Bandung (ANTARA GORONTALO) - Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang
tergabung dalam Tim Akash Adhyaksa (bagian dari tim Aksantara ITB)
berinovasi menciptakan pesawat terbang yang memiliki sayap bisa dilipat.
Berdasarkan keterangan pers Kasubdit Humas dan Publikasi ITB Fivien Nur Savitri, Selasa, inovasi dari tim ini berhasil meraih Juara 2 untuk kategori Technology Development dalam kompetisi Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) 2017 yang diadakan pada 16-21 Oktober.
Pada kompetisi kali ini, penilaian dititik beratkan pada kreativitas ide dan inovasi yang ditawarkan.
Salah satu anggota tim, Nathan mengungkapkan, pesawat tersebut memiliki keunikan tersendiri yakni keempat sayap pesawat dirancang dengan spesifik dan bisa diliipat, bahkan pesawat tersebut bisa dimasukan ke dalam tabung khusus.
Ketika akan diluncurkan, pesawat tidak perlu dikeluarkan dari tabung, pesawat bisa langsung meluncur terbang langsung dari dalam tabung.
"Sayap pesawat bisa dilipat dan dimasukan ke dalam tabung. Tepat setelah peluncuran pesawat berlangsung, dua sayap depan terbuka dan disusul dengan dua sayap belakangnya, termasuk bagian vertical tale-nya juga. Konsep desain putaran sayapnya lebih ke torsional spring," kata mahasiswa Teknik Dirgantara ini.
Nathan menuturkan dari sisi sistem, Nathan menyebutkan timnya memakai coordinated airway system, di mana pesawat terkoneksi satu sama lain, tidak hanya bisa memakai satu pesawat namun bahkan dua hingga tiga pesawat.
Ia mengatakan biasanya hanya satu pesawat yang bisa terkoneksi langsung dengan ground control system atau pengontrol pesawat.
Namun pada pesawat buatan timnya, semua pesawat bisa menangkap data dan saling terkoneksi satu sama lain dengan sistem kontrolnya, melalui WIFI.
Tidak hanya memiliki desain pesawat yang unik, pesawat ini pun memiliki fungsi monitoring yang handal. Dalam pengkolektifan data dari ketinggian serta perbukitan, bisa juga menggunakan pesawat ini.
Monitoring data bisa langsung dilakukan dari atas dengan lebih cepat dan akurat. Tak hanya itu, pesawat pun bisa melakukan fungsi live streaming serta diformasikan untuk melakukan atraksi tertentu.
"Bahan pembuatan pesawat ini, kami buat dengan memadukan beberapa proses mulai dari 3D print dan CNC, yang bisa dibuat di ITB. Kesulitannya sih lebih pada pembuatan putaran sayapnya, agar bisa dilipat dan itu menghabiskan waktu selama dua bulan. Butuh sekitar delapan bulan untuk mengerjakan pembuatan pesawat ini," kata dia.
Pesawat dibuat di antaranya oleh: Nathan,Tobias Samuel, Tegar Satria, Reza Prama, Nurhayyan, Rizqina Rifqi, Sofia Karina, Rahmat Aria, Ahmad Fadlillah, M Naufalino Fadel, Navila Akhsanil, Muhammad Hanif, Irsyad Lukman, Azizul Hanif, Luthfi Irawan, Umar Al- Faruqi, serta Tjia Johan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
Berdasarkan keterangan pers Kasubdit Humas dan Publikasi ITB Fivien Nur Savitri, Selasa, inovasi dari tim ini berhasil meraih Juara 2 untuk kategori Technology Development dalam kompetisi Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) 2017 yang diadakan pada 16-21 Oktober.
Pada kompetisi kali ini, penilaian dititik beratkan pada kreativitas ide dan inovasi yang ditawarkan.
Salah satu anggota tim, Nathan mengungkapkan, pesawat tersebut memiliki keunikan tersendiri yakni keempat sayap pesawat dirancang dengan spesifik dan bisa diliipat, bahkan pesawat tersebut bisa dimasukan ke dalam tabung khusus.
Ketika akan diluncurkan, pesawat tidak perlu dikeluarkan dari tabung, pesawat bisa langsung meluncur terbang langsung dari dalam tabung.
"Sayap pesawat bisa dilipat dan dimasukan ke dalam tabung. Tepat setelah peluncuran pesawat berlangsung, dua sayap depan terbuka dan disusul dengan dua sayap belakangnya, termasuk bagian vertical tale-nya juga. Konsep desain putaran sayapnya lebih ke torsional spring," kata mahasiswa Teknik Dirgantara ini.
Nathan menuturkan dari sisi sistem, Nathan menyebutkan timnya memakai coordinated airway system, di mana pesawat terkoneksi satu sama lain, tidak hanya bisa memakai satu pesawat namun bahkan dua hingga tiga pesawat.
Ia mengatakan biasanya hanya satu pesawat yang bisa terkoneksi langsung dengan ground control system atau pengontrol pesawat.
Namun pada pesawat buatan timnya, semua pesawat bisa menangkap data dan saling terkoneksi satu sama lain dengan sistem kontrolnya, melalui WIFI.
Tidak hanya memiliki desain pesawat yang unik, pesawat ini pun memiliki fungsi monitoring yang handal. Dalam pengkolektifan data dari ketinggian serta perbukitan, bisa juga menggunakan pesawat ini.
Monitoring data bisa langsung dilakukan dari atas dengan lebih cepat dan akurat. Tak hanya itu, pesawat pun bisa melakukan fungsi live streaming serta diformasikan untuk melakukan atraksi tertentu.
"Bahan pembuatan pesawat ini, kami buat dengan memadukan beberapa proses mulai dari 3D print dan CNC, yang bisa dibuat di ITB. Kesulitannya sih lebih pada pembuatan putaran sayapnya, agar bisa dilipat dan itu menghabiskan waktu selama dua bulan. Butuh sekitar delapan bulan untuk mengerjakan pembuatan pesawat ini," kata dia.
Pesawat dibuat di antaranya oleh: Nathan,Tobias Samuel, Tegar Satria, Reza Prama, Nurhayyan, Rizqina Rifqi, Sofia Karina, Rahmat Aria, Ahmad Fadlillah, M Naufalino Fadel, Navila Akhsanil, Muhammad Hanif, Irsyad Lukman, Azizul Hanif, Luthfi Irawan, Umar Al- Faruqi, serta Tjia Johan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017