masa pandemi, termasuk mendorong mereka melakukan digitalisasi. Salah satu program yang mendukung digitalisasi UMKM yakni Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) yang pada September lalu telah berhasil mendorong 2 juta UMKM masuk ekosistem digital.
Sayangnya, di sisi lain masalah daya beli tidak bisa dielakkan di tengah kondisi pandemi. Oleh karena itu, pemerintah tengah menyusun program guna meningkatkan daya beli masyarakat agar bisa mendorong transaksi yang lebih tinggi di e-commerce.
"Kasihan teman-teman UMKM, sudah menyediakan suplainya, atau barangnya, tapi kalau tidak diserap masyarakat ya tidak terjadi transaksi," ujarnya.
Mira menjelaskan inisiatif mendorong digitalisasi UMKM dilakukan karena kontribusi sektor tersebut bagi perekonomian nasional. Digitalisasi UMKM juga dinilai perlu dilakukan karena sektor itu termasuk sektor yang cukup terdampak pandemi COVID-19.
UMKM online memang secara tidak langsung kerap berhubungan dengan sektor e-commerce. Dalam catatan Kemenko Perekonomian, nilai transaksi e-commerce terus menanjak, mulai dari naik sekitar 152 persen pada 2018 serta sekitar 88 persen pada 2019.
Variasi produk yang dibeli pun terus mengalami perubahan karena pandemi yakni dari barang seperti fesyen, elektronik, kosmetik, hingga aksesoris, menjadi kebutuhan sehari-hari termasuk sembako.
Demikian pula opsi pembayaran di mana meski transfer bank masih jadi pilihan yang digemari, ada kenaikan penggunaan e-money atau uang elektronik hingga tiga kali lipat pada 2018-2019.
"Untuk logistik, kita lihat pada 2018 jumlah paket yang dikirim 300an juta, pada 2019 naik menjadi 567 juta," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020