Padang, (Antara News) - Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menilai pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) tidak perlu dilakukan secara terburu-buru agar hasilnya maksimal dan dapat diterima oleh mayoritas pemangku kepentingan.
"Saya kira ruang dialog antara pihak yang mendukung dan menolak masih terbatas. Ini yang harus difasilitasi," katanya terkait RUU PKS.
Ia menilai dalam draf RUU tersebut ada poin positif, tetapi ada juga hal yang mungkin perlu pembahasan lebih jauh.
"Kita apresiasi Fraksi PKS hari ini mengundang Komisioner Komnas Perempuan Imam Nahei dan aktivis perempuan pendukung RUU serta yang menolak RUU dalam satu ruang untuk membahas ini. Mengedepankan dialog ini yang tetap harus dijaga," ujarnya.
Ia yakin dialog yang dilakukan itu akan memperkaya serta memperjelas isi RUU tersebut, sehingga nantinya mayoritas pemangku kepentingan bisa satu suara.
Terkait penolakan, ia menilai pasti akan tetap ada dalam pembahasan RUU. Hal yang sama juga terjadi saat pembahasan RUU Antiterorisme sebelumnya, namun tetap dilanjutkan karena mayoritas pemangku kepentingan setuju.
Apalagi UU juga bersifat dinamis dan bisa direvisi kembali nanti jika masih ada kelemahan yang terlihat.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual telah diusulkan dalam Prolegnas sejak 2014, namun baru masuk dalam daftar Penambahan Prolegnas 2015-2019 pada tahun 2016 sebagai usulan DPR.
Selama dua tahun, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu mengendap di DPR dan tidak ada titik terang kemajuan dari pembahasan.
Terbaru Fraksi PKS menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan norma-norma agama.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
"Saya kira ruang dialog antara pihak yang mendukung dan menolak masih terbatas. Ini yang harus difasilitasi," katanya terkait RUU PKS.
Ia menilai dalam draf RUU tersebut ada poin positif, tetapi ada juga hal yang mungkin perlu pembahasan lebih jauh.
"Kita apresiasi Fraksi PKS hari ini mengundang Komisioner Komnas Perempuan Imam Nahei dan aktivis perempuan pendukung RUU serta yang menolak RUU dalam satu ruang untuk membahas ini. Mengedepankan dialog ini yang tetap harus dijaga," ujarnya.
Ia yakin dialog yang dilakukan itu akan memperkaya serta memperjelas isi RUU tersebut, sehingga nantinya mayoritas pemangku kepentingan bisa satu suara.
Terkait penolakan, ia menilai pasti akan tetap ada dalam pembahasan RUU. Hal yang sama juga terjadi saat pembahasan RUU Antiterorisme sebelumnya, namun tetap dilanjutkan karena mayoritas pemangku kepentingan setuju.
Apalagi UU juga bersifat dinamis dan bisa direvisi kembali nanti jika masih ada kelemahan yang terlihat.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual telah diusulkan dalam Prolegnas sejak 2014, namun baru masuk dalam daftar Penambahan Prolegnas 2015-2019 pada tahun 2016 sebagai usulan DPR.
Selama dua tahun, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu mengendap di DPR dan tidak ada titik terang kemajuan dari pembahasan.
Terbaru Fraksi PKS menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan norma-norma agama.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019