Wakil Bupati Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, Thariq Modanggu, menyebut ada dugaan kesalahan prosedur dalam pembayaran tunjangan kinerja daerah (TKD) kepada aparat pemerintahan daerah itu.

Hal itu dia ungkapkan, di Gorontalo, Selasa, menjawab pertanyaan yang disampaikan panitia hak angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dalam penyelidikan panitia hak angket yang ikut menyorot banyaknya keluhan terhadap pembayaran TKD.

Ia mengatakan, cukup mendalami persoalan pembayaran TKD di pemerintahan daerah itu.

"Hal ini cukup meresahkan saya sebagai Wakil Bupati. Sebab ada indikasi kesalahan prosedur didalamnya," katanya.

Bermula saat melakukan sidak di Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) setempat pada tahun 2019.

"Saya melihat dokumen dasar pembayaran TKD dilakukan berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur 2 hal yaitu aksi dan hasil. Aksi yaitu soal kehadiran dan aktivitas. Sedangkan hasil adalah menyangkut inovasi dan kreativitas serta lainnya," kata Thariq.

Ternyata, pembayaran TKD yang dilakukan selama ini hanya berdasarkan aksi atau kehadiran.

Padahal penilaiannya harus berdasarkan dua syarat tersebut, yang masing-masingnya harus mendapatkan nilai atau skor.

"Jika yang menjadi dasar pembayaran hanya pada aksi atau kehadiran saja. Artinya ada potensi dugaan pembayaran TKD fiktif. Itulah mengapa saya mengeceknya berulang kali di Badan Keuangan," katanya lagi.

Mengingat anggaran pembayaran TKD menyedot keuangan daerah mencapai Rp30 miliar hingga Rp33 miliar pertahun.

"Kalau begitu pak bupati, mestinya kita bisa menghemat Rp15 miliar per tahun. Mengingat penilaian kinerja untuk pembayaran TKD hanya dilakukan untuk 1 syarat saja yaitu daftar hadir. Kriteria hasil tidak terpenuhi. Saya menyampaikannya ini dalam rapat bersama bupati," katanya.

Menurutnya, harus ada format baru dalam penilaian untuk pembayaran TKD. "Perbupnya atau syarat-syaratnya yang diubah agar unsur-unsurnya terpenuhi untuk dapat melakukan pembayaran," katanya lagi.

Wakil Ketua I DPRD, Roni Imran mengatakan, dugaan pembayaran TKD fiktif ini harus ditelusuri untuk dilakukan perbaikan.

"Bisa dibayangkan terdapat dugaan pembayaran TKD fiktif mencapai Rp15 miliar pertahun. Sangat berbahaya jika kondisi ini tidak dihentikan untuk diperbaiki.," kata dia.

Sebab ada konsekuensi anggaran didalamnya. Dan ada unsur memperkaya orang lain karena pembayaran dilakukan tidak sesuai syarat yang dituangkan dalam Perbup.

Keluhan yang diterima DPRD, adalah adanya penilaian yang berlaku sama.

"Bahkan yang tidak hadir-hadir mendapat penilaian dan pembayaran TKD yang sama. Ini tidak boleh dibiarkan," katanya pula.

"Penilaian TKD harus sesuai prosedur tetap. Jika pembayaran dilakukan tidak sesuai dengan persyaratan maka ada potensi korupsi akibat memperkaya orang lain," tandasnya.***

Pewarta: Susanti Sako

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021