Jakarta, (ANTARA GORONTALO) - Pengacara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum berkata jujur terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain yang membelitnya.

"AU (Anas Urbaningrum) perlu berjiwa besar untuk menerima proses hukum yang sedang dijalani terkait kasus korupsi yang membelit dirinya. Publik pun telah dewasa untuk menyaring setiap kebenaran dan kebohongan karena itu, percuma kalau tujuannya adalah kampanye negatif," kata Ketua Tim Advokat dan Konsultan Hukum SBY Palmer Situmorang dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Rabu.

Anas pada pemeriksaannya Jumat (28/3) lalu membawa laporan audit kampanye Presiden SBY pada 2009 berjudul "Laporan Akuntan Independen atas Penerapan Prosedur yang Disepakati terhadap Laporan Penerimaan dan Penggunaan Dana Kampanye Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono serta Tim Kampanye Nasional" ke KPK.

Menurut Anas, di dalam laporan tersebut mengenai keanehan sumber penyumbang kampanye, misalnya, ada penyumbang yang tidak terdaftar dan sebaliknya ada nama penyumbang korporasi dan perseorangan yang dalam laporan tersebut.

"Sulit untuk memahami kejiwaan AU atas tindakan yang terus melontarkan kebohongan kepada publik terkait SBY dan keluarga. Kami yakin KPK profesional dan tidak tertipu dengan kebohongan AU, kami serahkan sepenuhnya masalah ini kepada KPK," tambah Palmer.

Sejumlah pernyataan Anas dinilai Palmer bertentangan dengan data KPK dari keterangan saksi lainnya, misalnya, pernyataan mengenai uang muka pembelian mobil Toyota Harrier sebesar Rp250 juta.

"Namun, KPK sendiri sudah membantah bahwa bukti maupun keterangan saksi telah membuktikan bahwa sumber dana pembelian Toyota Harier berasal dari perusahaan Nazaruddin," ungkap Palmer.

Selanjutnya terkait tuduhan terhadap anak bungsu SBY, Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas) yang disebut mendapatkan dana 200 ribu dolar AS dari proyek Hambalang.

"Tidak benar Ibas menerima dana tersebut, jika ada bukti terkait hal ini, silahkan serahkan kepada instansi penyidik yang berwenang. Tidak pernah ada keragu-raguan sikap dalam menanggapi tuduhan tersebut," tegas Palmer.

Untuk tindak pidana korupsi, KPK menyangkakan Anas berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Anas dalam surat dakwaan mantan Menpora Andi Mallarangeng mendapat Rp2,21 miliar untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.

Anas juga disangkakan melakukan TPPU sejak 5 Maret lalu dengan sangkaan pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari kejahatan.

Ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Pengenaan pasal tersebut memberikan kewenangan KPK untuk menyita harta kekayaan Wawan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2014