Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) menyatakan dominan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Linmas di Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang, Banten, meninggal karena kelelahan meski ada riwayat penyakit.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Amirudin di Tangerang, Jumat mengatakan dari 14 keluarga yang ditemui termasuk di Serang menyebutkan kebanyakan menerangkan bahwa korban meninggal setelah capek bekerja.
"Ada juga yang memiliki penyakit sebelumnya, ini merupakan pengakuan dari keluarga korban yang meninggal saat bertugas pada pemilu 2019," katanya.
Amirudin mengatakan ada juga anggota KPPS itu yang memiliki kegiatan lain sebelum dan sesudah pencoblosan tanggal 17 April 2019.
Menurut dia, pada umumnya jawaban yang diterima adalah kelelahan akibat bekerja hingga subuh tanpa ada istirahat.
Dalam pengakuan keluarga, bahwa terkadang petugas KPPS tidak sempat untuk ke rumah menemui keluarga karena sibuk bertugas saat pencoblosan hingga perhitungan suara.
Bahkan sehari sebelum pencoblosan, anggota KPPS juga sudah sibuk dengan urusan kertas suara, tenda, rapat maupun mengatur masalah konsumsi serta surat undangan C-6.
Dia mengatakan anggota KPPS meninggal karena sakit tidak banyak dari pengakuan keluarga dan lebih dominan akibat kelelahan tanpa ada istirahat yang memadai.
Dalam catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tangerang bahwa terdapat delapan orang yang meninggal terdiri dari lima orang anggota perlindungan masyarakat (Linmas) dan tiga anggota KPPS.
Namun lima korban tersebut yaitu Anis Gunawan (38) Asmuni (64), Sarmin (55), Kartubi (68) dan Oom Komana (52).
Bahkan terdapat tiga anggota KPPS yang tutup usia saat bertugas yakni Sukarni (58), Subur (63) dan Petrus Suhadi (55) KPPS.
Padahal sebelumnya, KPU setempat hanya memfasilitasi Komnas HAM untuk bertemu dengan keluarga KPPS dan Linmas.
Komisioner KPU Kabupaten Tangerang Divisi SDM, Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat, Imron Mahrus mengatakan pihaknya mengundang keluarga korban agar dapat memberikan keterangan penyebab kematian.
Namun pihaknya hanya mendampingi ketika Komnas HAM bertanya kepada anggota keluarga dan tidak berhak mengeluarkan pendapat.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Amirudin di Tangerang, Jumat mengatakan dari 14 keluarga yang ditemui termasuk di Serang menyebutkan kebanyakan menerangkan bahwa korban meninggal setelah capek bekerja.
"Ada juga yang memiliki penyakit sebelumnya, ini merupakan pengakuan dari keluarga korban yang meninggal saat bertugas pada pemilu 2019," katanya.
Amirudin mengatakan ada juga anggota KPPS itu yang memiliki kegiatan lain sebelum dan sesudah pencoblosan tanggal 17 April 2019.
Menurut dia, pada umumnya jawaban yang diterima adalah kelelahan akibat bekerja hingga subuh tanpa ada istirahat.
Dalam pengakuan keluarga, bahwa terkadang petugas KPPS tidak sempat untuk ke rumah menemui keluarga karena sibuk bertugas saat pencoblosan hingga perhitungan suara.
Bahkan sehari sebelum pencoblosan, anggota KPPS juga sudah sibuk dengan urusan kertas suara, tenda, rapat maupun mengatur masalah konsumsi serta surat undangan C-6.
Dia mengatakan anggota KPPS meninggal karena sakit tidak banyak dari pengakuan keluarga dan lebih dominan akibat kelelahan tanpa ada istirahat yang memadai.
Dalam catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tangerang bahwa terdapat delapan orang yang meninggal terdiri dari lima orang anggota perlindungan masyarakat (Linmas) dan tiga anggota KPPS.
Namun lima korban tersebut yaitu Anis Gunawan (38) Asmuni (64), Sarmin (55), Kartubi (68) dan Oom Komana (52).
Bahkan terdapat tiga anggota KPPS yang tutup usia saat bertugas yakni Sukarni (58), Subur (63) dan Petrus Suhadi (55) KPPS.
Padahal sebelumnya, KPU setempat hanya memfasilitasi Komnas HAM untuk bertemu dengan keluarga KPPS dan Linmas.
Komisioner KPU Kabupaten Tangerang Divisi SDM, Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat, Imron Mahrus mengatakan pihaknya mengundang keluarga korban agar dapat memberikan keterangan penyebab kematian.
Namun pihaknya hanya mendampingi ketika Komnas HAM bertanya kepada anggota keluarga dan tidak berhak mengeluarkan pendapat.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019