Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengungkapkan visi untuk reunifikasi dengan Korea Utara pada Kamis, serta berjanji untuk memperluas akses informasi dari luar ke negara tertutup itu dan mengusulkan saluran dialog resmi yang dapat "membahas isu apa pun."

Yoon menyampaikan pernyataan tersebut dalam pidato memperingati Hari Pembebasan, yang merayakan berakhirnya penjajahan Jepang pada tahun 1945, dengan mengatakan, "Pembebasan sepenuhnya tetap menjadi tugas yang belum selesai" karena Semenanjung Korea masih terbagi.

“Kebebasan yang kita nikmati harus diperluas ke kerajaan Utara yang membeku, di mana rakyatnya dirampas kebebasannya dan menderita kemiskinan dan kelaparan,” kata Yoon.

"Hanya ketika sebuah negara yang bebas dan demokratis yang sepenuhnya dimiliki oleh rakyat didirikan di seluruh Semenanjung Korea, kita akhirnya akan mendapatkan pembebasan yang lengkap," kata Yoon lagi.

Presiden Korsel itu selanjutnya menguraikan tiga tugas utama untuk reunifikasi: mempertahankan kebebasan di Korea Selatan dari berita palsu dan elemen destabilisasi lainnya, membawa perubahan di Korea Utara melalui peningkatan hak asasi manusia dan informasi dari luar, serta memperkuat kerjasama dengan komunitas internasional. 

Dia juga mengusulkan "kelompok kerja" antara kedua Korea untuk membahas cara-cara mengurangi ketegangan, melanjutkan kerjasama ekonomi, dan meningkatkan pertukaran.

"Badan ini dapat membahas isu apa pun, mulai dari meredakan ketegangan hingga kerjasama ekonomi, pertukaran antarwarga dan budaya, serta respons terhadap bencana dan perubahan iklim," katanya.

"Kita juga dapat membahas isu-isu kemanusiaan yang mendesak, seperti keluarga yang terpisah, tawanan perang Korea Selatan, penculikan, dan tahanan yang masih berada di Utara," kata Yoon.

Yoon mendesak Korea Utara untuk menanggapi usulan tersebut dengan mengatakan bahwa dialog dan kerja sama dapat menghasilkan kemajuan substantif dalam hubungan antar-Korea.

Salah satu rencana yang diuraikan adalah memperluas "hak akses informasi" bagi warga Korea Utara untuk membantu membuka wawasan mereka terhadap dunia luar.

"Kesaksian dari banyak pembelot Korea Utara menunjukkan bahwa siaran radio dan TV kami membantu mereka menyadari propaganda palsu dan hasutan yang berasal dari rezim Korea Utara," kata Yoon.

"Jika semakin banyak orang Korea Utara menyadari bahwa reunifikasi melalui kebebasan adalah satu-satunya cara untuk memperbaiki kehidupan mereka dan yakin bahwa Republik Korea yang bersatu akan menerima mereka, mereka akan menjadi kekuatan yang kuat dan bersahabat untuk reunifikasi berbasis kebebasan," katanya, merujuk pada nama resmi Korea Selatan.

Adapun prospek pembicaraan antar-Korea tetap suram karena Kim Jong Un menyebut Korea Selatan sebagai musuh utama yang tidak berubah dan menandatangani perjanjian kemitraan strategis komprehensif dengan Rusia pada Juni yang mencakup klausul pertahanan bersama.

Langkah-langkah denuklirisasi

Yoon menegaskan kembali komitmennya terhadap "inisiatif berani" yang diumumkan dua tahun lalu, yang menyerukan bantuan besar-besaran untuk membantu Korea Utara yang berkekurangan, membangun kembali ekonominya sebagai imbalan atas langkah-langkah denuklirisasi.

"Kami akan memulai kerja sama politik dan ekonomi begitu Korea Utara mengambil satu langkah menuju denuklirisasi," katanya.

Negosiasi nuklir antara Korea Utara dan Amerika Serikat (AS) tetap terhenti sejak pertemuan puncak Hanoi tahun 2019 antara Presiden AS saat itu, Donald Trump, dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un yang berakhir tanpa kesepakatan.

Usulan dialog Yoon muncul di tengah ketegangan yang meningkat setelah Korea Utara mengirim balon berisi sampah melintasi perbatasan sebagai tindakan balasan terhadap kelompok sipil Korea Selatan yang mengirimkan balon yang membawa selebaran propaganda yang mengkritik pemimpin Korea Utara.

Pada bulan Juni, Korea Selatan kembali mengoperasikan siaran propaganda melalui pengeras suara di dekat perbatasan dengan Korea Utara untuk pertama kalinya sejak Januari 2016.

Kantor kepresidenan mengatakan pihaknya akan mencari cara untuk memberi informasi kepada rakyat Korea Utara dengan "konten yang lebih berwarna dan menarik" tanpa terlalu menekankan aspek ideologi dan politik.

"Meski pengeras suara dan selebaran propaganda mungkin memiliki beberapa efek, kami tidak berniat terlalu mengandalkan metode analog seperti itu, terutama ketika hal ini meningkatkan ketegangan antar-Korea," kata seorang pejabat senior kepresidenan kepada wartawan. "Karena Korea Utara sudah menjalani proses digitalisasi, kami percaya ada banyak cara bagi warga Korea Utara untuk mengakses dunia luar."

Yoon mengatakan Korea Selatan akan mendirikan Dana Kebebasan dan Hak Asasi Manusia Korea Utara untuk secara aktif mendukung kegiatan non-pemerintah yang mempromosikan kebebasan dan hak asasi manusia di negara tersebut sambil terus berupaya memberikan bantuan kemanusiaan kepada Korea Utara.

"Kami menawarkan bantuan untuk korban banjir di Korea Utara, dengan menyatakan dengan jelas bahwa pemerintah kami tidak bermaksud menutup mata terhadap penderitaan rakyat Korea Utara," katanya. "Meskipun rezim Korea Utara kembali menolak tawaran kami, kami tidak akan pernah berhenti menawarkan bantuan kemanusiaan."

Palang Merah Korea Selatan telah menawarkan untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada Korea Utara atas kerusakan akibat hujan lebat baru-baru ini di daerah perbatasan utaranya, tetapi Kim Jong-un berjanji untuk menangani korban banjir tanpa bantuan dari luar.

Sumber : Yonhap-OANA
 


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Presiden Korsel ungkap visi penyatuan berbasis kebebasan dengan Korut

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan

Editor : Debby H. Mano


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024