Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Pemerintah telah mengumumkan bahwa seluruh
instansi sudah bergerak untuk mengendalikan nilai tukar rupiah saat ini
yang melemah terhadap dolar AS.
Namun pasar sepertinya lebih menunggu langkah konkret pemerintah
melalui kebijakan yang meningkatkan kepercayaan pasar. Pasar menunggu
langkah pemerintah dalam memperbaiki kondisi perekonomian yang kurang
menggembirakan di mana antara lain pertumbuhan ekonomi melemah,
mengelola APBN yang defisit dengan ancaman penerimaan pajak tidak sesuai
target serta mengatasi defisit transaksi berjalan dan neraca
pembayaran.
Apalagi gejolak ekonomi yang sedang terjadi di dunia saat ini,
diperkirakan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro
masih akan terus berlanjut hingga bank sentral AS (The Fed) mengeluarkan
keputusan terkait penyesuaian suku bunga acuan.
Menurut Menkeu, sampai September ini, ada pertemuan FOMC (Federal
Open Market Comittee) di AS, masih ada gejolak. Karena itu, dia mengajak
masyarakat untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Tentang kondisi perekonomian nasional saat ini Menkeu kembali
menegaskan bahwa kondisinya masih terkendali, dan seluruh indikator
makro menunjukkan belum ada tanda-tanda terjadinya krisis, berbeda
ketika terjadi krisis finansial pada 1998.
Ia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi nasional masih positif di
semester satu yakni 4,7 persen, neraca perdagangan juga surplus, defisit
transaksi berjalan turun. Jadi, menurut dia, kondisi makro masih
bagus. Belum lagi perbankan, NPL dan CAR-nya dalam kondisi sehat.
Kondisinya sama sekali berbeda dengan 1998.
Kebijakan Maret
Pemerintah pada Maret lalu mengumumkan paket kebijakan yang bertujuan
untuk memperbaiki perekonomian nasional yang dilanda pelemahan nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS.
Dalam kebijakan itu, pemerintah memutuskan memberikan fasilitas
pajak atau "tax allowance" untuk perusahaan yang melakukan investasi di
Indonesia, perusahaan yang menciptakan lapangan kerja, perusahaan yang
berorientasi ekspor dan perusahaan yang melakukan penelitian dan
pengembangan.
Berkaitan dengan itu, Kementerian Keuangan telah menerbitkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.0.10/2015 tentang Pengurangan
Pajak Penghasilan Badan atau "tax holiday". Tujuannya agar dapat
menggairahkan investasi sektor manufaktur.
Dalam Permenkeu itu terdapat sembilan industri pionir yang bisa
mendapatkan pengurangan PPh Badan, yakni industri logam hulu; industri
pengilangan minyak bumi, industri kimia dasar organik yang bersumber
dari minyak bumi dan gas alam; serta industri permesinan yang
menghasilkan mesin industri, industri pengolahan berbasis hasil
pertanian, kehutanan dan perikanan.
Selanjutnya, telekomunikasi, informasi dan komunikasi; industri
transportasi kelautan; industri pengolahan yang merupakan industri utama
di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan atau infrastruktur ekonomi.
Pemerintah juga memberikan insentif pajak kepada perusahaan galangan
kapal dan juga perusahaan yang memproduksi alat pertanian.
Selain itu, pemerintah melakukan kebijakan tentang antidumping
dengan mengenakan bea masuk antidumping sementara dan bea masuk tindak
pengamanan sementara terhadap produk industri impor yang "unfair trade"
karena ada dumping dalam rangka melindungi industri dalam negeri.
Di sektor industri pariwisata, jika selama ini Indonesia sudah
memberikan visa bebas kunjungan singkat bagi wisatawan dari 15 negara,
maka mulai April 2015 terdapat 30 negara baru yang akan mendapatkan
fasilitas tersebut.
Negara-negera itu adalah Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Amerika
Serikat, Kanada, Selandia Baru, Mexico, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman,
Belanda, Italia, Spanyol, Swiss, Belgia, Swedia, Austria, Denmark,
Norwegia, Finlandia, Polandia, Hongaria, Ceko, Qatar, Uni Emirat Arab,
Bahrain, Oman, dan Afrika Selatan.
Sebelumnya, aturan bebas visa sudah diberlakukan bagi wisatawan asal
Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Hong Kong
SAR, Makau SAR, Chile, Maroko, Peru, Vietnam, Ekuador, Kamboja, Laos,
dan Myanmar.
Sejumlah kalangan menyambut baik terobosan pemerintah yang menambah
jumlah negara sehingga menjadi 45 karena diyakini meski terjadi
penurunan penerimaan dari pembuatan visa, bakal ada peningkatan belanja
wisatawan asing yang jumlahnya diperkirakan meningkat karena adanya
pembebasan visa kunjungan tersebut.
Di bidang pengelolaan tambang dan sumber daya alam, pemerintah juga
akan menerapkan kebijakan penggunaan Letter of Credit (L/C) bagi
usaha-usaha pertambangan seperti batu bara, migas dan minyak kelapa
sawit mentah (CPO).
Pemerintah juga mendorong peningkatan penggunaan biofuel yang saat
ini ditetapkan sebesar 10 persen menjadi hingga 15 persen.
Selain itu, pemerintah mendorong perbaikan struktur perusahaan
reassuransi domestik untuk mendorong tumbuhnya sektor tersebut.
Pemerintah mendorong BUMN reasuransi untuk mengurangi defisit di neraca
jasa khususnya asuransi.
Pemerintah juga meningkatkan penegakan hukum untuk mendorong
implementasi Undang-undang (UU) Mata Uang yang mewajibkan penggunaan
rupiah di dalam negeri. BI sudah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah
NKRI yang berlaku mulai 1 April 2015.
Berkaitan dengan kebijakan Maret itu, muncul pertanyaan mengapa kondisi perekonomian Indonesia belum membaik?
UMKM
Dalam upaya mengatasi dampak pelemahan rupiah, pemerintah diminta
agar lebih fokus dalam meningkatkan peran usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM) antara lain dengan mempermudah permodalan untuk usaha tersebut.
"Peningkatan akses kredit UMKM sangat penting di tengah pelemahan
ekonomi global dan nasional yang secara umum kini masih ditopang oleh
kinerja korporasi-korporasi besar," kata Direktur Institute for
Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dirasakan dampaknya oleh hampir
semua sektor usaha di Indonesia, termasuk UMKM. Padahal, UMKM selama ini
menjadi penggerak terbesar ekonomi Indonesia dan pernah menjadi
penyelamat saat krisis moneter pada 1998.
UMKM mampu menopang sendi-sendi perekonomian bangsa di masa sulit
dan krisis. UMKM juga hadir sebagai solusi dari sistem perekonomian yang
sehat dan merupakan salah satu sektor industri yang sedikit bahkan
tidak sama sekali terkena dampak krisis global yang melanda dunia.
Enny mengatakan saat ini jumlah UMKM di Indonesia mencapai 99 persen dari total pelaku usaha di Indonesia.
Menurut dia, sektor UMKM kini terpuruk karena daya beli masyarakat
mengalami penurunan. Sehingga, imbal balik produksi UMKM tidak tercapai
dan mengakibatkan sektor usaha kecil menjadi mati.
Revisi UU Devisa
Sementara itu, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi)
menginginkan Undang-Undang No.24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa
direvisi untuk menjaga stabilitas nilai tukar mata uang rupiah.
Alasannya, mata uang Indonesia itu sangat rentan terombang-ambing oleh
arus keluar-masuk modal.
Menurut Ketua Umum Hipmi Bahlil Lahadalia beberapa waktu lalu,
revisi UU Lalin Devisa itu dinilai penting untuk menopang rupiah agar
tetap perkasa dan berdaulat di dalam negeri.
Ia menilai, pelemahan rupiah terus terulang sebab belum terdapat regulasi yang mampu memperkuat posisi rupiah selama ini.
Ia mengingatkan bahwa draf revisi UU itu telah digarap DPR periode
sebelumnya, namun terhenti dan belum dilanjutkan pengesahannya ke rapat
paripurna. Untuk itu, Hipmi mendorong agar revisi UU ini bisa untuk
terus dilanjutkan.
Bahlil mengatakan, dunia usaha memerlukan stabilitas nilai tukar
untuk kepentingan rencana investasi dan proyeksi biaya operasional
perusahaan. Itu diperlukan mengingat ketergantungan bahan baku impor
bagi industri di dalam negeri yang masih sangat kuat.
Ditunggu langkah konkret pemerintah atasi pelemahan rupiah
Jumat, 28 Agustus 2015 14:03 WIB