Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut
Tauhid Saadi mengatakan rencana program sertifikasi khatib Jumat oleh
pemerintah sebaiknya tidak bersifat wajib tetapi pada sukarela.
"MUI dapat memahami gagasan Menteri Agama tersebut sepanjang program
tersebut bersifat voluntary (sukarela) bukan mandatory (keharusan atau
kewajiban)," kata Zainut di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan sifat sukarela harus dikedepankan daripada bersifat kewajiban yang memiliki konsekuensi hukum.
Karena, kata dia, tugas dakwah pada hakikatnya menjadi hak dan
kewajiban setiap orang sesuai perintah agama. Jika sertifikasi bersifat
mandatory maka akan sangat sulit dilaksanakan dan dikhawatirkan terkesan
ada intevensi atau pembatasan oleh pemerintah.
Jika sudah begitu, lanjut dia, program sertifikasi justru akan menjadi kontraproduktif bagi banyak pihak.
Dia mengatakan sertifikasi itu sejatinya memiliki tujuan baik yaitu
untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan kompetensi dai baik dari
aspek materi maupun motodologi.
"Disadari atau tidak kondisi masyarakat kita tengah berubah seiring
terjadinya perkembangan teknologi dan informasi. Jadi keharusan untuk
meningkatkan kemampuan dai mutlak diperlukan agar benar-benar dapat
menyampaikan pesan-pesan agama secara baik dan paham kondisi faktual
serta kebutuhan masyarakat sesuai zaman," kata dia.
Akan tetapi, kata dia, program tersebut harus dilaksanakan oleh ormas Islam atau masyarakat bukan oleh pemerintah.
Pemerintah, lanjut dia, seharusnya hanya bertindak sebagai
fasilitator sehingga akan mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut
bertanggungjawab dalam menyiapkan kader-kader dakwah yang mumpuni baik
dari aspek materi maupun metodologi.
MUI: sertifikasi khatib Jumat jangan wajib
Senin, 6 Februari 2017 22:33 WIB