Gorontalo, (ANTARAGORONTALO) - Kawanan Hiu Paus di perairan Desa Botubarani, Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango tidak lagi muncul ke permukaan selama tiga hari terakhir.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Hiu Paus, Yansur Pakaya, Senin mengungkapkan terakhir kali hiu paus muncul pada Jumat, 12 Agustus 2016.
"Sejak saat itu sampai sekarang ini kami belum melihat ada hiu paus yang datang, meskipun nelayan setempat menyebarkan limbah udang yang menjadi makanan mereka di laut," katanya.
Ia mengungkapkan sejak hiu tersebut tidak tampak, aktivitas wisata di lokasi tersebut berhenti total karena hewan itu menjadi daya tarik utama wisatawan datang dan turun ke laut.
Puluhan perahu yang biasanya mengangkut pengunjung hanya terparkir di bibir pantai. Meski demikian warga setempat ramai berkumpul di pantai menanti informasi mengenai keberadaan hiu paus.
"Kemarin ada nelayan yang melihat seekor hiu paus bermain selama lima menit, tapi lokasinya berada jauh dari zona wisata," ungkapnya.
Peneliti dari Whale Shark Indonesia dan World Wild Fund for Nature (WWF), Casandra Tania menguraikan kemungkinan penyebab menghilangnya hiu paus dari perairan Botubarani.
"Kemungkinan karena makanan tidak cukup di perairan tersebut, sehingga hewan ini mencari makan di perairan lain," ujarnya.
Menurutnya ketidakmunculan hiu tersebut merupakan data penting untuk memahami perilaku hewan itu di suatu lokasi.
Peneliti lainnya dari Whale Shark Indonesia, Mahardika Rizqi Himawan mengatakan hiu paus biasanya akan menjelajahi perairan yang memiliki banyak makanan seperti plankton dan ikan berukuran kecil.
"Harus ditelusuri juga apakah penyebabnya adalah masalah lain, misalnya apakah ada cemaran. Atau faktor alam lainnya seperti kemelimpahan sumber makanan di perairan lain," jelasnya.
Mahardika menambahkan di Cebu, Filipina hiu paus juga diberi makan dan model interaksinya sama dengan kondisi di Gorontalo. Namun, sampai saat ini hiu paus di Cebu masih bertahan selama dua tahun terakhir.
Sementara itu Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, Kris Handoko mengatakan masyarakat harus memahami bahwa hiu paus merupakan hewan liar dan bukan hewan peliharaan.
Hewan terbesar di dunia itu, lanjutnya, harus dilindungi dari aktivitas wisata yang tidak ramah yang bisa mengakibatkan stress.
Data sementara dari buku tamu di Desa Botubarani pada Mei hingga Juli 2016, terdapat 32.043 pengunjung yang menggunakan perahu, 573 orang yang snorkeling dan 197 orang menyelam.
Para peneliti tersebut, sebelumnya telah merekomendasikan hiu paus tidak diberi makan, apalagi secara rutin setiap hari oleh para pengunjung seperti di Botubarani.
Alasannya hewan tersebut tidak akan mendapatkan nutrisi penuh dari makanan yang diberikan pengunjung, dibandingkan mencari makan secara alamiah.
Selain itu, hiu paus secara alami tidak menghabiskan banyak waktu di permukaan air, serta bisa terluka karena bergesekan dengan badan kapal saat diberi makan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016
Ketua Kelompok Sadar Wisata Hiu Paus, Yansur Pakaya, Senin mengungkapkan terakhir kali hiu paus muncul pada Jumat, 12 Agustus 2016.
"Sejak saat itu sampai sekarang ini kami belum melihat ada hiu paus yang datang, meskipun nelayan setempat menyebarkan limbah udang yang menjadi makanan mereka di laut," katanya.
Ia mengungkapkan sejak hiu tersebut tidak tampak, aktivitas wisata di lokasi tersebut berhenti total karena hewan itu menjadi daya tarik utama wisatawan datang dan turun ke laut.
Puluhan perahu yang biasanya mengangkut pengunjung hanya terparkir di bibir pantai. Meski demikian warga setempat ramai berkumpul di pantai menanti informasi mengenai keberadaan hiu paus.
"Kemarin ada nelayan yang melihat seekor hiu paus bermain selama lima menit, tapi lokasinya berada jauh dari zona wisata," ungkapnya.
Peneliti dari Whale Shark Indonesia dan World Wild Fund for Nature (WWF), Casandra Tania menguraikan kemungkinan penyebab menghilangnya hiu paus dari perairan Botubarani.
"Kemungkinan karena makanan tidak cukup di perairan tersebut, sehingga hewan ini mencari makan di perairan lain," ujarnya.
Menurutnya ketidakmunculan hiu tersebut merupakan data penting untuk memahami perilaku hewan itu di suatu lokasi.
Peneliti lainnya dari Whale Shark Indonesia, Mahardika Rizqi Himawan mengatakan hiu paus biasanya akan menjelajahi perairan yang memiliki banyak makanan seperti plankton dan ikan berukuran kecil.
"Harus ditelusuri juga apakah penyebabnya adalah masalah lain, misalnya apakah ada cemaran. Atau faktor alam lainnya seperti kemelimpahan sumber makanan di perairan lain," jelasnya.
Mahardika menambahkan di Cebu, Filipina hiu paus juga diberi makan dan model interaksinya sama dengan kondisi di Gorontalo. Namun, sampai saat ini hiu paus di Cebu masih bertahan selama dua tahun terakhir.
Sementara itu Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, Kris Handoko mengatakan masyarakat harus memahami bahwa hiu paus merupakan hewan liar dan bukan hewan peliharaan.
Hewan terbesar di dunia itu, lanjutnya, harus dilindungi dari aktivitas wisata yang tidak ramah yang bisa mengakibatkan stress.
Data sementara dari buku tamu di Desa Botubarani pada Mei hingga Juli 2016, terdapat 32.043 pengunjung yang menggunakan perahu, 573 orang yang snorkeling dan 197 orang menyelam.
Para peneliti tersebut, sebelumnya telah merekomendasikan hiu paus tidak diberi makan, apalagi secara rutin setiap hari oleh para pengunjung seperti di Botubarani.
Alasannya hewan tersebut tidak akan mendapatkan nutrisi penuh dari makanan yang diberikan pengunjung, dibandingkan mencari makan secara alamiah.
Selain itu, hiu paus secara alami tidak menghabiskan banyak waktu di permukaan air, serta bisa terluka karena bergesekan dengan badan kapal saat diberi makan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016