London (ANTARA GORONTALO) - Indonesia dan Denmark berhasil meloloskan Pedoman
Pertanggungjawaban dan Kompensasi Polusi Laut di Komite Hukum
Organisasi Maritim Internasional (IMO) dalam Sidang Komite Hukum IMO
yang ke-104 di London, Inggris.
Komite Hukum IMO menerima secara bulat usulan Indonesia dan Denmark itu, termasuk dalam kasus kerusakan akibat tumpahan minyak yang berasal dari eksplorasi dan eksploitasi anjungan minyak lepas pantai, demikian Counsellor Fungsi Politik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London, Andalusia Tribuana Tungga Dewi, kepada ANTARA News, Senin.
Ketua Delegasi RI Agus Saptono menilai bahwa diterimanya pedoman tersebut di Sidang Komite Hukum IMO merupakan keberhasilan diplomasi dalam melindungi kepentingan maritim RI.
Direktur Kerja Sama di Kementerian Perhubungan RI itu mengemukakan pedoman tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para pihak yang ingin menggunakannya dalam menuntaskan berbagai kasus yang melibatkan kompensasi dari kerusakan akibat tumpahan minyak dari anjungan minyak lepas pantai.
Pedoman itu sendiri bersifat sukarela dan tidak mengikat, ujarnya.
Proses bahasan pedoman tersebut sendiri berawal dari insiden tumpahan minyak Montara yang terjadi di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Australia pada 2009, dan kemudian mencemari perairan Indonesia. (Baca juga: Menko Luhut-Menlu Bishop bahas penyelesaian insiden Montara)
Terkait hal itu, Pemerintah Indonesia menyampaikan submisi terkait pedoman pertanggungjawaban dan kompensasi dari kerusakan akibat tumpahan minyak lepas pantai tersebut pada Sidang Komite Hukum IMO ke-97 tahun 2010. (Baca juga: Testimoni pencemaran Laut Timor raih "civil justice")
Sidang Komite Hukum IMO yang berlangsung dari tanggal 26 hingga 28 April 2017 juga membahas masalah terkait kesejahteraan dan perlindungan pelaut, khususnya pada situasi perompakan atau darurat lainnya.
Sidang itu merupakan forum pembahasan terkait perkembangan legislasi maritim internasional yang diselenggarakan setiap tahun di Markas Besar IMO di London.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
Komite Hukum IMO menerima secara bulat usulan Indonesia dan Denmark itu, termasuk dalam kasus kerusakan akibat tumpahan minyak yang berasal dari eksplorasi dan eksploitasi anjungan minyak lepas pantai, demikian Counsellor Fungsi Politik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London, Andalusia Tribuana Tungga Dewi, kepada ANTARA News, Senin.
Ketua Delegasi RI Agus Saptono menilai bahwa diterimanya pedoman tersebut di Sidang Komite Hukum IMO merupakan keberhasilan diplomasi dalam melindungi kepentingan maritim RI.
Direktur Kerja Sama di Kementerian Perhubungan RI itu mengemukakan pedoman tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para pihak yang ingin menggunakannya dalam menuntaskan berbagai kasus yang melibatkan kompensasi dari kerusakan akibat tumpahan minyak dari anjungan minyak lepas pantai.
Pedoman itu sendiri bersifat sukarela dan tidak mengikat, ujarnya.
Proses bahasan pedoman tersebut sendiri berawal dari insiden tumpahan minyak Montara yang terjadi di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Australia pada 2009, dan kemudian mencemari perairan Indonesia. (Baca juga: Menko Luhut-Menlu Bishop bahas penyelesaian insiden Montara)
Terkait hal itu, Pemerintah Indonesia menyampaikan submisi terkait pedoman pertanggungjawaban dan kompensasi dari kerusakan akibat tumpahan minyak lepas pantai tersebut pada Sidang Komite Hukum IMO ke-97 tahun 2010. (Baca juga: Testimoni pencemaran Laut Timor raih "civil justice")
Sidang Komite Hukum IMO yang berlangsung dari tanggal 26 hingga 28 April 2017 juga membahas masalah terkait kesejahteraan dan perlindungan pelaut, khususnya pada situasi perompakan atau darurat lainnya.
Sidang itu merupakan forum pembahasan terkait perkembangan legislasi maritim internasional yang diselenggarakan setiap tahun di Markas Besar IMO di London.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017