Kabul (ANTARA GORONTALO) - Seorang pembom bunuh diri Taliban, yang mengendari motor, menewaskan enam tentara Amerika Serikat di dekat Kabul pada Senin, dalam serangan berani kelompok keras itu untuk merebut wilayah kunci penghasil opium di Afghanistan selatan.

Pemboman saat patroli bersama dengan pasukan Afghanistan di dekat Bagram itu, pangkalan terbesar militer Amerika Serikat di Afghanistan, menjadi salah satu serangan paling mematikan kepada pasukan asing di negara itu pada tahun ini.

Taliban menyatakan bertanggung jawab atas serangan itu, yang menggarisbawahi keamanan memburuk satu tahun setelah NATO secara resmi menghentikan gerakan tempurnya di Afghanistan.

"Enam tentara Amerika Serikat meninggal di Afghanistan pada Senin," kata Menteri Pertahanan Amerika Serikat Ashton Carter dalam pernyataan, dengan menambahkan bahwa tiga orang lain terluka, termasuk seorang kontraktor asal Amerika.

"Itu menjadi pengingat yang menyakitkan terkait bahaya yang dihadapi pasukan kami setiap hari di Afghanistan," tambahnya.

Serangan tersebut datang saat pemberontak Taliban di Helmand mendekati wilayah strategis Sangin, mengetatkan kekuasaan mereka di provinsi selatan yang tidak stabil.

Penduduk setempat melaporkan kekurangan makanan di wilayah itu, wilayah yang telah lama dipandang sebagai pusat aktivitas pemberontak setelah Taliban mulai menyerbu bangunan pemerintah pada Minggu.

"Taliban telah menguasai markas kepolisian, kantor pemerintahan begitu pula dengan bangunan intelijen di Sangin," ujar wakil gubernur Helmand, Mohammad Jan Rasoolyar kepada media.

"Pertempuran mengingkat dalam wilayah ini," katanya, dan mengklaim jumlah tentara yang tewas dalam konflik sangatlah tinggi.

Terancam
Tanggapan Rasoolyar itu datang satu hari setelah dia menuliskan permohonan di Facebook yang ditujukan kepada Presiden Ashraf Ghani, memperingatkan seluruh bagian provinsi berada dalam resiko jatuh ke tangan Taliban.

Pemerintah di Kabul mengatakan bala bantuan telah dikirimkan ke Sangin, sementara membantah klaim adanya kerusakan dan menolak pernyataan bahwa wilayah itu beresiko untuk direbut.

Namun, penduduk setempat yang terjebak berkata kepada media bahwa jalan menuju Sangin telah ditebari Ranjau oleh para pemberontak dan para tentara yang kelelahan dan terjebak di gedung-gedung pemerintah meminta pasokan makanan.

Penilaian mengerikan itu sama dengan apa yang terjadi pada keadaan yang mengarah kepada jatuhnya kota Kunduz di bagian utara pada September yang menjadi kemenangan terbesar Taliban dalam perang selama 14 tahun.

Kejatuhan kota Helmand akan memberikan pukulan keras lain kepada pasukan Afghanistan yang berjuang menghadapi meningkatnya pemberontakan tanpa dukungan penuh dari pasukan NATO.

Sangin, sebuah wilayah yang strategis dan penting dalam pusat perdagangan opium yang menguntungkan di Afghanistan telah menjadi tempat pertempuran yang hebat selama bertahun-tahun antara Taliban dengan pasukan NATO.

Pasukan Inggris melakukan pertempuran mematikan di Sangin selama empat tahun dan tidak berdampak besar, sebelum marinir Amerika Serikat menggantikan mereka pada 2010 hingga menarik diri mereka sendiri tahun lalu.

"Serangan yang gencar dilakukan oleh Taliban di Sangin bukan hanya untuk kepentingan militer namun juga sebagai nilai propaganda yang besar bagi para pemberontak," kata pengulas politik dari Kabul, Haroon Mir kepada media.

"Pasukan Inggris dan Amerika mengalami pertumpahan darah untuk mempertahankan wilayah Sangin dan kini pasukan Afghanistan juga menderita hal yang sama," katanya.

Bahaya
Seluruhnya, kecuali dua dari 14 wilayah di Helmand, dikuasai penuh atau diperebutkan oleh para pemberontak Taliban, kata pejabat.

Pemberontak pada akhir-akhir ini juga menduduki Babaji, wilayah pinggiran kota di ibu kota provinsi, Lashkar Gah, memicu timbulnya kekhawatiran bahwa kota dapat jatuh ke tangan pemberontak.

Dengan menyoroti keadaan berat, pasukan khusus Amerika Serikat telah dikirim ke Helmand oada beberapa minggu terakhir untuk membantu pasukan Afghanistan, ujar seorang pejabat senior Barat kepada media tanpa memberikan informasi lebih lanjut.

Bulan ini menandai satu tahun sejak misi NATO pimpinan Amerika Serikat di Afghanistan menjadi operasi yang dipimpin Afghanistan, dengan negara sekutu membantu melatih pasukan setempat.

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, pada Oktober mengumumkan bahwa ribuan pasukan Amerika Serikat akan tetap berada di Afghanistan hingga 2016, berlawanan dengan rencana awalnya yang akan mengurangi jumlah pasukan dan mengakui bahwa pasukan Afghanistan belum siap untuk berdiri sendiri.

Kekacauan terbaru itu datang saat duta PBB kepada Afghanistan memperingatkan, negara itu perlu membuktikan bahwa negaranya pantas untuk menerima bantuan internasional pada tahun mendatang, dengan sumber daya internasional meluas hingga batasnya di tengah serangkaian krisis humaniter.

"Sangatlah penting bahwa pemerintah persatuan nasional menunjukkan peningkatan efektivitas mereka, bukan hanya kepada rakyat Afghanistan namun juga kepada mereka yang dimintai bantuan," kata Nicholas Haysom dalam pengarahan kepada Dewan Keamanan PBB.

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015