Beijing (ANTARA GORONTALO) - Selain kemitraan dalam meningkatkan kerja sama
infrastruktur antar
negara, para pemimpin negara/pemerintahan peserta KTT Forum Kerja Sama
Internasional Sabuk dan Jalan (BRF) di Beijing, juga membahas prinsip
penting kelangsungan inisiatif dari China itu.
Prinsip
untuk saling menghormati kedaulatan dan integritas suatu negara diadopsi
dalam kerja sama Jalur Sutera Baru dan Sabuk Maritim menjadi hal pokok.
"Itu adalah salah satu prinsip yang diadopsi dan disetujui hampir
semua peserta. Dan hasil dari pertemuan ini adalah ada pernyataan
bersama yang merangkum semua apa yang dibahas selama dua hari ini,"
tutur Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, di Beijing, Senin malam.
Dalam pernyataannya saat diskusi meja bundar yang diselenggarakan di
Yangqi Lake International Conference Center (ICC), Presiden Jokowi
mengatakan, prakarsa BRF diharapkan menjadi kerja sama nyata.
Selain itu, BRF juga diharapkan memperhatikan keseimbangan antara
pertumbuhan ekonomi dengan aspek sosial dan pelestarian lingkungan
hidup.
Marsudi, usai menghadiri KTT BRF itu, mengatakan, koordinasi dan
konektivitas antarnegara menjadi hal penting dalam prakarsa Jalur Sutra
baru dan Sabuk Maritim yang digagas China.
"Pertama penekanan terhadap budaya komunikasi, dialog dan koordinasi
karena akan sulit untuk melakukan suatu pembangunan atau kerja sama
konektivitas kalau tidak ada budaya dialog, budaya komunikasi dan budaya
koordinasi," kata Marsudi.
Dalam hari kedua KTT BRF itu, Jokowi memberikan pernyataan bahwa
Indonesia, sebagai negara yang berada di antara Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik, menjadi salah satu negara besar di kawasan Asia
Tenggara yang memiliki peran penting dalam kemaritiman.
Untuk itu, ujar Marsudi, Indonesia juga telah merencanakan konsep Poros Maritim untuk pembangunan transportasi laut.
Retno mengatakan prakarsa BRF diharapkan dapat disesuaikan dengan
sejumlah konsep perhubungan kelautan baik di negara masing-masing atau
konsep kawasan yang sudah dilakukan seperti Poros Maritim Indonesia dan
Konektivitas ASEAN 2025.
"Jadi tidak tiba-tiba ada satu konektivitas yang besar, tanpa ada
satu konektivitas mendasar nasional, konektivitas regional. Oleh karena
itu kemitraan dari masing-masing negara tetap kuat dan ASEAN
Connectivity 2025 terus disebut sebagai salah satu basis dari kerja sama
yang sifatnya regional," jelas Marsudi.
Selain itu, jelas Menlu, beberapa kepala negara/pemerintahan dari
sejumlah negara di Eropa mengatakan pola kerja sama global saat ini
sudah berubah kepada arah kerja sama antarnegara berkembang.
Prinsip saling hormati kedaulatan dan integritas pada KTT BRF
Selasa, 16 Mei 2017 15:12 WIB