Ada salah satu cara keren menghabiskan sore di Gorontalo. Jika waktumu sedang luang dan tidak diburu senja, Pasar Ambuwa adalah pilihan yang tidak mengecewakan.
Sejatinya Pasar Ambuwa memang bukan pasar biasa. Di tempat ini, orang-orang berkumpul, beragam ide bertebaran, banyak rencana dieksekusi.
Di sebuah halaman dengan hamparan rumput hijau, pengunjung dapat duduk santai di atas tikar anyaman yang tersedia, sambil menikmati kuliner tradisional dan musik syahdu ala band lokal.
Pasar ini terletak di Desa Huntu Selatan, Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten Bone Bolango. Semua pedagangnya adalah perempuan yang berasal dari desa itu. Setiap pedagang menempati satu lapak yang terbuat dari alas dan tiang bambu, serta beratapkan daun rumbia.
Perempuan-perempuan desa ini dapat meracik dan memasak sendiri makanan yang akan disajikan di pasar itu. Mereka bersepakat semua menu berbahan baku lokal dan merupakan makanan tradisonal Gorontalo.
Kesepakatan berikutnya yakni penyajian kuliner yang ramah lingkungan, kue dan nasi dibungkus dengan daun, hingga meminta pengunjung membawa sendiri botol minum dan kotak makanan bila ingin membawa pulang makanan.
Pasar Ambuwa mulai dirintis sejak tahun 2018. Kala itu masih bernama Parade Kuliner Tradisional, yang dilaksanakan bersama Pesta Seni Panen Padi: Maa Ledungga 1.
Tahun 2019 pasar ini berganti nama menjadi Pasar Seni Rakyat, yang juga dilaksanakan bersama Pesta Seni Panen Padi: Maa Ledungga 2.
Saat Covid-19 menerpa pada tahun 2020, pasar berubah nama lagi menjadi Pasar Seni Warga. Saat itu pasar sempat mengalami jeda yang cukup panjang, hingga akhirnya digelar kembali pada akhir tahun 2021 dengan nama Pekan Studio Pangan Warga.
Pada bulan Mei 2022 hingga saat ini, Pekan Studio Pangan Warga berubah nama dan ditetapkan menjadi Pasar Ambuwa.
Ambuwa merupakan bahasa Gorontalo. yang bermakna berkumpul bersama. Penggalan kata buwa, dalam bahasa Gorontalo berarti perempuan. Ini sejalan dengan keterlibatan perempuan desa yang menjadi pedagangnya.
Penggagas serta pelaksana Pasar Ambuwa adalah Huntu Art Distrik (Hartdisk). Hartdisk adalah sebuah komunitas yang menggandeng warga serta komunitas lainnya untuk bergerak di bidang sosial budaya, pelestarian lingkungan, serta kearifan lokal.
Bentuk kegiatannya dapat berupa pameran seni rupa, seni pertunjukan dan sastra, diskusi lingkungan, kampanye pangan lokal, dan kegiatan sosial yang rutin digelar setiap Ambuwa.
"Kegiatan yang dilakukan oleh Hartdisk targetnya dapat mengedukasi termasuk pelatihan, lokakarya, serta pemberdayaan. Kesadaran akan pentingnya memanfaatkan sumber daya lokal adalah spirit yang mendorong Hartdisk untuk merawat pasar ini," ujar salah seorang penggerak Hartdisk, Awaludin Ahmad.
Ambuwa hanya di gelar dua hingga tiga kali dalam sebulan dan informasi jadwalnya diumumkan melalui media sosial.
Berbeda dengan pasar lainnya, alat transaksi yang digunakan untuk berbelanja di Ambuwa adalah kepingan tempurung kelapa.
Setiap keping tempurung diberi warna berbeda dengan minggu sebelumnya, sehingga kepingan tempurung hanya bisa dibelanjakan untuk satu kali pasar.
Satu keping tempurung setara dengan Rp6.000 dan pengunjung dapat menukarkannya terlebih dahulu di pintu masuk.
Para pengunjung pasar, dapat bernostalgia dengan makanan-makanan yang mungkin tidak mudah lagi untuk ditemukan saat ini.
Biasanya para perempuan menyajikan menu lokal seperti bubur diniyohu, nasi kuning ikan, bubur ayam, nasi bungkus iloni, hingga binthe biloti.
Kue-kue tradisional seperti popolulu, popaco, apang colo, nagasari, hingga kala-kala juga menjadi incaran para pengunjung sejak pasar dibuka.
Tak hanya mengenyangkan, pasar ini juga mampu menghibur pengunjung karena hampir selalu ada pertunjukan musik maupun sketsa atau mural bersama.
Salah seorang pegiat Pasar Ambuwa, Sabrina Najib Djibran mengatakan ciri khas lainnya pasar ini adalah komitmen untuk menjaga keberlanjutan alam, mulai dari larangan penggunaan plastik sekali pakai, serta diskusi-diskusi bertema lingkungan.
"Kami terbuka berkolaborasi dengan pihak manapun, namun tentunya harus sejalan dengan visi serta nilai-nilai yang kami anut," ujarnya.
Setelah berjalan sekitar enam tahun, Ambuwa tetap saja masih perlu berbenah.
Penambahan fasilitas seperti tempat sampah dan sanitasi perlu untuk menunjang kenyamanan pengunjung.
Pasar ini juga membuka peluang bagi pedagang untuk berkreasi dengan pangan lokal, sehingga menu lebih bervariasi. Diversifikasi menu serta produk lokal akan memperkaya pengalaman berbelanja pengunjung, seiring dengan meningkatnya jumlah pengunjung.
Keterlibatan lebih banyak warga desa, juga menjadi salah satu hal yang ditargetkan karena prinsip pasar ini juga meningkatkan perekonomian warga desa.
Nining Ntuhengo (36), salah seorang pedagang Pasar Ambuwa mengungkapkan keterlibatannya selama ini memberi banyak pengalaman dan informasi terkait keunggulan pangan lokal dalam sajian menu makanan. Adanya pasar tersebut juga membantunya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
"Sudah sekitar lima tahun lebih saya ikut terlibat di pasar ini. Semoga pasar ini lebih berkembang dan pengunjungnya makin banyak," kata perempuan yang akrab dipanggil Ta Nining itu.
Tak hanya pedagang, para pengunjung juga punya banyak alasan untuk mendatangi tempat tersebut.
"Menurut saya Pasar Ambuwa ini sangat menarik dan patut diapresiasi. Tidak hanya menyediakan makanan tradisional, tetapi disini kita dapat berinteraksi dengan siapa saja, baik itu sesama pengunjung maupun para ibu-ibu penjual, tidak ada sekat yang membatasi," ujar Tia, salah seorang pengunjung.
Tak salah jika pasar ini memberi sensasi sore yang berbeda pada pengunjungnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024