Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Presiden Fadjroel Rahman mengatakan anggota Dewan Pengawas KPK yang akan dipilih nantinya harus memiliki visi yang sama dengan politik hukum pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Presiden menyebut sedang dalam proses pemilihan, kriteria pertama secara normatif mengikuti kriteria yang ada dalam UU No. 19 tahun 2019, tetapi tentu pemerintah menambahkan kriteria yaitu sesuai politik hukum pemerintah," kata Fadjroel di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Dewan Pengawas KPK adalah struktur baru dalam tubuh KPK berdasarkan UU No. 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.
Dewan Pengawas antara lain bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, penyitaan, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK, menerima dan laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai dan lainnya.
"Politik hukum pemerintah adalah penegakkan hukum setegak-tegaknya yaitu menghormati UU Nomor 19 Tahun 2019. Kedua, politik hukum pemerintah adalah antikorupsi. Sebenarnya dalam UU No. 19 Tahun 2019 dikatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas dalam pasal 37 itu tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berupa kejahatan dengan ancaman penjara paling singkat 5 tahun, jadi pidana korupsi," tutur Fadjroel menambahkan.
Sebelumnya santer terdengar bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan mantan Ketua KPK Antasari Azhar akan menjadi Dewan Pengawas. Namun, baik Ahok maupun Antasari pernah menjalani hukuman penjara yaitu Ahok menjalani hukuman 2 tahun penjara dalam kasus penodaan agama, sedangkan Antasari dijatuhi vonis 18 tahun penjara karena kasus pembunuhan.
"Nama-nama Dewan Pengawas itu sedang disampaikan, sekarang proses sedang berlangsung, dari Sekretariat Negara mendapatkan nama-nama pengajuan dari masyarakat dan berdasarkan UU juga, pengangkatan pimpinan KPK periode 2019-2023 ini bersamaan dengan pengangkatan Dewas," ujar Fadjroel.
Fadjroel belum menyebutkan nama siapa saja yang sudah dikantongi oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno untuk menjabat sebagai Dewan Pengawas (Dewas) KPK, namun hanya menyebutkan usia minimal 55 tahun, pendidikan minimal S1.
"Ini perbedaan dewas dan komisioner. Kalau komisioner kan ada ketegasan secara khusus bahwa mereka memiliki pendidikan di bidang hukum, ekonomi, keuangan, dan perbankan tapi kalau kita menginterpretasi dari komisioner, kan tugas dewas adalah mengawasi tugas dan wewenang, jadi paling tidak mereka punya kualifikasi pendidikan yang mengetahui juga bidang hukum, ekonomi, keuangan, dan perbankan," ucap Fadjroel menjelaskan.
Fadjroel berjanji proses pencarian Dewas akan transparan.
"Prosesnya ini dengan mengundang langsung tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap kompeten di bidangnya. Kemudian orang itu diundang, ditanyakan apa saja yang kita perlukan selama ini. Tidak perlu ada keragu-raguan dalam titik ini sebenarnya. diundang pemerintah, tentu dengan kriteria tertentu.,ada orang yang dimintai nasihat, ada orang yang menyampaikan melalui setneg atau secara langsung ke Presiden," ungkap Fadjroel.
Setelah UU No. 19 tahun 2019 berlaku, praktis KPK tidak melakukan penyidikan baru. Hal itu karena meski pada pasal 69D disebutkan "Sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum UU ini diubah."
Namun pada pasal 70C disebutkan "Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini."
Jubir Presiden: anggota Dewas KPK menyesuaikan politik hukum pemerintah
Kamis, 7 November 2019 16:03 WIB