Bogor (ANTARA GORONTALO) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kasus
korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan
secara nasional (e-KTP) tidak akan menyebabkan "turbulensi" (guncangan)
politik nasional selama proses hukum berlangsung.
Ditemui seusai meresmikan Gedung-E Rumah Sakit Palang Merah
Indonesia (RS PMI), Sabtu, Kalla mengatakan meskipun dalam kasus dugaan
korupsi e-KTP tersebut menjerat beberapa elit partai politik, namun
tidak akan mengakibatkan guncangan politik nasional dan diharapkan semua
pihak mendukung proses hukum yang berjalan.
"Tidak, karena jika terjadi proses hukum yang benar, semua orang
akan setuju. Tidak akan menimbulkan turbulensi," kata Kalla, di Bogor,
Jawa Barat.
Namun, Kalla menambahkan, kasus yang diduga merugikan negara
senilai Rp2,314 triliun tersebut dinilai akan menurunkan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif seperti Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga partai politik.
"Bahwa nama baik DPR dan partai-partai pasti ada masalah, pasti.
Tapi tidak akan terjadi turbulensi, karena jika ketua DPR terjerat,
banyak orang antri untuk menggantinya, tidak susah mencari
penggantinya," ujar Kalla.
Dalam sidang perdana, pekan lalu di Jakarta, tim jaksa
menyebutkan Ketua DPR Setya Novanto menentukan kelancaran anggaran e-KTP
tahun anggaran 2011-2012 senilai total Rp5,95 triliun
Dalam persidangan tersebut, jaksa menyebutkan bahwa pada Februari
2010, Andi Agustinus alias Andi Narogong dan terdakwa I Irman menemui
Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar guna mendapat kepastian
dukungan Partai Golkar terhadan e-KTP.
Dalam perkara tersebut, Direktur Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan
Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto didakwa
bersama-sama Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar, Andi
Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang/jasa pada
Kemendagri.
Berikutnya, Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium Percetakan
Negara RI (PNRI), Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen)
Kemendagri dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua pantia pengadaan
didakwa melakukan korupsi pengadaan pekerjaan e-KTP 2011-2012.
Pada Juli-Agustus 2010, DPR mulai melakukan pembahasan Rencana
APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setnov, Anas
Urbaningrum, Nazaruddin karena dianggap representasi Partai Demokrat dan
Golkar yang dapat mendorong Komisi II menyetujui e-KTP.
Setelah beberapa kali pertemuan DPR menyetujui anggaran e-KTP
dengan rencana besar tahun 2010 senilai Rp5,9 triliun yang proses
pembahasannya akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan
kompensasi Andi memberikan fee kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri.
Wapres: kasus e-KTP tidak akan sebabkan "turbulensi" politik
Sabtu, 11 Maret 2017 21:43 WIB