Wakil Ketua Komisi XI DPR RI M Hanif Dhakiri berharap Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berhati-hati dalam merumuskan kategori barang-barang mewah yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
“Definisi barang mewah harus dibuat dengan sangat cermat dan tepat agar tidak menyasar masyarakat menengah ke bawah. Daya beli masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan kebijakan ini. Itu juga yang saya yakin jadi perhatian Presiden,” kata Hanif di Jakarta, Senin.
Mantan Menteri Ketenagakerjaan RI periode 2014-2019 itu juga mendorong Kementerian Keuangan untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mencari sumber penerimaan negara lainnya tanpa membebani masyarakat, seperti memperluas basis pajak, meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak, maupun mengoptimalkan digitalisasi perpajakan.
“Yang terpenting saat ini adalah kerja sama semua pihak untuk memastikan kebijakan ini berjalan dengan baik, adil, dan sesuai dengan tujuannya, yaitu mendukung pembangunan tanpa membebani masyarakat kecil,” ujarnya.
Menurut dia, rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 adalah amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang telah disahkan pada 7 Oktober 2021 oleh pemerintahan dan DPR periode 2019-2024.
Tahapan pemberlakuan kenaikan PPN diatur secara bertahap. Tarif PPN naik dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, dan dijadwalkan naik lagi menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Pengenaan tarif PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang-barang mewah, agar tidak membebani kebutuhan pokok masyarakat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hanif Dhakiri: Berhati-hati rumuskan barang yang dikenai PPN 12 persen
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2024