Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Gorontalo, melalui Balai Pemasyarakatan Kelas II Gorontalo, siap berkontribusi aktif dalam upaya penerapan keadilan restoratif (Restoratif Justice) di daerah itu.

Kepala Kanwil Kemenkumham Gorontalo, Heni Susila Wardoyo di Gorontalo, Kamis, mengatakan dalam 'integrated criminal justice system' di Indonesia, keadilan restoratif telah diadopsi masing-masing institusi dan lembaga penegak hukum.

Antara lain dalam Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 202, Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012, Permenkumham Nomor 32 tahun 2020 yang terakhir diubah dengan Permenkumham 43 Tahun 2020.

"Namun tersebut masih belum cukup, sebab dalam prakteknya Restoratif Justice tidak dapat dilaksanakan optimal tanpa adanya keterpaduan antara aparat penegak hukum jika masing-masing mempunyai persepsi yang berbeda," ujarnya.

Hal tersebut diungkapkan Kakanwil pada rapat koordinasi dan sosialisasi SKB, tentang penerapan keadilan restoratif dan alternatif pemidanaan bagi pelaku dewasa di Gorontalo, yang dihadiri oleh Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Pujo Harinto, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan.

Menurutnya, salah satu isu yang muncul ke permukaan adalah, bahwa penghentian proses hukum melalui penerapan keadilan restoratif dikhawatirkan kurang memberikan rasa tanggung jawab bagi pelaku atas perbuatan salah yang telah dilakukan.  

Masyarakat bisa saja menganggap bentuk penghentian perkara sebagai wujud melemahnya penegakan hukum bagi pelaku. 

Oleh karena itu, untuk mencegah anggapan ini, perlu adanya proses terpadu sejak awal kemunculan inisiatif penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif, proses perdamaian, hingga perlu adanya pengawasan dan pembimbing pasca penghentian proses dengan berdasarkan keadilan restoratif. 

Ia menjelaskan, untuk membangun kepercayaan yang lebih dari masyarakat dan sebagai mekanisme 'check and balances' proses restoratif sebaiknya dilakukan dengan pendekatan multi sektoral yakni dengan kehadiran Pembimbing Kemasyarakatan untuk memberikan pertimbangan pra pelaksanaan proses perdamaian.

"Hingga adanya pembimbingan dan supervisi pasca terjadi kesepakatan dan penghentian proses dengan berdasarkan keadilan restoratif," bebernya.
 
Kakanwil mengungkapkan, pihaknya menyediakan layanan penelitian kemasyarakatan yang dapat membantu merekomendasikan bentuk upaya perdamaian yang dalam prosesnya sudah menjadi tugas bagi pembimbing kemasyarakatan menemui para pihak dan mengupayakan proses-proses musyawarah. 

"Balai Pemasyarakatan juga telah menjalin kemitraan dengan kelompok masyarakat peduli Pemasyarakatan atau kami singkat Pokmas Lipas," kata dia. 

Pokmas Lipas ini bisa membantu juga untuk menyediakan fasilitasi dukungan alternatif pemidanaan, bagi klien berupa bantuan program kepribadian dan kemandirian atau sebagai sarana tempat pelaksanaan pidana alternatif itu sendiri. 

Sehingga pelaku pidana yang diselesaikan perkaranya melalui keadilan restoratif, tidak semata-mata dihentikan prosesnya, namun tetap harus menjalankan tanggung jawab baik berupa penggantian kerugian atau pemulihan, kerja sosial, maupun bentuk pembimbingan dan pengawasan. 

Dengan demikian pelaku pidana akan menyadari kesalahannya, bisa memperbaiki diri, serta tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima oleh masyarakat dan berkontribusi dalam pembangunan sebagai warga negara yang bertanggung jawab.

 

Pewarta: Adiwinata Solihin

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2022