Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Desa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan bantuan alokasi dana desa (ADD) kepada desa 'hantu' sudah berhenti sejak 2017.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Nata Irawan kepada wartawan usai rapat kerja bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Rabu.

"Kami sudah konfirmasi dengan Bupati, itu tidak digelontorkan kepada empat desa tadi dan ditahan sejak tahun 2017," ujar Nata di Kompleks Parlemen Republik Indonesia Senayan Jakarta.

Adapun pembentukan desa 'hantu' diketahui ada melalui pendaftaran yang disampaikan dalam Peraturan Daerah nomor 7 tahun 2012 tentang pendefinitifan desa-desa di Konawe, Sulawesi Tenggara.

"Sementara usul (pembentukan desa) itu sudah ada disampaikan melalui Perda itu tahun 2011," ujar Nata.

Adapun persetujuan Kemendagri tentang desa 'hantu' tersebut didasarkan pertimbangan pendaftarannya melalui Perda dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

Peraturan Pasal 116 UU Desa mengatakan bahwa desa yang ada sebelum UU Nomor 6 tahun 2014 berlaku, tetap diakui sebagai desa.

"Kami dari Kementerian Dalam Negeri pikir, masa sudah ditetapkan dalam Perda kemudian kami tolak? Kan tidak mungkin," kata Nata.

Dalam perjalanannya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pengaduan dari masyarakat tentang tidak adanya pelayanan masyarakat di desa hantu tersebut.

"KPK menyampaikan kepada kami. Ketika itu disampaikan oleh pimpinan KPK, ada 56 desa fiktif. Lalu kami verifikasi melalui data maupun observasi on the spot di lapangan," ujar Nata.

Adapun Kemendagri telah menerjunkan tim ke provinsi Sulawesi Tenggara pada 15-17 Oktober 2019 untuk mengecek keberadaan desa hantu tersebut.

Nata mengatakan kalau tim observasi Kemendagri telah berkomunikasi dengan Bupati Konawe untuk menanyakan keberadaan desa hantu tersebut.

"Setelah kami verifikasi yang dinyatakan fiktif sebenarnya ada empat," kata Nata.

Adapun nama-nama ke empat desa hantu tersebut ialah desa Larehoma di Kecamatan Anggaberi, desa Wiau di Kecamatan Routa, desa Arombu Utama di Kecamatan Latoma serta desa Napooha di Kecamatan Latoma.

Mengapa bisa ada desa hantu? Nata mengatakan karena adanya Peraturan Daerah, yang sebenarnya tidak menetapkan desa-desa tersebut.

"Disinyalir Perda tersebut ada kekeliruan," ujar dia.

Nata menambahkan nomor dan tanggal yang sama sudah pernah diusulkan melalui Perda tersebut, tapi bukan untuk pemekaran desa.



 

Pewarta: Abdu Faisal

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019