Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas Bambang Brojonegoro menegaskan bahwa ekonomi hijau (green
economy) dan pertumbuhan bukan konflik yang harus dipisahkan dalam
perencanaan pembangunan berkelanjutan.
"Green economy dan pertumbuhan bukan konflik. Justru dengan
menerapkan ekonomi hijau pertumbuhan akan lebih berkelanjutan dalam
waktu panjang," kata Bambang pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, Kamis.
Ia mengingatkan agar Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
dapat jadi penengah dari ego sektoral yang ada pada dinas-dinas di
daerah. Bappeda harus bisa membantu melihat pentingnya menaikkan isu
lingkungan hidup dan perubahan iklim dalam perencanaan di masing-masing
bidang.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa saat ini pertumbuhan ekonomi
merupakan kebutuhan karena masih besarnya kemiskinan dan ketimpangan.
Artinya, butuh pertumbuhan dan pencapaian target perencanaan dari pusat
hingga daerah.
Jika konteks pertumbuhan pada 1980-an sangat bergantung pada sumber
daya alam (SDA) sedangkan pada tahun 2000-an bergantung pada kelapa
sawit dan batubara, maka perlu belajar dari masa lalu. Pertumbuhan
tinggi mencapai 6-7 persen tapi hanya bertahan 4-5 tahun.
"Ini karena booming (pertumbuhannya) sudah lewat. Ke depan kita
harus masukkan unsur keberlanjutan lingkungan, ini lebih baik,
(pertumbuhan) tidak tinggi tetapi stabil," ujar Bambang.
Ia menekankan tentang pentingnya perubahan pola pikir untuk bisa
menjalankan ekonomi hijau tersebut. Dan kepala daerah terpilih harus
mampu meyakinkan pemerintahan dan masyarakatnya bahwa keberlanjutan
lingkungan mendatangkan ekonomi.
"Green economy akan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) tapi pertumbuhan ekonomi akan baik," ujar dia.
Pemerintah Indonesia telah melakukan Ratifikasi Paris Agreement
atas Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim melalui
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.
Secara konkret, Indonesia telah mempertegas komitmen dalam dokumen
"Nationally Determined Contribution" (NDC) dengan muatan pokok target
pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen pada tahun 2030
dengan kondisi "business as usual", atau 41 persen dengan kondisi
dukungan kerjasama teknis luar negeri. Komposisi target penurunan emisi
GRK terbesar yaitu dari sektor hutan dan lahan/ekosistem (17,2 persen),
kemudian sektor energi (11 persen), limbah (0,38 persen), pertanian
(0,32 persen), serta industri dan pabrik (0,10 persen).
Sedangkan untuk adaptasi, komitmen Indonesia meliputi peningkatan
ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan sumber penghidupan, serta
ketahanan ekosistem dan lanskap.
Sektor hutan, lahan/ekosistem memiliki porsi paling besar dalam
penanganan perubahan iklim. Untuk membahas kemungkinan sumber
pendanaannya, pada hari kedua Rapat Kerja Nasional Hari Lingkungan Hidup
Tahun 2017 dengan tema "Untuk Hutan, Lingkungan dan Perubahan Iklim
Berkeadilan", Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Bambang
Brodjonegoro hadir memberi pemaparan bersama Menteri Dalam Negeri
Tjahjo Kumolo dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo.
Ekonomi hijau dan pertumbuhan bukan konflik
Jumat, 4 Agustus 2017 8:44 WIB