Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa menilai bahwa pembenahan vokasi harus dilakukan dari hulu ke hilir karena hingga kini lulusan SMK banyak yang belum terserap yang mengindikasikan belum adanya keselarasan dengan dunia kerja nasional.
"Angka pengangguran terbesar di negeri ini dihasilkan oleh para lulusan sekolah setingkat SMK yaitu 11,24 persen dibanding lulusan SMA yang hanya 7,9 persen. Padahal jumlah lulusan SMK setiap tahun hanya sekitar separuh dari lulusan SMA, dimana lulusan SMK ada 1,4 juta dibanding lulusan SMA yang berjumlah 2,1 juta," kata Ledia Hanifa dalam rilis di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, ketimpangan tersebut bisa jadi menunjukkan belum adanya link and match yang terencana, terstruktur dan terimplementasi optimal antara dunia teori dan kerja di dalam sistem pendidikan vokasi sejak SMK.
Padahal, politisi PKS itu mengingatkan bahwa pertumbuhan SDM unggul melalui penguatan pendidikan vokasi menjadi salah satu fokus rencana kerja pemerintahan Jokowi.
Untuk itu, ujar dia, pembenahan harus dilakukan dari hulu hingga ke hilir guna memperbaiki mutu SDM masyarakat Indonesia.
Apalagi, ia juga menemukan bahwa masih adanya penyediaan sarana dan prasarana latihan kerja yang disediakan di sekolah-sekolah vokasi yang belum mengikuti perkembangan dunia usaha terkini.
"Beberapa kali saya mendatangi sekolah-sekolah vokasi, ternyata sarprasnya, alat-alat yang mereka miliki untuk praktek, ternyata sudah berumur, tidak up to date bahkan ada yang tidak begitu berkesesuaian dengan kebutuhan di lapangan kerja," katanya.
Ledia juga menginginkan agar pelatihan bagi guru-guru sekolah vokasi harus ditingkatkan, agar wawasan keimuan dan keahliannya juga dapat termutakhirkan.
Sebelumnya, Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp4,3 triliun dalam rangka merevitalisasi sebanyak 5 ribu SMK di seluruh Indonesia yang ditargetkan selesai pada 2024.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan bahwa revitalisasi SMK tersebut dilakukan dalam rangka mempersiapkan generasi muda untuk peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan kerja atau vokasi sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK.
“Anggarannya tidak terlalu besar, sekitar Rp4,3 triliun. Sebetulnya masih jauh dari target karena jumlah SMK kita kan 14 ribu,” katanya saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (7/10).
Muhadjir menjelaskan realisasi program itu telah dilakukan sejak 2018 terhadap 300 SMK, pada 2019 sejumlah 300 SMK, dan pada 2020 akan ditingkatkan sebanyak 550 SMK serta akan terus dikembangkan agar bisa mencapai 5 ribu pada 2024.
Ia melanjutkan, ada lima sektor SMK yang menjadi fokus revitalisasi yaitu pariwisata, pertanian produktif, ekonomi kreatif, kemaritiman atau kelautan, pariwisata, dan energi pertambangan.
Menurut dia, program vokasi itu dilandasi dari lulusan SMK di Indonesia yang kurang terserap oleh industri karena faktor sertifikasi keahlian yang belum dimiliki serta tidak mendukungnya kurikulum pembelajaran yang ada dengan kebutuhan dunia industri.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
"Angka pengangguran terbesar di negeri ini dihasilkan oleh para lulusan sekolah setingkat SMK yaitu 11,24 persen dibanding lulusan SMA yang hanya 7,9 persen. Padahal jumlah lulusan SMK setiap tahun hanya sekitar separuh dari lulusan SMA, dimana lulusan SMK ada 1,4 juta dibanding lulusan SMA yang berjumlah 2,1 juta," kata Ledia Hanifa dalam rilis di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, ketimpangan tersebut bisa jadi menunjukkan belum adanya link and match yang terencana, terstruktur dan terimplementasi optimal antara dunia teori dan kerja di dalam sistem pendidikan vokasi sejak SMK.
Padahal, politisi PKS itu mengingatkan bahwa pertumbuhan SDM unggul melalui penguatan pendidikan vokasi menjadi salah satu fokus rencana kerja pemerintahan Jokowi.
Untuk itu, ujar dia, pembenahan harus dilakukan dari hulu hingga ke hilir guna memperbaiki mutu SDM masyarakat Indonesia.
Apalagi, ia juga menemukan bahwa masih adanya penyediaan sarana dan prasarana latihan kerja yang disediakan di sekolah-sekolah vokasi yang belum mengikuti perkembangan dunia usaha terkini.
"Beberapa kali saya mendatangi sekolah-sekolah vokasi, ternyata sarprasnya, alat-alat yang mereka miliki untuk praktek, ternyata sudah berumur, tidak up to date bahkan ada yang tidak begitu berkesesuaian dengan kebutuhan di lapangan kerja," katanya.
Ledia juga menginginkan agar pelatihan bagi guru-guru sekolah vokasi harus ditingkatkan, agar wawasan keimuan dan keahliannya juga dapat termutakhirkan.
Sebelumnya, Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp4,3 triliun dalam rangka merevitalisasi sebanyak 5 ribu SMK di seluruh Indonesia yang ditargetkan selesai pada 2024.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan bahwa revitalisasi SMK tersebut dilakukan dalam rangka mempersiapkan generasi muda untuk peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan kerja atau vokasi sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK.
“Anggarannya tidak terlalu besar, sekitar Rp4,3 triliun. Sebetulnya masih jauh dari target karena jumlah SMK kita kan 14 ribu,” katanya saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (7/10).
Muhadjir menjelaskan realisasi program itu telah dilakukan sejak 2018 terhadap 300 SMK, pada 2019 sejumlah 300 SMK, dan pada 2020 akan ditingkatkan sebanyak 550 SMK serta akan terus dikembangkan agar bisa mencapai 5 ribu pada 2024.
Ia melanjutkan, ada lima sektor SMK yang menjadi fokus revitalisasi yaitu pariwisata, pertanian produktif, ekonomi kreatif, kemaritiman atau kelautan, pariwisata, dan energi pertambangan.
Menurut dia, program vokasi itu dilandasi dari lulusan SMK di Indonesia yang kurang terserap oleh industri karena faktor sertifikasi keahlian yang belum dimiliki serta tidak mendukungnya kurikulum pembelajaran yang ada dengan kebutuhan dunia industri.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019