Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Pemerataan pembangunan secara geografis baik
dari desa ke kota maupun dari Indonesia Barat ke Indonesia Timur mampu
menekan perpindahan penduduk dari desa ke kota atau urbanisasi
pasca-mudik Lebaran.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015
Pemandangan selepas mudik
Lebaran hampir sama bisa dilihat mata: pemudik tiba di suatu tempat atau
di terminal bis antar kota di Jakarta, pemudik-pemudik ini sibuk
ditawari angkutan lanjutan berupa mobil harga borongan.
Mereka
yang masih lelah karena perjalanan penuh kemacetan parah membawa
barang-barang dan... sanak saudara pendatang baru yang ditampung di
rumah mereka.
Entah apa nanti pekerjaan
sanak-saudara yang baru tiba in; bisa di sektor formal namun jauh lebih
banyak di sektor non formal, bahkan tanpa keahlian apapun. Pokoknya
datang dulu ke Jakarta. Nanti adalah nanti.
Tentu
Jakarta kota yang terbuka untuk semua pendatang dan mereka berhak
meningkatkan perikehidupannya di Jakarta. Namun, jika tanpa keahlian
maka mereka bisa menambah problem sosial Jakarta dan ini sering
dinyatakan pemimpin formal DKI Jakarta dari masa ke masa.
"Banyak hal yang dilakukan, misalnya penetapan UU Nomor 6/2014 tentang Desa yang menggelontorkan dana desa hingga Rp20,7 triliun," kata Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ahmad Yustika, saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, Pulau Jawa, termasuk Ibu Kota Jakarta, masih menjadi tujuan utama penduduk desa di Indonesia karena struktur ekonominya saat ini masih terpusat di kedua daerah itu.
Erani menambahkan, sebagian besar penduduk desa melakukan mobilisasi geografis atas alasan yang sama, yaitu beban ekonomi.
"Mereka berpindah dari daerahnya ke daerah lain yang berbeda budaya, berbeda kebiasaan dan berusaha bertahan dengan hal-hal demikian itu karena insentif ekonomi," katanya.
Untuk itu, Yustika menyatakan, yang utama dalam pemerataan pembangunan adalah keadilan ekonomi secara geografis, di mana pemerintah saat ini memiliki platform membangun dari pinggiran, yang rohnya adalah membangun ekonomi secara merata.
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, lanjutnya, pemerintah menargetkan untuk menurunkan rasio gini atau ketimpangan pemerataan penduduk serta penguatan Penanaman Modal Dalam Negeri sebagai target pemerataan pembangunan.
"Desa harus menjadi salah satu ruang tumpuan pembangunan. Nyaris tidak mungkin tidak melibatkan desa dalam mencapai target pada RPJMN tersebut," ujarnya.
"Banyak hal yang dilakukan, misalnya penetapan UU Nomor 6/2014 tentang Desa yang menggelontorkan dana desa hingga Rp20,7 triliun," kata Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ahmad Yustika, saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, Pulau Jawa, termasuk Ibu Kota Jakarta, masih menjadi tujuan utama penduduk desa di Indonesia karena struktur ekonominya saat ini masih terpusat di kedua daerah itu.
Erani menambahkan, sebagian besar penduduk desa melakukan mobilisasi geografis atas alasan yang sama, yaitu beban ekonomi.
"Mereka berpindah dari daerahnya ke daerah lain yang berbeda budaya, berbeda kebiasaan dan berusaha bertahan dengan hal-hal demikian itu karena insentif ekonomi," katanya.
Untuk itu, Yustika menyatakan, yang utama dalam pemerataan pembangunan adalah keadilan ekonomi secara geografis, di mana pemerintah saat ini memiliki platform membangun dari pinggiran, yang rohnya adalah membangun ekonomi secara merata.
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, lanjutnya, pemerintah menargetkan untuk menurunkan rasio gini atau ketimpangan pemerataan penduduk serta penguatan Penanaman Modal Dalam Negeri sebagai target pemerataan pembangunan.
"Desa harus menjadi salah satu ruang tumpuan pembangunan. Nyaris tidak mungkin tidak melibatkan desa dalam mencapai target pada RPJMN tersebut," ujarnya.
Amerika Serikat sebagai
negara maju di bidang pertanian --dia juga produsen penting beras dunia
walau beras bukan makanan pokok negara itu-- memiliki pola pemerataan
dan pengkhususan pembangunan potensi daerah (negara bagian) yang sudah
teruji.
Negara bagian California, umpamanya, tetap saja di sana dijadikan "Sabuk Jagung" alias Corn Belt, sebagaimana "Sabuk Kentang" (Potato Belt)
di negara-negara bagian di tengah-barat Amerika Serikat. California
jadi andalan produksi jagung nasional Amerika Serikat (mirip Gorontalo
di Indonesia), atau Minnesota sebagai pusat produksi kentang negara
itu.
Negara memberi dukungan penuh terhadap petani-pengusaha dan pekerja pertanian tentang ini.
Mulai
dari praproduksi dan permodalan dan peralatan, peraturan dan
perundangan, tahap produksi, pasca produksi dan pengawasan, hingga tahap
pemasaran dan perdagangan antar negara.
Indonesia
sebetulnya punya potensi besar menuju itu semua asal ada keberpihakan
jelas dan skenario pasti yang dipatuhi bersama secara konsisten.
Amerika
Serikat yang berbentuk negara federal dimana tiap negara federal punya
kedaulatan tersendiri saja bisa, kenapa Indonesia yang negara kesatuan
tidak mampu ?
Jika mampu, cara ini dipercaya
menjadi salah satu kunci penting mengatasi beban besar urbanisasi pada
skala menengah dan besar, selain memakmurkan bangsa dan negara ini
secara makro.
Yustika memastikan, jika pemerataan pembangunan bisa dilakukan dalam jangka panjang, pemerintah memastikan bahwa urbanisasi bisa ditekan.
Yustika memastikan, jika pemerataan pembangunan bisa dilakukan dalam jangka panjang, pemerintah memastikan bahwa urbanisasi bisa ditekan.
Editor : Hence Paat
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015