Palu (ANTARA GORONTALO) - Sesosok mayat berjenis kelamin laki-laki yang
diduga anggota teroris pimpinan Santoso, ditemukan warga dalam kondisi
membusuk di tepi sungai Lariang, Desa Lelo, Kecamatan Lore Barat,
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada Selasa (15/3).
"Hasil identifikasi dan pemeriksaan sementara, jenazah itu diduga kuat adalah anggota Santoso," kata Kapolda Sulteng Rudy Sufahriadi kepada wartawan di Palu, Kamis.
Jenazah dengan tinggi badan 180 cm itu sudah dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Bhayangkara Palu untuk diotopsi dan diidentifikasi.
Di tubuh korban ditemukan jam tangan merek casio, bagian pinggang ada bekas luka tembak dan kaki terluka.
Hingga saat ini, kata Kapolda yang didampingi Karoops Kombes Pol Herry Rudolf Nahak dan Kabid Humas AKBP Hari Suprapto belum ada warga yang melaporkan kehilangan anggota keluarga.
Kata Kapolda, polisi membawa Zaelani, seorang tersangka teroris kelompok Santoso yang tertangkap hidup beberapa waktu lalu untuk mengenali jenazah itu.
Ia mengatakan bahwa memang ada anggota kelompok Santoso yang berciri tubuh seperti itu namun tidak memastikan identitasnya.
"Ada dua orang anggota kelompok Santoso yang berciri tubuh seperti mayat itu," kata Kapolda mengutip penjelasan Zaelani.
Ketika ditanya apakah jenazah itu adalah korban kontak senjata dengan aparat Polri dan TNI yang tergabung dalam Operasi Tinombala atau korban eksekusi oleh pimpinan kelompok sipil bersenjata itu, Kapolda belum memastikan.
Keterangan yang dihimpun ANTARA menyebutkan kelompok teroris pimpinan Santoso tersebut kini semakin terdesak di Dataran Napu, Kabupaten Poso, oleh personel Operasi Tinombala.
"Jenazah lelaki itu mungkin sekali adalah salah satu korban eksekusi pimpinan mereka," ujar sebuah sumber.
Santoso selaku pimpinan Mujahiddin Indonesia Timur yang melakukan jihad di Poso selama ini konon semakin ketat mengawasi anggotanya setelah mereka kian terdesak. Para anggota yang diindikasikan mulai tidak solid akan langsung dieksekusi.
Kelompok pelaku teror tersebut selama ini menganggap bahwa pemerintah, khususnya polisi adalah thogut dan pantang untuk menyerah kepada pemerintah/polisi.
"Mati di tangan polisi itu adalah sahid," kata Kapolda Sulteng Rudy Sufahriadi pada sebuah kesempatan.
Kelompok Santoso yang masih dikejar di Poso oleh personel Polri dan TNI yang tergabung dalam Operasi Tinombala diperkirakan masih berjumlah 30-an orang, tiga orang di antaranya perempuan dan empat orang warga negara asing asal Tiongkok dari etnis Uighur.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016
"Hasil identifikasi dan pemeriksaan sementara, jenazah itu diduga kuat adalah anggota Santoso," kata Kapolda Sulteng Rudy Sufahriadi kepada wartawan di Palu, Kamis.
Jenazah dengan tinggi badan 180 cm itu sudah dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Bhayangkara Palu untuk diotopsi dan diidentifikasi.
Di tubuh korban ditemukan jam tangan merek casio, bagian pinggang ada bekas luka tembak dan kaki terluka.
Hingga saat ini, kata Kapolda yang didampingi Karoops Kombes Pol Herry Rudolf Nahak dan Kabid Humas AKBP Hari Suprapto belum ada warga yang melaporkan kehilangan anggota keluarga.
Kata Kapolda, polisi membawa Zaelani, seorang tersangka teroris kelompok Santoso yang tertangkap hidup beberapa waktu lalu untuk mengenali jenazah itu.
Ia mengatakan bahwa memang ada anggota kelompok Santoso yang berciri tubuh seperti itu namun tidak memastikan identitasnya.
"Ada dua orang anggota kelompok Santoso yang berciri tubuh seperti mayat itu," kata Kapolda mengutip penjelasan Zaelani.
Ketika ditanya apakah jenazah itu adalah korban kontak senjata dengan aparat Polri dan TNI yang tergabung dalam Operasi Tinombala atau korban eksekusi oleh pimpinan kelompok sipil bersenjata itu, Kapolda belum memastikan.
Keterangan yang dihimpun ANTARA menyebutkan kelompok teroris pimpinan Santoso tersebut kini semakin terdesak di Dataran Napu, Kabupaten Poso, oleh personel Operasi Tinombala.
"Jenazah lelaki itu mungkin sekali adalah salah satu korban eksekusi pimpinan mereka," ujar sebuah sumber.
Santoso selaku pimpinan Mujahiddin Indonesia Timur yang melakukan jihad di Poso selama ini konon semakin ketat mengawasi anggotanya setelah mereka kian terdesak. Para anggota yang diindikasikan mulai tidak solid akan langsung dieksekusi.
Kelompok pelaku teror tersebut selama ini menganggap bahwa pemerintah, khususnya polisi adalah thogut dan pantang untuk menyerah kepada pemerintah/polisi.
"Mati di tangan polisi itu adalah sahid," kata Kapolda Sulteng Rudy Sufahriadi pada sebuah kesempatan.
Kelompok Santoso yang masih dikejar di Poso oleh personel Polri dan TNI yang tergabung dalam Operasi Tinombala diperkirakan masih berjumlah 30-an orang, tiga orang di antaranya perempuan dan empat orang warga negara asing asal Tiongkok dari etnis Uighur.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016