Jakarta, (Antara News) - Tiga petenis meja Indonesia yang melaju ke babak kedua di nomor perseorangan putri Asian Games ke-18 di JI Expo Kemayoran, Jakarta pada Kamis malam tertahan langkahnya setelah dikalahkan lawan-lawan dan otomatis di cabang yang menyediakan lima set medali ini Indonesia tidak kebagian apapun.
Petenis meja putri Rina Sintya yang turun melawan Suh Yoo Won (Korea Selatan) kalah dengan skor 0-4 (11-3, 11-8, 11-7 dan 11-9), selanjutnya Kharisma Nur Hawwa kalah dari Kato Miyu (Jepang) juga dengan skor 0-4 (3-11, 8-11, 7-11 dan 9-11).
Perlawanan keras diberikan oleh Ficky Supit Santosa atas Gnanasekaran Sathiyan (India) dengan mendapatkan dua set namun kalah dengan skor keseluruhan 2-4.
Petenis meja Rina saat menghadapi Suh Yoo Won bermain tegang dan kebingungan. Ia beberapa kali gagal mengambil servis Suh yang melambungkan bola setinggi tiga meter dan memelintir bola dengan bagian bet yang menggunakan karet bintik sehingga laju bola jadi lain dan aneh,
Rina bingung dalam membedakan apakah bola servis dari lawan kosong sehingga hanya perlu didorong atau bahkan diserang atau malah berisi putaran dengan perlakuan mengambil bola yang berbeda.
Beberapa kali serangan dengan pukulan keras yang dilakukan saat posisi bola sudah dibawah permukaan meja berhasil diblok dengan karet bintik dan laju bola jadi tertahan. Saat Rina melakukan smes untuk mematikan bola justru malah bolanya nyangkut di net.
Kondisi yang sama juga dialami Kharisma saat bermain melawan Kato Miyu. Lawan yang menggunakan karet polos namun memiliki variasi servis beragam baik bola kosong, maupun isi dengan penempatan bola diujung meja dengan variasi panjang dan pendeknya menjadi andalan untuk mendapatkan poin.
Akibatnya Kharisma sulit mengembangkan permainan. Poin baru didapat saat ia melakukan servis dengan menyerang bola pengembalian lawan ataupun memblok serangan lawan meski kadang dengan kecerdikan lawan seringkali menyerang dengan bola berputar dengan ketinggian menggantung disisi kiri lawan dan pengembaliannya sering melewati meja.
Pelatih tenis meja Indonesia Haryono Wong menyatakan, kelemahan petenis meja Indonesia sangat nyata terlihat saat pengembalian servis dan juga variasi dari servis yang mereka miliki.
"Latihan servis itu memang membosankan, tapi manfaatnya besar. Bagaimana kita mau mengembangkan permainan kalau di servis saja sudah tidak bisa mengembalikan ke arah lawan," ujarnya.
Ia menyatakan perlu bantuan dari petenis meja senior Indonesia yang memiliki variasi servis bagus agar mereka lebih banyak pengalaman dalam melakukan pengembalian servis.
"Cuma apakah senior-senior itu mau. Dipanggil pelatnas aja mereka tidak berkenan apalagi kalau diminta membantu," jelas Haryono.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018
Petenis meja putri Rina Sintya yang turun melawan Suh Yoo Won (Korea Selatan) kalah dengan skor 0-4 (11-3, 11-8, 11-7 dan 11-9), selanjutnya Kharisma Nur Hawwa kalah dari Kato Miyu (Jepang) juga dengan skor 0-4 (3-11, 8-11, 7-11 dan 9-11).
Perlawanan keras diberikan oleh Ficky Supit Santosa atas Gnanasekaran Sathiyan (India) dengan mendapatkan dua set namun kalah dengan skor keseluruhan 2-4.
Petenis meja Rina saat menghadapi Suh Yoo Won bermain tegang dan kebingungan. Ia beberapa kali gagal mengambil servis Suh yang melambungkan bola setinggi tiga meter dan memelintir bola dengan bagian bet yang menggunakan karet bintik sehingga laju bola jadi lain dan aneh,
Rina bingung dalam membedakan apakah bola servis dari lawan kosong sehingga hanya perlu didorong atau bahkan diserang atau malah berisi putaran dengan perlakuan mengambil bola yang berbeda.
Beberapa kali serangan dengan pukulan keras yang dilakukan saat posisi bola sudah dibawah permukaan meja berhasil diblok dengan karet bintik dan laju bola jadi tertahan. Saat Rina melakukan smes untuk mematikan bola justru malah bolanya nyangkut di net.
Kondisi yang sama juga dialami Kharisma saat bermain melawan Kato Miyu. Lawan yang menggunakan karet polos namun memiliki variasi servis beragam baik bola kosong, maupun isi dengan penempatan bola diujung meja dengan variasi panjang dan pendeknya menjadi andalan untuk mendapatkan poin.
Akibatnya Kharisma sulit mengembangkan permainan. Poin baru didapat saat ia melakukan servis dengan menyerang bola pengembalian lawan ataupun memblok serangan lawan meski kadang dengan kecerdikan lawan seringkali menyerang dengan bola berputar dengan ketinggian menggantung disisi kiri lawan dan pengembaliannya sering melewati meja.
Pelatih tenis meja Indonesia Haryono Wong menyatakan, kelemahan petenis meja Indonesia sangat nyata terlihat saat pengembalian servis dan juga variasi dari servis yang mereka miliki.
"Latihan servis itu memang membosankan, tapi manfaatnya besar. Bagaimana kita mau mengembangkan permainan kalau di servis saja sudah tidak bisa mengembalikan ke arah lawan," ujarnya.
Ia menyatakan perlu bantuan dari petenis meja senior Indonesia yang memiliki variasi servis bagus agar mereka lebih banyak pengalaman dalam melakukan pengembalian servis.
"Cuma apakah senior-senior itu mau. Dipanggil pelatnas aja mereka tidak berkenan apalagi kalau diminta membantu," jelas Haryono.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018