Jakarta, (ANTARAGORONTALO) - Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan KPK tidak akan terganggu apabila terjadi dampak politik terkait adanya dugaan peran nama-nama besar dalam dakwaan kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik (KTP-E) tahun anggaran 2011-2012.

"Untuk dampak politik kami tentu saja tidak menghitung itu karena fokus KPK adalah menangani kasus ini di jalur hukum," kata Febri di gedung KPK, Jakarta.

Menurut Febri, KPK akan fokus saja dengan dua orang terdakwa dalam perkara KTP-E yang akan diproses lebih lanjut dalam persidangan.

"Kemudian informasi, fakta-fakta, bukti-bukti akan kami kumpulkan secara terus-menerus dan kami akan menangani kasus ini semaksimal mungkin yang bisa ditangani KPK sesuai dengan kewenangan KPK di Undang-Undang KPK," tuturnya.

Oleh karena itu, kata Febri, KPK akan tetap berjalan pada proses hukum sesuai dengan kewenangan KPK.

"Kami berjalan di jalur hukum sedangkan dampak politik segala macam dan lain hal itu kami harap patuh dan menempatkan hukum pada posisi pertama jadi karena negara ini adalah negara hukum tentu saja kami akan tetap berjalan pada proses hukum sesuai dengan kewenangan KPK," ucap Febri.

Lebih lanjut Febri mengatakan bahwa dalam persidangan KTP-E tidak hanya soal nama-nama saja tetapi juga akan diuraikan kronologis dari awal peristiwa tersebut dan tentu tidak terhindarkan penyebutan nama pihak-pihak tertentu dan perannya masing-masing meskipun belum tentu semuanya akan jadi pelaku dalam perkara ini.

"Instruksi secara umumnya adalah dua orang sebagai terdakwa diduga bersama-sama dengan pihak lain, pihak lain itu siapa? Secara lengkap akan diungkapkan besok. Namun secara umum tentu itu berasal dari birokrasi itu sendiri dari Kementerian atau pun juga dari legislatif karena sejak tahun 2010, 2011, dan 2012 atau bahkan sebelum itu kami akan uraikan juga adanya pertemuan-pertemuan pihak-pihak tertentu yang membahas soal proyek KTP-E meskipun itu belum masuk pada proses pembahasan formal," kata Febri.

Sebelumnya, dakwaan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik (KTP-E) tahun anggaran 2011-2012 akan mengungkap peran nama-nama besar, kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Jumat (3/3).

"Ya nanti Anda baca saja, Anda dengarkan kemudian Anda akan melihat ya mudah-mudahan tidak ada goncangan politik yang besar karena namanya yang disebutkan banyak sekali," katanya.

KPK sudah melimpahkan berkas kasus E-KTP ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang berlokasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Rabu (1/3). Berkas itu termasuk berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka dan saksi setebar 24 ribu lembar, namun belum ada jadwal sidang perdana.

"Nanti Anda tunggu kalau Anda mendengarkan dakwaan yang dibacakan, Anda akan sangat terkejut, banyak orang yang namanya akan disebutkan di sana. Jadi nanti secara periodik, secara berjenjang ini dulu, habis ini siapa," tambah Agus.

Dalam perkara KTP-E sudah ada dua tersangka yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto. Keduanya sudah mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang membantu penegak hukum untuk membongkar perbuatan pidana.

Terdapat tokoh-tokoh besar yang pernah diperiksa sebagai saksi perkara ini di KPK, antara lain adalah Ketua DPR Setya Novanto yang juga menjadi ketua fraksi Partai Golkar periode 2011-2012, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan periode 2004-2009 dan 2009-2013 Ganjar Pranowo, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR M Jafar Hafsah, mantan pimpinan Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa, Ketua Komisi II sejak 2009 hingga Januari 2012 Chairuman Harahap, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan sejumlah anggota DPR lain.

KPK juga menerima total pengembalian Rp250 miliar dari korporasi dan 14 individu. Pembagiannya Rp220 miliar dikembalikan oleh korporasi dan Rp30 miliar dikembalikan oleh individu, sebagian dari 14 orang yang mengembalikan itu adalah anggota DPR.

Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017