Terdakwa penyebaran berita bohong, Ratna Sarumpaet menangis saat membacakan pembelaannya di depan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.
Ratna mengatakan bahwa kebohongan yang ia buat tidak ada motif politik tertentu atau jauh dari perbuatan untuk menimbulkan rasa kebencian atau kebencian dan tidak menimbulkan keonaran apa pun.
Air mata Ratna Sarumpaet kemudian jatuh saat menyampaikan bahwa kebohongan yang ia buat semata-mata untuk menutupi kegiatan operasi plastiknya dari anak-anaknya.
"Tetapi semata-mata untuk menutupi kepada anak anaknya bahwa di usia saya yang sudah larut, saya masih melakukan operasi plastik," ucapnya sambil menangis dan terdiam sejenak.
Menurut Ratna, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidaklah adil dan objektif
"Jaksa Penuntut Umum secara bergantian membacakan dakwaan terhadap saya jauh dari objektivitas, kejujuran dan keadilan dengan tuntutan yang sangat berat dan sangat tidak masuk akal," ujar Ratna.
Selanjutnya ia merasa bahwa Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan juga dakwaan Pasal 28 Ayat (2) juncto 45A Ayat (2) UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sangat dipaksakan dan tidak relevan.
Ia pun mempertanyakan perbuatannya yang menyampaikan berita bohong kepada 7 orang saja, termasuk dalam menyiarkan atau tidak.
"Apakah perbuatan saya menyampaikan kebohongan kepada 7 orang melalui WhatsApp akun pribadi tersebut dapat masuk dalam menyiarkan berita bohong?" kata Ratna.
Dipenghujung pembelaannya ia memohon kepada majelis Hakim untuk melepaskannya.
"Lepaskan saya majelis hakim, mohon kembalikan saya kepada anak anak saya," ujar Ratna sambil menangis.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
Ratna mengatakan bahwa kebohongan yang ia buat tidak ada motif politik tertentu atau jauh dari perbuatan untuk menimbulkan rasa kebencian atau kebencian dan tidak menimbulkan keonaran apa pun.
Air mata Ratna Sarumpaet kemudian jatuh saat menyampaikan bahwa kebohongan yang ia buat semata-mata untuk menutupi kegiatan operasi plastiknya dari anak-anaknya.
"Tetapi semata-mata untuk menutupi kepada anak anaknya bahwa di usia saya yang sudah larut, saya masih melakukan operasi plastik," ucapnya sambil menangis dan terdiam sejenak.
Menurut Ratna, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidaklah adil dan objektif
"Jaksa Penuntut Umum secara bergantian membacakan dakwaan terhadap saya jauh dari objektivitas, kejujuran dan keadilan dengan tuntutan yang sangat berat dan sangat tidak masuk akal," ujar Ratna.
Selanjutnya ia merasa bahwa Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan juga dakwaan Pasal 28 Ayat (2) juncto 45A Ayat (2) UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sangat dipaksakan dan tidak relevan.
Ia pun mempertanyakan perbuatannya yang menyampaikan berita bohong kepada 7 orang saja, termasuk dalam menyiarkan atau tidak.
"Apakah perbuatan saya menyampaikan kebohongan kepada 7 orang melalui WhatsApp akun pribadi tersebut dapat masuk dalam menyiarkan berita bohong?" kata Ratna.
Dipenghujung pembelaannya ia memohon kepada majelis Hakim untuk melepaskannya.
"Lepaskan saya majelis hakim, mohon kembalikan saya kepada anak anak saya," ujar Ratna sambil menangis.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019