Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Perhimpunan Bank-bank Nasional (Perbanas) menilai perbankan
nasional ketinggalan dua langkah dari Malaysia dalam menghadapi
Komunitas Ekonomi ASEAN 2015, setelah mereka mengumumkan mega merger
tiga bank utama di sana.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2014
Mega merger bank-bank
Malaysia itu antara CIMB, RHB Capital, dan Malaysia Building Society dan
telah diamini Bank Sentral Malaysia, pada Sabtu kemarin.
Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono mengatakan, perbankan Malaysia konsisten terus-menerus memperkuat dan membesarkan industri perbankannya sejak krisis ekonomi Asia pada 1997 lalu hingga kini.
Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono mengatakan, perbankan Malaysia konsisten terus-menerus memperkuat dan membesarkan industri perbankannya sejak krisis ekonomi Asia pada 1997 lalu hingga kini.
Dalam
pengumumannya kepada regulator, ketiga bank Malaysia itu sepakat
melakukan mega merger yang akan melahirkan bank keempat terbesar di Asia
Tenggara.
"Malaysia membuktikan mereka mampu melakukan konsolidasi perbankan pada saat krisis Asia dan di saat normal seperti sekarang," kata Pramono.
"Malaysia membuktikan mereka mampu melakukan konsolidasi perbankan pada saat krisis Asia dan di saat normal seperti sekarang," kata Pramono.
"Tapi di Indonesia, ambil contoh saja
rencana akuisisi BTN oleh Bank Mandiri beberapa waktu lalu, bagaimana
semua orang begitu ributnya, padahal itu merupakan bagian dari
konsolidasi perbankan. Konsolidasi antar bank BUMN saja tidak berjalan,"
kata dia, di Jakarta, Minggu.
Dia menilai, dalam
jangka pendek, mega merger bank Malaysia itu tidak berpengaruh
signifikan terhadap Indonesia. Namun dalam jangka panjang hal tersebut
mendukung pertumbuhan non organik.
"Merger dalam dunia perbankan itu pilihan rasional. Regulator memberikan insentif bagi yang berkonsolidasi. Sejak dulu Malaysia konsisten mengurangi jumlah bank mereka. Inilah salah satu strategi mereka menghadapi pasar bebas Asean," ujar dia.
Dia berharap, pemerintahan terpilih nanti bisa melaksanakan konsolidasi perbankan yang sudah sangat mendesak. Untuk itu, Perbanas akan mengusulkan cetak biru perbankan.
Menurut dia, cetak biru perbankan diperlukan sebagai arah pengembangan perbankan nasional ke depan.
"Merger dalam dunia perbankan itu pilihan rasional. Regulator memberikan insentif bagi yang berkonsolidasi. Sejak dulu Malaysia konsisten mengurangi jumlah bank mereka. Inilah salah satu strategi mereka menghadapi pasar bebas Asean," ujar dia.
Dia berharap, pemerintahan terpilih nanti bisa melaksanakan konsolidasi perbankan yang sudah sangat mendesak. Untuk itu, Perbanas akan mengusulkan cetak biru perbankan.
Menurut dia, cetak biru perbankan diperlukan sebagai arah pengembangan perbankan nasional ke depan.
Dalam
rancangan itu, karakteristik masing-masing bank akan dijabarkan lebih
lanjut dan cetak biru itu akan mengikat seluruh multi pengagem
kepentingan, di antaranya OJK, pemerintah, BUMN, dan parlemen, sehingga
selain setiap pihak terlibat, jika terjadi pergantian pemerintahan,
kebijakan ini tak perlu berganti.
"Pasar bebas ASEAN sudah di depan mata, kita harus segera mengonsolidasi perbankan. Bank Mandiri sebagai bank terbesar di Indonesia saja sekarang baru masuk urutan ke delapan di ASEAN," kata dia.
"Pasar bebas ASEAN sudah di depan mata, kita harus segera mengonsolidasi perbankan. Bank Mandiri sebagai bank terbesar di Indonesia saja sekarang baru masuk urutan ke delapan di ASEAN," kata dia.
Keputusan mega merger guna membantu
pemerintah Malaysia mewujudkan visinya, menjadi negara maju pada 2020,
dengan menggandakan pendapatan perkapita penduduknya dalam enam tahun ke
depan menjadi 15.000 dolar Amerika Serikat.
Menurut New Straits Times, entitas bank hasil mega merger itu akan memiliki total aset sebesar 614 miliar ringgit (183,1 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp2.123,96 triliun, melebihi APBN berjalan saat ini yang cuma sekitar Rp1.800 triliun), sekaligus mengalahkan aset Maybank sebesar 578 miliar ringgit.
Menurut New Straits Times, entitas bank hasil mega merger itu akan memiliki total aset sebesar 614 miliar ringgit (183,1 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp2.123,96 triliun, melebihi APBN berjalan saat ini yang cuma sekitar Rp1.800 triliun), sekaligus mengalahkan aset Maybank sebesar 578 miliar ringgit.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2014