Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa staf Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana
korupsi pengadaan sarana dan prasarana alat kesehatan provinsi Banten
2011-2013.
"Benar dijemput paksa," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat.
Staf Atut yang dimaksud adalah Siti Halimah yang dibawa masuk penyidik ke gedung KPK pada sekitar pukul 11.50 WIB.
Siti Halimah tampak menutupi wajahnya dengan kerudung kuning dan langsung masuk ke gedung KPK.
Seorang saksi menurut Johan dipanggil paksa karena tidak memenuhi
panggilan sebanyak dua kali. Siti Halimah sebelumnya pernah dipanggil
pada 30 Januari 2014 lalu.
Dalam kasus ini, Atut disangkakan pasal 12 huruf e atau a atau pasal
12 huruf b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana
diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Jo pasal 55 ayat 1 ke-1.
Pasal tersebut mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Ancaman pidana bagi orang yang terbukti melanggar pasal tersebut
adalah pidana penjara penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan
denda paling banyak Rp1 miliar.
Selain disangkakan melakukan pemerasan, Atut juga disangkakan
menyalahgunakan kewenangan sebagaimana sangkaan pertama KPK kepada Atut
dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang berasal dari pasal 2
ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20
tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi.
Artinya Atut menjadi tersangka dalam tiga kasus di KPK yaitu dugaan
korupsi pengadaan alkes Banten, dugaan penerimaan gratifikasi dalam
pengadaan alkes Banten dan dugaan suap kepada mantan ketua Mahkamah
Konstitusi Akil Mochtar terkait dengan pilkada Lebak.
Badan Pemeriksa Keuangan setidaknya menemukan tiga indikasi
penyimpangan dalam pengadaan alat kesehatan di Banteng yang mencapai
Rp30 miliar.
Ketiga penyimpangan itu adalah alat kesehatan tidak lengkap sebesar
Rp5,7 miliar; alat kesehatan tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp6,3
miliar dan alat kesehatan tidak ada saat pemeriksaan fisik sebanyak
Rp18,1 miliar.
KPK jemput paksa staf Atut
Jumat, 7 Februari 2014 18:57 WIB