Pesta demokrasi tidak hanya menghasilkan calon pemimpin di jenjang nasional dan daerah, tetapi juga memunculkan sisi gelar lainnya seperti adanya segelintir warga yang ingin menghalalkan segala cara untuk meraih hasil yang mereka inginkan.
Kepolisian Resor (Polres) Sampang, Madura, Jawa Timur, belum lama berselang menyita sepucuk senjata api berupa pistol dan juga setumpuk senjata tajam dalam kampanye pemilihan kepala desa (pilkades) di daerah tingkat dua tersebut.
Kepala Polres Sampang Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Didit Bambang mengungkapkan kepada wartawan bahwa pistol itu dirampas pada masa kampanye. Didit Bambang menyatakan bahwa pihaknya masih terus melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dibawa-bawanya senjata api tersebut.
Sementara itu, peristiwa bom bunuh diri di halaman Markas Polresta Medan, Sumatera Utara, membuktikan kepada rakyat Indonesia bahwa pelaku tunggalnya yang diprovokatori istrinya beserta teman-temannya memiliki senjata tajam, bahkan senjata api yang bisa merusak rasa aman di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Tentu situasi jelek alias buruk itu sama sekali tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
Jika dipelajari lebih lanjut, kegiatan pilkades di Sampang dan berbagai desa lainnya, pesta demokrasi tersebut adalah bagian dari pemilihan umum yang merupakan bagian dari pemilihan kepala daerah (pilkada) di 270 daerah mulai tingkat provinsi, kota hingga kabupaten yang bakal berlangsung pada tanggal 23 September 2020.
Para pemilih di ratusan provinsi, kota, dan kabupaten yang jumlahnya ratusan juta orang itu tentu diharapkan akan menggunakan hak pilih mereka guna memilih para pemimpin untuk masa kerja 2020—2025.
Saat ini saja sudah begitu banyak orang yang merasa bahwa dirinya amat pantas untuk menjadi pemimpin di daerahnya masing-masing. Rakyat sekarang saja sudah mendengar atau mengetahui ada terdapat anak, menantu para pembesar di Jakarta dan daerah yang berambisi menjadi petinggi di provinsi, kota, dan kabupaten.
Tentu tidak bisa disalahkan jika ada anak-anak pembesar yang berambisi menjadi pemimpin setempat. Akan tetapi. mereka ini sebaiknya melihat contoh buruk yang terjadi di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Seorang pemuda setempat yang bernama Irfan yang merupakan anak bupati setempat telah ditangkap anggota Polres Majaelengka karena diketahui mengancam mau menembak seorang pengusaha sambil melemparkan uang Rp500 juta.
Irfan yang entah di mana kehebatannya ataukah karena putra bupati sehingga berhasil alias sukses menjadi Kepala Bagian Keuangan dan Pembangunan (Ekubang) Pemkab Majaelengka, bahkan menjadi Ketua Persatuan Menembak Indonesia alias Perbakin Majalengka. Anak bupati ini membawa banyak konconya saat mengeroyok pengusaha tersebut.
Kapolres Majalengka AKBP Mariyono membenarkan bahwa semula Irfan dan “musuhnya” itu sudah sepakat berdamai alias menyelesaikan perselisihan mereka secara damai atau kekeluargaan. Akan tetapi, Polres Majalengka akan tetap menahan Irfan hingga kasus ini diselesaikan secara hukum.
Sementara itu, beberapa bulan lalu, sebuah kantor polsek di Jakarta Timur diserang oleh sejumlah orang yang diduga keras merupakan anggota TNI. Bahkan, pimpinan Kodam Jaya dan Polda Metro Jaya langsung bertemu untuk membicarakan kasus kekerasan ini.
Namun, rasanya rakyat Jakarta tidak pernah tahu tentang penyelesaian kasus ini. Berbagai kasus seperti di Sampang, Majaelengka, hingga Jakarta tersebut secara jelas menunjukkan bahwa ada oknum-oknum yang membiasakan diri menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah ataupun meraih hasil yang mereka inginkan.
Potensi Kerawanan Pilkada
Ketika Jenderal Polisi Tito Karnavian masih menjadi Kepala Polri, dia beserta stafnya sudah memiliki data mengenai mana daerah-daerah yang aman dan sebaliknya mana yang rawan, bahkan amat rawan.
Karena Tito sekarang berada dalam posisi Menteri Dalam Negeri, sudah makin mengenal potensi-potensi kerawanan di 270 daerah penyelenggara Pilkada 2020.
Dengan dukungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat pusat serta daerah sebagai penyelenggara pilkada, Kementerian Dalam Negeri tentu sudah memiliki perkiraan keadaan tentang berbagai kerawanan itu.
Jika di Sampang saja saat penyelenggaraan pilkades ditemukan pistol, Polri sebagai aparat keamanan dan TNI sebagai jajaran pertahanan tentu harus sudah melakukan operasi terbuka dan tertutup untuk menyita, kemudian merampas senjata-senjata illegal.
Dalam rangka menumpas terorisme dan radikalisme, Polri menangkap puluhan orang tersangka.
Oleh karena itu, masyarakat tentu berharap operasi-operasi lanjutan agara pilkada di 270 daerah berlangsung secara baik dan aman.
Pilkada harus menghasilkan semua gubernur, wali kota, dan bupati yang amanah. Mereka sanggup melaksanakan kehendak dan kemauan rakyat serta tidak melakukan korupsi, gratifikasi hingga meminta commitment fee atau uang jasa setelah kemenangan seorang pengusaha atau kontraktor dalam sebuah proyek.
Pasca-2020, tak lama kemudian bakal berlangsung lagi pemilihan umum yang terdiri atas pemilihan presiden dan wakil presiden hingga pemilihan ribuan anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi, kota, dan kabupaten pada tahun 2024.
Karena Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis yang baru saja menjadi pemimpin Polri hingga bulan Januari 2021, tugas yang sungguh-sungguh berat telah menanti mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri ini untuk bersama-sama mantan atasannya, Jenderal Polisi Purnawirawan Tito Karnavian yang kini menjadi Mendagri, untuk benar-benar menyukseskan Pilkada 2020 yang sungguh-sungguh membahagiakan dan menyenangkan ratusan juta pemilih.
Sebanyak 480.000 personel Polri diharapkan bisa mengamankan dan menyukseskan Pilkada 2020. Rakyat pasti menginginkan pilkada mendatang terselenggara secara baik hingga benar-benar menghasilkan para pemimpin yang 100 persen mengabdi kepada rakyat Indonesia.
Tentunya pilkada mendatang dalam suasana pesta demokrasi yang menenangkan hati tanpa ketakutan akibat ancaman.
*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN ANTARA pada tahun 1982—2018, pernah meliput acara kepresidenan pada tahun 1987—2009.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019
Kepolisian Resor (Polres) Sampang, Madura, Jawa Timur, belum lama berselang menyita sepucuk senjata api berupa pistol dan juga setumpuk senjata tajam dalam kampanye pemilihan kepala desa (pilkades) di daerah tingkat dua tersebut.
Kepala Polres Sampang Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Didit Bambang mengungkapkan kepada wartawan bahwa pistol itu dirampas pada masa kampanye. Didit Bambang menyatakan bahwa pihaknya masih terus melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dibawa-bawanya senjata api tersebut.
Sementara itu, peristiwa bom bunuh diri di halaman Markas Polresta Medan, Sumatera Utara, membuktikan kepada rakyat Indonesia bahwa pelaku tunggalnya yang diprovokatori istrinya beserta teman-temannya memiliki senjata tajam, bahkan senjata api yang bisa merusak rasa aman di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Tentu situasi jelek alias buruk itu sama sekali tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
Jika dipelajari lebih lanjut, kegiatan pilkades di Sampang dan berbagai desa lainnya, pesta demokrasi tersebut adalah bagian dari pemilihan umum yang merupakan bagian dari pemilihan kepala daerah (pilkada) di 270 daerah mulai tingkat provinsi, kota hingga kabupaten yang bakal berlangsung pada tanggal 23 September 2020.
Para pemilih di ratusan provinsi, kota, dan kabupaten yang jumlahnya ratusan juta orang itu tentu diharapkan akan menggunakan hak pilih mereka guna memilih para pemimpin untuk masa kerja 2020—2025.
Saat ini saja sudah begitu banyak orang yang merasa bahwa dirinya amat pantas untuk menjadi pemimpin di daerahnya masing-masing. Rakyat sekarang saja sudah mendengar atau mengetahui ada terdapat anak, menantu para pembesar di Jakarta dan daerah yang berambisi menjadi petinggi di provinsi, kota, dan kabupaten.
Tentu tidak bisa disalahkan jika ada anak-anak pembesar yang berambisi menjadi pemimpin setempat. Akan tetapi. mereka ini sebaiknya melihat contoh buruk yang terjadi di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Seorang pemuda setempat yang bernama Irfan yang merupakan anak bupati setempat telah ditangkap anggota Polres Majaelengka karena diketahui mengancam mau menembak seorang pengusaha sambil melemparkan uang Rp500 juta.
Irfan yang entah di mana kehebatannya ataukah karena putra bupati sehingga berhasil alias sukses menjadi Kepala Bagian Keuangan dan Pembangunan (Ekubang) Pemkab Majaelengka, bahkan menjadi Ketua Persatuan Menembak Indonesia alias Perbakin Majalengka. Anak bupati ini membawa banyak konconya saat mengeroyok pengusaha tersebut.
Kapolres Majalengka AKBP Mariyono membenarkan bahwa semula Irfan dan “musuhnya” itu sudah sepakat berdamai alias menyelesaikan perselisihan mereka secara damai atau kekeluargaan. Akan tetapi, Polres Majalengka akan tetap menahan Irfan hingga kasus ini diselesaikan secara hukum.
Sementara itu, beberapa bulan lalu, sebuah kantor polsek di Jakarta Timur diserang oleh sejumlah orang yang diduga keras merupakan anggota TNI. Bahkan, pimpinan Kodam Jaya dan Polda Metro Jaya langsung bertemu untuk membicarakan kasus kekerasan ini.
Namun, rasanya rakyat Jakarta tidak pernah tahu tentang penyelesaian kasus ini. Berbagai kasus seperti di Sampang, Majaelengka, hingga Jakarta tersebut secara jelas menunjukkan bahwa ada oknum-oknum yang membiasakan diri menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah ataupun meraih hasil yang mereka inginkan.
Potensi Kerawanan Pilkada
Ketika Jenderal Polisi Tito Karnavian masih menjadi Kepala Polri, dia beserta stafnya sudah memiliki data mengenai mana daerah-daerah yang aman dan sebaliknya mana yang rawan, bahkan amat rawan.
Karena Tito sekarang berada dalam posisi Menteri Dalam Negeri, sudah makin mengenal potensi-potensi kerawanan di 270 daerah penyelenggara Pilkada 2020.
Dengan dukungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat pusat serta daerah sebagai penyelenggara pilkada, Kementerian Dalam Negeri tentu sudah memiliki perkiraan keadaan tentang berbagai kerawanan itu.
Jika di Sampang saja saat penyelenggaraan pilkades ditemukan pistol, Polri sebagai aparat keamanan dan TNI sebagai jajaran pertahanan tentu harus sudah melakukan operasi terbuka dan tertutup untuk menyita, kemudian merampas senjata-senjata illegal.
Dalam rangka menumpas terorisme dan radikalisme, Polri menangkap puluhan orang tersangka.
Oleh karena itu, masyarakat tentu berharap operasi-operasi lanjutan agara pilkada di 270 daerah berlangsung secara baik dan aman.
Pilkada harus menghasilkan semua gubernur, wali kota, dan bupati yang amanah. Mereka sanggup melaksanakan kehendak dan kemauan rakyat serta tidak melakukan korupsi, gratifikasi hingga meminta commitment fee atau uang jasa setelah kemenangan seorang pengusaha atau kontraktor dalam sebuah proyek.
Pasca-2020, tak lama kemudian bakal berlangsung lagi pemilihan umum yang terdiri atas pemilihan presiden dan wakil presiden hingga pemilihan ribuan anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi, kota, dan kabupaten pada tahun 2024.
Karena Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis yang baru saja menjadi pemimpin Polri hingga bulan Januari 2021, tugas yang sungguh-sungguh berat telah menanti mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri ini untuk bersama-sama mantan atasannya, Jenderal Polisi Purnawirawan Tito Karnavian yang kini menjadi Mendagri, untuk benar-benar menyukseskan Pilkada 2020 yang sungguh-sungguh membahagiakan dan menyenangkan ratusan juta pemilih.
Sebanyak 480.000 personel Polri diharapkan bisa mengamankan dan menyukseskan Pilkada 2020. Rakyat pasti menginginkan pilkada mendatang terselenggara secara baik hingga benar-benar menghasilkan para pemimpin yang 100 persen mengabdi kepada rakyat Indonesia.
Tentunya pilkada mendatang dalam suasana pesta demokrasi yang menenangkan hati tanpa ketakutan akibat ancaman.
*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN ANTARA pada tahun 1982—2018, pernah meliput acara kepresidenan pada tahun 1987—2009.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019