Mekkah (ANTARA News) - Suatu malam selepas jemaah Indonesia
menyelesaikan shalat Isya di Masjidil Haram, seorang pria bergerak
lincah ke sana kemari mengatur jemaah yang membludak, menunggu bus di
Terminal Syib Amir, Mekkah.
Sesekali lelaki yang menggunakan rompi bertuliskan Petugas Haji
Indonesia itu menyapa ramah jemaah yang sedang menunggu bus sambil
berdiri dengan wajah yang sedikit lelah.
Kemudian laki-laki berompi hitam itu tiba-tiba berlari ke belakang
dan menyetop bus warna hijau nomor 10 yang berstiker bendera Merah
Putih. Dari sisi kanan bus, ia menyapa pengemudi yang baru saja
menurunkan penumpang.
Tiba-tiba ia berteriak lantang. "Penumpang bus 7 silahkan masuk.
Bus tujuh.. Bus tujuh," ujarnya sambil melambaikan tangan kanan
memanggil jemaah yang ingin menaiki bus yang dialihkan rutenya dari 10
menjadi 7 dengan tujuan Syib Amir-Syisyah 1 itu.
Kalau bukan pemimpin dan pemegang otoritas, tentu tidak akan
berani seenaknya mengalihkan rute seperti itu. Atau bahkan perintahnya
tidak akan diikuti oleh supir bis berkewarganegaraan Bangladesh itu.
Namun karena yang memerintah Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah, maka
siapa yang berani menolaknya.
Dia-lah Arsyad Hidayat pemegang kendali operasional pelayanan
jemaah haji selama berada Mekkah Al Mukarammah. Di pundaknya beban
tanggung jawab yang cukup berat itu dipikul untuk membuat jemaah
Indonesia nyaman dan dan tenang beribadah di tempat Ka'bah berada itu.
Makin Dikenal
Nama dan sosok pria kelahiran Karawang, 42 tahun lalu itu mungkin
kini semakin dikenal publik seiring dengan kemunculannya yang intens
selama musim haji tahun ini. Apalagi setelah dua musibah besar menerpa
jemaah di kota kelahiran Nabi Muhammad SAW, Mekkah Al Mukarammah itu.
Musibah pertama yang menjadi sorotan dunia adalah ketika crane
roboh oleh angin kencang dan hujan lebat di Masjidil Haram pada Jumat
sore tanggal 11 September 2014. Peristiwa itu menyebabkan ratusan korban
meninggal dan cidera, 54 diantaranya merupakan jemaah Indonesia. Pada
musibah itu 11 jemaah Indonesia wafat dan 43 orang mengalami cidera
ringan dan berat.
Kurang dari dua minggu kemudian, setelah wukuf di Arafah, musibah
kembali menyapa di Jalan 204, Mina pada 24 September 2015. Ratusan
jemaah saling berdesakan sehingga terinjak-injak di jalan sempit saat
menuju Jamarat untuk melempar jamrah Aqabah pada 10 Zulhidjah.
Dalam peristiwa itu ratusan bahkan mungkin lebih dari 1.000 jemaah
meninggal, termasuk setidaknya 100 warga negara Indonesia wafat di jalan
seluas 15 meter tersebut.
Sejak dua peristiwa besar yang menyita perhatian publik, khususnya
di Indonesia itu, wajah lulusan Universitas Al Azhar itu wara-wiri
hampir setiap hari di sejumlah televisi nasional.
Bahkan ada seorang wartawan yang berseloroh, Pak Arsyad --
demikian dia dipanggil oleh tim Media Center Haji 2015 -- bakal menjadi
selebritas baru dijagat berita nasional.
Sang pemilik nama itu hanya tersenyum tipis menanggapi candaan yang
sekaligus pujian. Tim MCH tahu betul pemimpin tertinggi di kantor Misi
Haji Indonesia di Mekkah itu, tak kenal lelah untuk memberikan
informasi secepatnya kepada publik tentang perkembangan korban crane
maupun Mina.
Hampir setiap pukul 02.00 Waktu Arab Saudi (WAS) atau pukul 06.00
Waktu Indonesia Barat (WIB) Arsyad tampil menghadapi lensa kamera
televisi dengan ekspresi yang tenang, nyaris tanpa ekspresi meski
mengumumkan kematian jamaah.
"(Musim haji) tahun ini memang sangat terasa begitu banyak musibah,
begitu banyak cobaan yang menimpa jemaah kita," katanya masih dengan
ekspresi yang datar, namun dengan suara agak parau, tanda ada duka dalam
tekanan suaranya.
Arsyad yang telah beberapa kali menjadi petugas haji -- bahkan
ketika ia masih menjadi mahasiswa di Mesir itu -- nampaknya betul tahun
ini merupakan musim haji terberat sepanjang 15 tahun terakhir.
Banyak jemaah, kehilangaan anggota mereka baik karena musibah crane
dan Mina, maupun karena kematian saat menjalani proses ibadah haji.
Selain itu mereka juga mereka menghadapi ancaman dehidrasi dan
heatstroke akibat cuaca yang luar bisa terik mencapai 45 derajat
celcius. "Tahun-tahun sebelumnya tidak seperti ini," ujarnya Wakil
Konsuler Haji pada Konjen RI di Jeddah, Arab Saudi itu.
Totalitas
Kendati menghadapi pekerjaan yang terbilang melelahkan pada musim
haji kali ini, pemegang gelar master dari UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, itu menganggap kesibukan tingkat tinggi itu sebagai hal yang
biasa yang harus dihadapi setiap petugas haji.
"Petugas haji itu memang harus rela kurang tidur, makan tidak
teratur, yang penting jemaah bisa beribadah dengan lancar dan haji
mereka sah," ujar Arsyad yang sudah lebih dari lima kali menjadi petugas
haji dan menjabat sejumlah posisi penting di Panitia Penyelenggara
Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.
Menurut dia, pelaksanaan ibadah yang lancar dan sahnya ibadah haji
yang dilakukan jemaah, harus menjadi target setiap petugas. "Pada
beberapa daerah seseorang yang telah berhaji memiliki kedudukan penting
di masyarakat. Karena itu, petugas haji harus membantu mereka agar
menjadi haji mabrur," ujar Arsyad yang pernah menjadi wakil Ketua PPIH
Arab Saudi.
Selain itu, pemegang gelar sarjana mengenai Hukum Islam itu juga
mengingatkan bahwa seorang petugas haji harus ikhlas melayani tamu-tamu
Allah (duyufurahman), karena ganjaran pahalanya sangat besar.
Apalagi Nabi Muhammad SAWA pernah bersabda dalam salah satu hadist,
"Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang banyak memberi manfaat bagi
manusia lainnya."
Oleh karena itu, ia menilai, menjadi pelayan bagi tamu Allah adalah
sebagai bentuk pengabdian juga merupakan implementasi dari ajaran
Rasullullah.
Arsyad pun berbagi kiat ikhlas dan total menjalani tugas sebagai
pelayan tamu Allah. "Layani jemaah haji kita seperti kita melayani
orang tua sendiri. Kalau buat orang tua, kita pasti ingin memberikan
pelayanan terbaik bagi mereka, sebagai wujud bakti kita pada mereka,"
ujar calon pemegang gelar dokter dari University Bakht Er-Rida di
Khartoum, Sudan.
Hal itulah nampaknya yang membuat Arsyad begitu semangat seakan
tidak ada kata lelah dalam menjalani perannya sebagai Kepala Daerah
Kerja Mekkah, yang wilayah kerja nya pada musim haji tahun ini banyak
didera musibah.
Bahkan dalam beberapa hal ia memilih langsung turun ke lapangan
dibandingkan memberi perintah dan mendapat informasi dari petugas di
lapangan, seperti ketika ia turun langsung melakukan identifikasi
jenazah korban Mina di pemulasaran mayat di Al- Muashim, Mekkah.
Dan seperti ketika ia memilih langsung ke lapangan mengurai
penumpukan penumpang di Terminal Syib Amir pada suatu malam usai Isya,
di sekitar Masjidil Haram yang penuh berkah dan ridho Allah itu.
Layani jemaah seperti orang tua sendiri
Rabu, 7 Oktober 2015 12:05 WIB