Palu, (Antara News) - Ribuan warga korban gempa dan likuifaksi Kelurahan Balaroa Kota Palu, Sulawesi Tengah menuntut hak dan keadilan pascabencana tersebut menimpa wilayah itu.

Tuntutan itu menjadi tema besar rapat akbar korban gempa dan likuefaksi Balaroa, yang mengangkat tema "Menuntut Hak dan Keadilan" diikuti ribuan warga kelurahan itu, yang berlangsung di Lapangan Sport Center, Sabtu.

Dalam rapat itu warga korban likufaksi menyepakati lima poin tuntutan sekaligus sebagai petisi dan akan disampaikan langsung kepada Presiden RI Joko Widodo.

Lima poin tuntutan yang disepakati dalam rapat yang digagas oleh Forum Korban Bencana Gempa dan Likuifaksi Balaroa yaitu,  menolak hunian sementara dan menginginkan dana tersebut dikompensasikan kepada korban. Korban menginginkan segera dibangunkan hunian tetap di wilayah kelurahan balaroa Kecamatan Palu Barat.

Kemudian, segera percepat pembayaran dana santunan bagi korban jiwa kepada ahli waris. Korban juga menuntut hak-hak keperdataan atas lahan yang terdampak gempa bumi dan likuifaksi harus jelas ganti ruginya.

Terakhir, proses pendistribusian sembako harus merata berbasis data melalui pemerintah kelurahan, sehingga bisa dirasakan oleh korban bencana gempa bumi dan likuifaksi Balaroa.

Selain menyepakati lima tuntutan tersebut, rapat akbar yang diselingi dengan tanya jawab (diskusi) menghadirkan Pemerintah Daerah Sulteng dan Kota Palu itu berlangsung tertib.

Warga korban bencana tersebut menanyakan tentang bantuan berkaitan dengan anggaran yang masuk ke Pemda Sulteng pascabencana menimpa Kota Palu, Donggala dan Sigi.

Pemprov Sulteng yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Pemprov Sulteng Hidayat Lamakarate menjawab semua pertanyaan warga dalam rapat tersebut.

Hidayat Lamakarate mengemukakan, dana bantuan tersebut terbagi dua pos. Pertama yang berasal dari pemda lain langsung masuk dalam alokasi APBD provinsi.

"Keseluruhan anggaran dimaksud diarahkan untuk penanganan soal perencanaan infrastruktur dan lain-lain," ucap Hidayat Lamakarate.
    
Kedua, dana bantuan sosial  masuk ke kas Pemda Provinsi yang pengalokasiannya lewat Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Dalam pengalokasiannya secara rinci dicatat, demikian pula peruntukannya, yang pada intinya  dipakai untuk menangani masalah kebencanaan.

"Soal rinciannya ada semua yang dipergunakan untuk keperluan kebencanaan, di situ saya yang bertanggung jawab langsung," Hidayat menjelaskan.

Ia mengutarakan, masyarakat yang tertimpa bencana tidak sendiri, karena pemerintah ada dan berdiri di garda depan untuk memperjuangkan dan merespon persoalan kebencanaan ini.
    
Terkait adanya keluhan masyarakat yang mengaku belum mendapatkan bantuan, kata Hidayat, pemerintah perlu mengkroscek  siapa saja yang belum mendapatkan bantuan dari pemerintah dan dimana.

Menurut dia, secara teknis distribusi logistik dalam bentuk beras dan sebagainya itu bukan kewenangan pemerintah provinsi, akan tetapi distribusinya merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang terdampak bencana.
    
Sementara Pemkot Palu yang diwakili oleh Sekretaris Kota Palu, Asri, menyampaikan apabila ada warga yang belum terdata, namun terdampak bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi melaporkan ke kelurahan masing-masing.

Ia mengatakan  Wali Kota Palu saat ini sangat gelisah, karena kalau menunggu pembangunan yang dilakukan oleh Kementerian PUPR membutuhkan waktu yang lama.

"Oleh karena itu Wali Kota Palu berusaha menghubungi teman-temannya yang ada di Lemhanas maupun  Yogyakarta untuk membantu membangunkan hunian tetap," kata Asri.
     
Ia menambahkan, Yayasan Buddha Tzu Chi  memberikan respon, dan menyatakan bersedia membantu. Untuk tahap pertama yayasan itu akan membangun 1000 unit, di kota Palu dan akan lagi menyusul di tahap selanjutnya.

Pewarta: Muhammad Hajiji

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019