Akademisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Tadulako Palu, Sulawesi Tengah memberi masukan kepada pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
"Saya setuju dan sepakat bila Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 direvisi oleh pemerintah," ujar akademisi IAIN Palu Dr Muhtadin Dg Mustafa, di Palu, Minggu.
Pernyataan itu disampaikan Muhtadin Mustafa dalam Focus Group Discussion (FGD) problematika hukum terkait UU Nomor 10 Tahun 2016 dalam rangka pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020, di Palu, Minggu.
Menurut Muhtadin, Bawaslu berfungsi untuk memastikan bahwa hak konstitusional seluruh masyarakat, wajib pilih terdaftar sebagai pemilih serta menyalurkan hak pilih sebaik mungkin dalam proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang berujung pada partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan demokrasi.
Hak konstitusional itu akan lebih terarah bila pemerintah melakukan revisi atas UU Nomor 10 Tahun 2016 mengenai pemilihan kepala daerah gubernur, bupati dan wali kota, karena dengan memberikan kejelasan kelembagaan dalam nomenklatur Bawaslu yang tidak bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum semakin menguatkan Bawaslu.
Dukungan yang sama juga disampaikan oleh akademisi Untad Palu Dr Kasman Jaya yang menilai bahwa perlu dilakukan revisi atau memproduksi Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, agar lebih demokratis.
Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah Ruslan Husen mengemukakan, eksistensi dan peran Bawaslu dalam Pemilu 2019 dapat dilihat kelembagaan serta tugas dan wewenang Bawaslu. Dari sisi kelembagaan, Bawaslu mulai dari tingkat pusat hingga kabupaten dan kota tidak lagi sekadar panitia yang bersifat ad hoc, tetapi telah bermetamorfosis sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat permanen.
"Demikian pula dari sisi tugas dan wewenang, Bawaslu juga tidak hanya sekadar merekomendasikan temuan hasil pengawasan atau laporan dugaan pelanggaran, tetapi juga bertindak sebagai lembaga pemutus," ujar dia.
Meskipun kelembagaan Bawaslu semakin kuat melalui UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Namun, diakuinya, eksistensi dan peran Bawaslu dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah mengalami pelemahan.
"Dalam UU Pilkada atau UU Nomor 10 Tahun 2016 masih memposisikan kelembagaan pengawas pemilihan pada level kabupaten/kota sebatas panitia yang bersifat ad hoc. Sementara saat ini melalui UU Nomor 7 Tahun 2017 kelembagaan pengawas telah bermetamorfosis sebagai lembaga permanen," kata dia pula.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
"Saya setuju dan sepakat bila Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 direvisi oleh pemerintah," ujar akademisi IAIN Palu Dr Muhtadin Dg Mustafa, di Palu, Minggu.
Pernyataan itu disampaikan Muhtadin Mustafa dalam Focus Group Discussion (FGD) problematika hukum terkait UU Nomor 10 Tahun 2016 dalam rangka pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020, di Palu, Minggu.
Menurut Muhtadin, Bawaslu berfungsi untuk memastikan bahwa hak konstitusional seluruh masyarakat, wajib pilih terdaftar sebagai pemilih serta menyalurkan hak pilih sebaik mungkin dalam proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang berujung pada partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan demokrasi.
Hak konstitusional itu akan lebih terarah bila pemerintah melakukan revisi atas UU Nomor 10 Tahun 2016 mengenai pemilihan kepala daerah gubernur, bupati dan wali kota, karena dengan memberikan kejelasan kelembagaan dalam nomenklatur Bawaslu yang tidak bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum semakin menguatkan Bawaslu.
Dukungan yang sama juga disampaikan oleh akademisi Untad Palu Dr Kasman Jaya yang menilai bahwa perlu dilakukan revisi atau memproduksi Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, agar lebih demokratis.
Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah Ruslan Husen mengemukakan, eksistensi dan peran Bawaslu dalam Pemilu 2019 dapat dilihat kelembagaan serta tugas dan wewenang Bawaslu. Dari sisi kelembagaan, Bawaslu mulai dari tingkat pusat hingga kabupaten dan kota tidak lagi sekadar panitia yang bersifat ad hoc, tetapi telah bermetamorfosis sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat permanen.
"Demikian pula dari sisi tugas dan wewenang, Bawaslu juga tidak hanya sekadar merekomendasikan temuan hasil pengawasan atau laporan dugaan pelanggaran, tetapi juga bertindak sebagai lembaga pemutus," ujar dia.
Meskipun kelembagaan Bawaslu semakin kuat melalui UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Namun, diakuinya, eksistensi dan peran Bawaslu dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah mengalami pelemahan.
"Dalam UU Pilkada atau UU Nomor 10 Tahun 2016 masih memposisikan kelembagaan pengawas pemilihan pada level kabupaten/kota sebatas panitia yang bersifat ad hoc. Sementara saat ini melalui UU Nomor 7 Tahun 2017 kelembagaan pengawas telah bermetamorfosis sebagai lembaga permanen," kata dia pula.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019